Jumat, 28 April 2017

PESTA WISUDA YANG TAK BERKESUDAHAN



Tanggal 15 April 2017, kampus tempat saya kuliah –IAIN Pontianak- menggelar hajatan terbesar yaitu wisuda sarjana dan pascasarjana. Tidak lama setelah itu, kampus UNTAN Pontianak, tepatnya pada tanggal 27 April 2017, juga turut menggelar pesta yang sama. Saya ingin mengucapkan selamat kepada semua yang sudah berhasil meraih gelar sarjana. Dan ucapan selamat ini penting sekali untuk mendinginkan perasaan kalian, sebelum kalian –yang sudah bergelar sarjana-, membaca pragraf-pragraf selanjutnya.

sumber gambar: www.uib.ac.id


Ada satu hal yang selama ini cukup menganggu pikiran saya, yaitu ketika melihat seorang sarjana yang membanggakan wisuda dan gelarnya secara berlebihan. Dari mana kok tau berlebihan?. Dari foto wisuda yang tidak henti-hentinya diupload ke media sosial.

Saya punya teman di media sosial, dia kemarin wisuda tanggal 15 April 2017. Dan di media sosialnya, dari tanggal 15 April 2017 sampai sekarang -28 April 2017-, foto-foto wisudanya nggak pernah khatam nongol di media sosial. Jam empat shubuh -baru bangun-, upload foto wisuda, tiga jam berikutnya upload foto wisuda, empat jam berikutnya lagi, upload foto wisuda lagi, lima kali sehari, udah mirip sama jadwal sholat wajib, lima waktu harus ada.

Dan yang cukup menggelitik, fotonya itu beda-beda; ada foto bersama rektor, bersama dosen (dosen kuliah, pembimbing, penguji), bersama teman (teman TK, SD, SMP, SMA, kuliah, organisasi, teman tapi mesra dsb), bersama keluarga (orang tua, saudara, saudari, sepupu, keponakan, kakek, nenek), dan itu nggak habis-habis.

Dan latar tempat fotonya juga bermacam-macam, ada yang foto di gedung tempat berlangsungnya acara, ada di luar gedung, ada yang di studio buatan di luar gedung -yang backgroundnya barisan buku-buku palsu-, ada yang di bawah pohon, di tepi parit, ini foto wisuda atau foto model?.

Saya curiga, ni orang punya 500 koleksi foto wisuda. Jadi, untuk menghabiskan fotonya agar bisa terlihat semua oleh temannya di media sosial, dia punya taktik, selama satu hari harus upload lima foto wisuda. Sehingga dalam waktu 100 hari, foto wisudanya bisa terupload semua di media sosial, dengan harapan orang tau kalau dia udah wisuda. 

Tapi masih mending, ada lagi yang sangat berlebihan. Dia udah wisuda beberapa bulan yang lalu. Tapi pada saat temennya baru wisuda, dan temennya upload foto wisuda, eh yang udah wisuda beberapa bulan yang lalu ini ikut-ikut upload foto wisuda. Setelah diselidiki, ternyata dia masih punya beberapa stok foto wisuda yang belum diupload, maklum ada 500 koleksi foto wisuda. Abis itu kasi caption di bawah foto: “Upload foto wisuda juga ah, ikut teman-teman yang wisuda hari ini”, padahal ni orang udah wisuda beberapa bulan yang lalu. Kok masih aja... foto lamanya diungkit-ungkit?.

Dari kejadian itu saya berkesimpulan bahwa; bukan hanya orang yang diputusin pacar aja yang nggak bisa move on. Sarjana juga banyak yang belum bisa move on, belum bisa move on dari wisuda, padahal wisudanya dia udah lewat, masih aja diingat dan dibawa-bawa ke permukaan.

