Saya masih ingat waktu saya Aliyah dulu,
ketika sekolah dan mondok di sebuah pondok pesantren. Sebagai sekolah yang berlatar
belakang agama Islam sudah tentu akan ada banyak hal yang ditemukan yang
kaitannya dengan agama di tempat saya menempuh pendidikan ini. Di pondok ini
saya tidak hanya mendapati belajar aqidah, fiqih, dan akhlak saja, akan tetapi
mulai meluas ke pemikiran-pemikiran atau perbedaan pemikiran Islam di
Indonesia.
Ada dua organisasi besar yang sering
menjadi bahan debat kawan-kawan waktu itu, yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Perbedaan dua organisasi ini yang sangat sering dimunculkan di permukaan
diskusi adalah mengenai perbedaan tentang penentuan awal bulan Ramadhan dan
Hari Raya Id.
Saya masih ingat ketika diskusi diadakan,
guru menyatukan dua kelas yang berbeda yaitu kelas jurusan IPA dan IPS menjadi
satu kelas dan isu mengenai kedua organisasi tersebut didiskusikan. Karena para
siswa dan siswi tidak punya bekal yang mendalam terkait isu tersebut, maka yang
terjadi adalah debat kusir serta sanggahan yang ekstrem, yang membuat kedua
organisasi tersebut seperti tidak akur.
Ketika melanjutkan pendidikan di perguruan
tinggi yang background agama Islam, saya kembali menemukan perbedaan-perbedaan
golongan dalam Islam lebih banyak lagi, tidak sekedar NU dan Muhammadiyah,
bahkan untuk kedua organisasi ini clear tidak ada masalah yang begitu
serius mendera. Namun selain organisasi tersebut, ternyata ada banyak golongan
lain yang saya baru ketahui dan kemudian saya melihat perbedaan-perbedaan
diantaranya begitu kuat.
Sebagai seorang muslim yang takut dan care
pada keyakinan dalam agama, tentu saja perbedaan-perbedaan ini tidak bisa
dibiarkan begitu saja. Harus ada jalan yang ditempuh dan harus ada pengetahuan
tentang golongan mana yang menyimpang dan tidak menyimpang. Maka saya mencoba
mengamati perbedaan-perbedaan ini dengan studi kepustakaan. Mencari buku-buku
yang kira-kira bisa mejawab masalah tersebut, atau paling tidak buku-buku yang
dapat menampilkan pemahaman-pemahaman dari golongan-golongan yang ada, terutama
golongan Islam yang ada di Indonesia.
Dan pada akhirnya saya menemukan satu
buku yang menurut saya lumayan mengupas masalah-masalah perbedaan-perbedaan
antara golongan-golongan dalam Islam. Buku itu ditulis oleh Hisanori Kato
berjudul Islam Di Mata Orang Jepang terbitan Kompas. Buku ini sebenarnya
tidaklah membuat perbedaan-perbedaan semakin meruncing, tapi tujuan buku ini
adalah mencari titik temu dari beberapa golongan yang ada.
Buku ini tidak melihat golongan-golongan
atau organisasinya, akan tetapi lebih tertuju kepada pemimpin dari tokoh-tokoh
tersebut. ada tokoh Bisma Siregar (pakar hukum), Mohamad Sobary (sosiolog,
kolumnis, dan budayawan), Eka Jaya (anggota FPI), Ismail Yusanto (Juru bicara
Hizbut Tahrir Indonesia), Ulil Abshar Abdalla (Ketua Jaringan Islam Liberal),
Lily Munir (tokoh kesetaraan gender), Fadli Zon (Tokoh Politik Islam), Abu
Bakar Ba’asyir (Tokoh Islam Fundamental), dan Gus Dur (tokoh Islam Nusantara).
Menurut saya penjabaran oleh Hisanori
Kato terkait beberapa tokoh diatas sudah lumayan dalam menambah wawasan saya
mengenai perbedaan-perbedaan yang ada terkait antar beberapa golongan yang ada
di tubuh umat Islam di Indonesia. Ada beberapa hal yang menurut saya luar biasa
dari tulisan Hisanori Kato ini. Pertama, dalam tulisan beliau, dia
menyampaikan apa adanya namun dibalut dengan kata-kata yang tidak memihak salah
satu tokoh, semua tokoh dibahas dengan penuh kelebihan dan kharisma
masing-masing tanpa menjelek-jelekkan tokoh. Kedua, saya setuju dengan
epilog dari tulisan beliau yang mengharapkan adanya diskusi antar tokoh-tokoh
tersebut, karena selama ini para tokoh-tokoh besar yang ada pada masing-masing
golongan jarang bertemu dalam kehangatan, yang ada justru pertikaian tanpa
pernah bertemu.
Hisanori kato menyadari betul bahwa di
semua tokoh-tokoh tersebut ia merasakan kehangatan dan kenyamanan saat bertemu
untuk melakukan dialog atau wawancara. Tidak adanya tindakan yang membuat Hisanori
Kato merasa kecewa dan tidak nyaman ketika bertemu para tokoh-tokoh di atas.
Setelah membaca tulisan Hisanori Kato,
saya melihat perbedaan-perbedaan yang sebenarnya tidak harus menimbulkan
kebencian antar umat muslim, seperti waktu ketika saya Aliyah dimana anak muda
yang mengaku NU kadang menyindir anak muda yang mengaku Muhammadiyah, begitu
juga sebaliknya.
Di saat sekarang saya masih merasakan
pilu yang cukup mendalam ketika di dunia maya dan dunia nyata, golongan Islam
di Indonesia saling membalas opini, gambar, anekdot, yang latar belakangnya
karena benci dsb. Padahal jika perbedaan ini didiskusikan mungkin tidak terjadi
kebencian yang begitu mendalam diantara golongan tersebut.
Dari tulisan Hisanori Kato saya belajar
satu hal, bahwa teologi, tafsiran, pemahaman, pemikiran manusia jika
dibenturkan satu sama lain akan menimbulkan gesekan kebencian karena setiap
manusia akan mengaku dirinyalah yang benar, tapi sepertinya tidak akan terjadi
bila manusia itu bertemu secara fisik dan mendiskusikan kembali pemikiran
mereka dengan meninggalkan pemikiran pribadi mereka dan membuka pikiran untuk
pendapat orang lain.
Buku Hisanori Kato sangat layak menjadi
referensi jika kita ingin memahmi perbedaan-perbedaan golongan di Indonesia
namun bukan dengan tujuan untuk mencari kesalahan akan tetapi dengan tujuan
mendamaikan.
0 komentar:
Posting Komentar