Sebelum kita melanjutkan ke pertanyaan
selanjutnya, saya ingin mengingatkan lagi mengenai sejarah media massa di
Indonesia dari dua jawaban sebelumnya. Pertama-tama media lahir dari keresahan
rakyat yang merasa dirugikan dari kegiatan imperialisme, sehingga muncul
media-media yang membuat rakyat bagkit dan sadar tentang keterpurukan hidup
mereka. di masa awal kemerdekaan media sangat pro rakyat sekali, sehingga media
menjadi perintis dan pengawal kemerdekaan.
Di era sekarang, karena media besar
dimiliki oleh para pemilik modal, maka media massa tidak lagi sepenuhnya
memihak ke rakyat, kalaupun ada biasanya perannya tidak besar. Di era sekarang
ini rakyat hanya menjadi komoditas pasar dan target bisnis dari pemilik modal. Parahnya
sifat dasar manusia ingin sesuatu yang menyenangkan, maka media memberi
kenyamanan dan ketenangan itu. Sehingga lahirlah banyak acara-acara yang
bersifat hiburan seperti acara musik, talk show, sinetron, game show, kuliner
dan lain-lain yang bersifat hiburan, sambil sesekali menyelipkan iklan-iklan
suatu produk. Media banyak ngambil untung, sementara rakyat yang menjadi target
pasar tadi malah bodoh dan tidak kritis. Karena jujur saja, acara-acara hiburan
di atas tidak memberikan dampak perubahan yang besar pada diri kita kecuali
hanya sebagai hiburan semata, maka waktu kita habis berkutat pada sesuatu yang
tidak bersifat produktif.
Maka timbullah pertanyaan ketiga, “Bagaimana
kita merubah kebiasaan ini?”, atau kasarnya “Bagaimana kita membawa
kemerdekaan kembali, seperti media pada zaman kemerdekaan dulu yang mereka
kritis terhadap pemerintahan kolonial yang menjajah?”.
Untuk menjawab itu sangat mudah sekali,
apalagi jika yang berkeinginan untuk merubah adalah anak-anak muda yang mahir
dalam hal teknologi dan informasi sekarang ini.
Di zaman sekarang persebaran media tidak
terbatas hanya pada stasiun TV atau surat kabar saja. Tapi wilayah persebaran
informasi sudah melesat luar biasa, karena sudah adanya internet. Dengan
internet kita dapat mengakses media sosial. Pamor media sosial dalam
menyebarkan informasi bahkan mampu menyaingi stasiun TV dan surat kabar.
Mengapa bisa demikian? Karena pengakses media sosial lebih banyak ketimbang
pengakses berita di stasiun televisi dan surat kabar, apalagi para anak
mudanya. Kalau kita bertanya kepada para anak muda entah itu pelajar atau
mahasiswa, “Apakah mereka sering update status atau baca koran?”, tentu
mereka akan jawab lebih sering update status. Kalau kita tanya kepada pelajar
atau mahasiswa, “Lebih sering browsing dan nonton youtube atau nonton berita
di televisi?”, tentu mereka akan jawab lebih sering brwosing di internet
dan nonton youtube daripada mantengin berita. Hal diatas menunjukkan bahwa
generasi muda lebih banyak berkutat di dunia maya daripada nonton berita atau
baca koran.
Oleh karena itu anak muda sekarang
sebenarnya punya kesempatan yang lebih besar untuk sebuah Revolusi dibanding
anak muda zaman penjajahan dan zaman Orde Baru. Gerakan anak muda di media pada
zaman penjajahan masih dimata-matai oleh penjajah, sehingga ada rasa takut
untuk terbuka menyuarakan kemerdekaan. Di masa orde baru gerakan wartawan muda
(AJI) harus diintai terus oleh pemerintahan Soeharto, begitu pula mahasiswanya. Tapi di era ini, anak muda
bebas mengemukakan pendapat dan protesnya atas ketidaksepakatan mereka dengan
siapa saja terutama pemerintah.
Namun sayangnya, anak muda zaman sekarang
tidak memanfaatkan momentum ini. Anak muda menggunakan media sosial mereka
untuk narsis pada hal-hal yang bersifat personal dan individual bukan untuk
kepentingan banyak. Coba lihat media sosial remaja zaman sekarang, lihat!. Apa
yang mereka upload?, apa yang mereka posting?, apa yang mereka protes?, apa
yang mereka keluhkan?, apa yang mereka tangisi?.
adakah anak muda yang mau protes terahdap
pemerintah, yang mereka masih tidak memperdulikan rakyat miskin?, adakah anak
muda mau buat status tentang kesedihan mereka tehadap negeri yang barang
tambangnya dikuras habis oleh bangsa asing?, adakah anak muda yang mereka
upload foto-foto rakyat-rakyat miskin yang tidak dapat jaminan kesehatan, susah
berobat ke rumah sakit dsb, agar disitu timbul komentar dari kawan supaya
semuanya bersikap empati dan peduli terhadap kondisi rakyat miskin?, adakah
anak muda di media sosial yang mau mengajak kawan-kawan mereka untuk mengawasi
jalannya pemerintahan ini?, hampir jarang sekali.
kita punya kesempatan itu tapi tidak kita
manfaatkan. Kita punya senjata saat ini yaitu media sosial tapi tidak kita
gunakan untuk menembaki para pecundang-pecundang negeri. Kita punya kesempatan
untuk menulis status, bebas apa saja, tapi kebebasan itu tidak kita gunakan
untuk sesuatu yang membangun. Kita punya ruang untuk mengunggah foto dan video,
tapi apa yang kebanyak diunggah?, foto pribadi, foto bersama pacar, foto makan
bareng teman. Buta!!! mata kita terhadap jutaan rakyat miskin yang masih harus
menjadi pengemis dan gelandangan di negeri sendiri.
Beginikah pemuda yang cinta kemerdekaan?,
beginikah pemuda yang cinta pahlawan?, beginikah pemuda yang agamis?, beginikah
pemuda penerus bangsa?, kalau begini, saya mending tidak hidup di zaman ketika
kalian memimpin, karena saya yakin negeri ini menjadi lebih suram dari zaman
kolonial dulu.
Saya tidak mengajak untuk berdemo di
jalan, karena mungkin itu cukup berat untuk para anak muda yang non aktivis. Tapi
saya mengajak untuk semua anak muda agar menyadari fasilitas dan kesempatan
yang kita punya agar dimanfaatkan bukan hanya untuk kepentingan pribadi saja
tapi juga untuk memperbaiki kondisi yang memang sudah saatnya untuk diperbaiki
Wassalam..........
0 komentar:
Posting Komentar