Dan hal ini, yaitu berlebihan dalam membanggakan wisuda, sudah membudaya di kehidupan kampus kita. Saking membudayanya, temen saya heran saat liat saya yang waktu selesai acara wisuda langsung keluar. Waktu itu saya tidak lagi foto bersama pihak kampus, tidak lagi foto bersama temen, tidak lagi foto sama bangunan kampus dan sebagainya. Saya keluar, ketemu keluarga, foto dengan dua kali jepret sama keluarga setelah itu pulang. Seandainya saja bukan orang tua yang melahirkan dan membiayai saya kuliah, saya mungkin akan menolak untuk diajak foto. Sumpah. Karena bagi saya foto wisuda nggak penting, yang penting tu ijazahnya; penting untuk kerja, penting untuk lanjut S2. Kalau foto..., mungkin penting sih... penting untuk dipamerkan. Lah riya’ jadinya.

Karena begini, ada empat alasan yang membuat saya berpandangan bahwa membanggakan dan mengunggah foto wisuda sarjana secara berlebihan itu tidak pantas, dan empat alasan yang membuat kita sekarang seharusnya menyikapi gelar sarjana dan wisuda dengan sikap yang biasa saja.

Apa saja keempat alasan itu?.

Pertama, jumlah sarjana udah banyak. Organisasi kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menyatakan Indonesia bakal menjadi negara dengan jumlah sarjana muda terbanyak kelima di masa depan. Bahkan posisinya terbanyak kelima di dunia. Mereka memprediksikan akan terwujud di tahun 2020. Berita ini ditulis tahun 2012 di merdeka.com. Sekarang 2017, berarti sekarang lagi banyak-banyaknya sarjana dibanding sebelumnya dan akan memuncak pada tahun 2020.

Kalau sarjana sekarang udah banyak, nggak lagi sedikit seperti zaman kakek nenek kita, terus apa yang mau dibanggakan?. Mau pamer ke tetangga, dia udah sarjana. Pamer ke teman, dia udah sarjana. Pamer ke orang yang nggak dikenal, dia malah udah dapat kerja. Malah kita yang sarjana yang sedih, karena belum dapat kerja. Jadi buat apa bangga secara berlebihan?. biasa aja, anggap aja lulus SD, udah.

Kedua, masa-masa kuliah yang biasa. Kalau saya liat, terutama teman-teman kampus saya, kuliahnya ya biasa-biasa aja, malah ada yang malas-malasan. Ngerjain makalah biasa, presentasi di depan kelas ya biasa, nggak juga meriah-meriah amat power pointnya, kemudian nilainya ya biasa, nggak ada yang IPK 4,00. Ilmunya ya biasa, bahkan ada yang belum bisa baca Al-Quran. Penelitiannya atau skripsinya ya biasa, beberapa bulan selesai, bahkan ada yang dua bulan selesai, penelitian macam apa yang selesai dua bulan?. Kita juga meneliti nggak seperti Harry A. Poeze, yang meneliti tokoh Tan Malaka selama 40 tahun, nggak kan?. Lalu apa yang di wow kan dari sarjana?. Biasa aja. Lalu ngapain foto wisudanya harus disebarkan tujuh hari tujuh malam seolah udah menemukan teori baru saat sarjana?.

Ketiga, sarjana adalah penyumbang pengangguran terbesar. Saya kutip dari Okezone.com, nanti kalian boleh googling sendiri. Disitu disebutkan, pada tahun 2015, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 7,56 juta orang. Dan 600 ribu dari 7,56 juta itu adalah lulusan perguruan tinggi baik diploma maupun sarjana. Jadi?.

Jadi seharusnya kita bersedih saat sarjana, jangan-jangan setelah kita sarjana bukannya mengurangi angka pengangguran (aib) di negeri ini, yang ada malah menambah. Seharusnya orang-orang saat wisuda itu merenung, tatapannya nanar, tak berdaya untuk membuka kamera dan berselfie ria, karena dia tau, setelah dia sarjana nyawa negeri ini ada di tangannya, tugas dia akan lebih berat, baik untuk diri sendiri, negaranya dan dunia. 

Bukan sebaliknya, jepret sana-sini, selfie, groufie, kemudian upload di media sosial lima kali sehari selama berpuluh-puluh hari. Yang jadi pertanyaan, “Apa kontribusi foto wisuda yang diupload lima kali sehari itu untuk dunia?”. “Apakah dengan adanya foto wisuda anda selama 30 hari di media sosial membuat lapangan pekerjaan jadi bermunculan?, kan enggak”.

