Saya
akan bercerita tentang sebuah desa yang begitu subur, yang letaknya berada di
dekat pegunungan. Saking suburnya, setiap potongan batang tanaman yang dilempar
ke tanah pasti tumbuh, batang Singkong misalkan. Pernah suatu hari warga desa
melempar potongan batang Kelapa setinggi satu meter ke tanah, dan ternyata
tumbuh; tumbuh jamur.
Tentu
saja tumbuhnya berbagai macam tanaman akan memancing datangnya berbagai jenis
hewan. Sehingga ada banyak hewan yang melakukan eksodus dari tempat asal menuju
desa yang subur itu, seperti Gallus
gallus, Artamus leucorynchus, Anax imperator, Bos taurus, Macaca dan
masih banyak lagi yang lain. Sayangnya Unta tidak begitu tertarik untuk
melakukan migrasi ke desa yang subur itu.
Tak
jauh dari pegunungan dan desa itu terdapat sungai yang airnya luar biasa
jernih. Saking jernihnya, kita bisa melihat ikan dan dasar sungai dari permukaan
sungai. Namun kejernihan air sangat merugikan para pemancing. Apa sebab?, karena
ikan dapat mengetahui makanan yang turun ke dalam sungai, apakah itu dari
pemancing atau bukan. Mereka bisa melihat pemancing sebagaimana pemancing bisa
melihat mereka.
Ternyata
kejernihan air sangat berpengaruh terhadap kecerdasan dan kejernihan berpikir
sang ikan. Hal ini pernah diteliti oleh teman saya yang berada di fakultas ilmu
sosial dan politik. Ia sudah meneliti sebelum mengajukan judul tersebut ke
ketua jurusan. Akhirnya, ketika judul itu hendak dijadikan tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana, judul itu ditolak, tentu saja dengan alasan klasik, yaitu sudah banyak yang meneliti
hal tersebut.
Untuk
itu, warga desa tidak pernah menangkap ikan dengan cara memancing, melainkan
dengan menggunakan racun. Tentu saja itu berdampak buruk bagi ekosistem sungai,
tapi siapa yang peduli?. Hanya ikan yang peduli. Untuk mewujudkan rasa
kepedulian itu, saat ini para ikan sedang berencana untuk membuat hari bebas ikan sedunia. Rencananya,
untuk memperingati hari itu, para ikan akan mengenakan kostum manusia seperti
jas, baju kaos, dan sarung.
Karena
dua hal itulah, yaitu tanah yang subur dan sungai yang jernih, maka desa itu
diberi nama Uprica.
http://photo-blogaktiv.blogspot.co.id |
Namun
satu hal yang harus kita ketahui, daya tarik desa itu bukan hanya kesuburan
tanahnya, bukan hanya sungainya yang jernih, bukan pula batang kelapa yang
dilempar kemudian berjamur, tapi yang menjadi kemewahan di desa tersebut adalah
adanya pertandingan luar biasa yang hanya diadakan sekali dalam empat setengah
tahun. Kemeriahan pertandingan itu mengalahkan kemeriahan konser Coldplay di
kota London, mengalahkan keseruan pertandingan Barcelona melawan Real Madrid,
bahkan tak ada bandingnya dengan kedatangan Raja Salman ke Indonesia, lebih
dari itu. Mengapa?, karena penduduk desa tidak tau itu semua, mereka tak punya
televisi dan tak ada sambungan internet. Sehingga pertandingan itu adalah satu-satuya
hiburan untuk mereka.
Pertandingan
apa itu?.
Pertandingan
itu adalah pertandingan mengeluarkan isi keong dari cangkangnya dengan
menggunakan tangan kosong. Yang dimaksud tangan kosong disini bukan berarti
tangan itu tidak ada penumpangnya, bukan!. Perumpamaan kosong dengan tidak ada
penumpang itu hanya diperuntukkan bagi angkutan umum seperti bis. Maksud tangan
kosong disini ialah dengan tanpa menggunakan alat bantu, seperti peniti, palu
dan arit.