Keempat, sarjana dan bukan sarjana punya peluang sukses yang sama.  Mungkin sejak kecil sudah ditanamkan di dalam pikiran kita bahwa orang yang sukses adalah orang yang berpendidikan tinggi, dan sarjana adalah salah satu indikatornya. Tapi itu mantra-mantra zaman dulu. Sekarang mantra itu udah nggak kepakai lagi. Sebab orang yang tidak kuliah pun, yang tidak ada gelar sarjana di belakangnya, juga bisa sukses. 

Nggak percaya?. 

Forbes.com (situs dari majalah bisnis dan finansial Amerika Serikat) sudah merilis data The World’s Billionaires Top 100 untuk tanggal 28 April tahun 2017. Peringkat orang kaya pertama dunia masih ditempati oleh Bill Gates. Silahkan masuk ke situs tersebut dengan keyword The World’s Billionaires Top 100, kalau sudah masuk silahkan klik foto Bill Gates di situs itu, dan scroll ke bawah, anda bisa lihat bagian educationnya, Bill Gates -orang kaya pertama itu- ternyata Drop Out dari Harvard University. Nggak selesai kuliah, tapi kekayaannya berada di peringkat pertama. Bukan hanya kaya, badan amalnya juga banyak, keliling dunia untuk beramal. Itu Bill Gates, kuliahnya nggak selesai.

Terus di peringkat lima ada Mark Zuckerberg (Cofounder Facebook), Drop Out dari Harvard juga sama dengan Bill Gates. Peringkat ke tujuh ada Larry Ellison (CEO dan Founder Oracle), yang Drop Out dari University of Chicago, University of Illionis, Urbana-Champaign.

Itu semua orang kaya dan yang harus dicatat, mereka nggak selesai kuliah, tapi sukses luar biasa. Jadi sekarang ubah mindset kita bahwa sarjana bukan satu-satunya makhluk yang istimewa, sehingga harus dibanggakan secara berlebihan. Biasa aja. Kalau masalah sukses, yang nggak sarjana juga bisa. Jadi biasa aja.

***

Lalu tidak bolehkah upload foto wisuda?.

Ya bolehlah, tapi ya sekedar aja. Jangan terlalu yang berlebihan. Kan malu sama Bill Gates dan Mark Zuckerberg. Mereka yang kaya dengan tanpa gelar sarjana aja woles, kok yang sarjana belum tentu dapat kerja udah lebay.

***
Tapi menurut saya, ada satu orang yang saya rasa dia harus upload foto wisuda sarjananya, bahkan disebarkan ke orang banyak. Siapa dia?.

Yaitu yang berhasil mendapatkan gelar sarjana dengan biaya sendiri dan memang karena orang tuanya tidak mampu, setelah itu berprestasi pula, dan dia satu-satunya yang berhasil mendapatkan gelar sarjana di kampungnya. Orang seperti ini yang seharusnya dipersilahkan dan diberi ruang seluas-luasnya untuk mengupload foto wisudanya, lebih mantap lagi kalau ada caption motivasinya. Supaya apa yang ia lakukan itu bisa menjadi pelajaran buat orang lain, terutama buat orang-orang yang ada di kampungnya yang belum bisa mendapatkan gelar sarjana karena kendala biaya. 

Tapi bagi kita yang sarjananya biasa aja, kuliah biaya orang tua, kuliahnya juga biasa aja, penelitiannya biasa aja, dapat pekerjaan pun belum tentu juga,... ya... merayakan wisudanya juga biasa-biasa aja lah ya, jangan yang berlebihan seperti contoh sebelumnya.
 
Sekian.

Share:

6 komentar:

  1. Dilema foto wisuda.. Keren..��

    BalasHapus
  2. Selama itu tidak menggangu kenapa harus di hiraukan. I think that is a wich make they pround.Dont fals they. PIIIS

    BalasHapus
  3. Mantap Celoteh tulisan kawan saye ni.. Bise bayak belajar saye ni.dengan kwn saye 1 ni..

    BalasHapus