Sebenarnya
yang membuat pertandingan ini sangat meriah, seru dan ditungu-tungu adalah
karena sejarah atau latar belakang pertandingannya. Bahkan untuk sejarah dan
latar belakang pertandingan itu sendiri terdapat tiga versi.
Versi pertama,
sekitar enam puluh tahun yang lalu, desa Uprica ini dijajah oleh bangsa Globe.
Bangsa Globe ini punya ciri khas yang unik, kepala mereka berbentuk bulat, jari
kaki dan tangan ada lima, rupa-rupa warnanya; hijau, kuning, kelabu, merah muda
dan biru. Tubuh mereka besar dan kekar. Wajah mereka tampak garang, gigi mereka
kuning dan agak tajam. Mereka adalah bangsa penjelajah. Mereka adalah bangsa
yang selalu menuruti perintah sang Raja. Apapun yang diperintahkan oleh sang Raja,
akan mereka laksanakan. Dan kabar buruknya, mereka adalah bangsa yang sombong
dan tidak mau menghargai keberadaan bangsa lain, siapapun yang berada di luar
dari bangsa mereka akan mereka habisi.
Suatu
hari, sampailah bangsa Globe ini ke desa Uprica. Tanpa mengucapkan salam dan
izin terlebih dahulu, mereka langsung menyerang warga desa Uprica dengan sangat
brutal. Tentu saja warga desa Uprica melawan, segala kemampuan dikerahkan
termasuk jurus melarikan diri. Karena semangat patriotisme dan anti
imperialisme, warga desa Uprica bersatu untuk mengalahkan bangsa Globe, meskipun
mereka akhirnya tersudut juga oleh kekuatan bangsa Globe.
Di
tengah kezoliman itu, muncullah seorang ahli Ibadah dari desa Uprica yang bernama
Ghazi. Ia turut melawan bangsa Globe hanya dengan bersenjatakan do’a. Namun
siapa yang mengira, ternyata do’a yang terlantun dari mp3 milik sang ahli
ibadah mampu mematikan bangsa Globe. Bangsa Globe mati tanpa merasa sakit,
seolah nyawa mereka dicabut oleh angin dingin nan lembut yang berasal dari Syam
yang akan mematikan orang mu’min sebelum hari kiamat.
Versi kedua,
sebenarnya sama saja dengan versi pertama, bangsa Globe menyerang warga desa
Uprica. Hanya saja penyelamat yang berhasil mengalahkan bangsa Globe di versi
kedua ini bukanlah ahli Ibadah, melainkan orang pintar yang hampir setiap
harinya menjilat cairan yang biasa digunakan orang untuk mengobati masuk angin. Orang pintar
ini mengalahkan bangsa Globe bukan dengan senjata tajam seperti lidi runcing, petasan
cabe atau meriam karbit, akan tetapi mereka –orang pintar- ini mengalahkan
bangsa Globe dalam lomba cerdas cermat.
Atas
kesepakatan antara kepala desa Uprica dan Raja bangsa Globe, maka yang kalah dalam
lomba cerdas cermat harus mati dengan cara membunuh diri mereka sendiri. Raja bangsa
Globe setuju, pertandingan pun dimulai. Tak disangka, pertanyaan yang
ditanyakan oleh dewan juri sangat sulit, seperti; soal trigonometri,
dimensi 3, dan integral. Tak seperti yang mereka kira. Awalnya mereka kira soal yang keluar adalah soal cerdas cermat tahun lalu, ternyata bukan. Dan tentu saja bangsa Globe tidak bisa menjawab. Sementara
orang pintar dari desa Uprica dengan mudah menjawab soal-soal tersebut, bukan
karena mereka pintar matematika, melainkan karena mereka sudah diberi bocoran
jawaban oleh dewan juri. “Sekali lagi, kecurangan ini demi keselamatan desa
kita,” kata dewan juri.
Karena
kalah, bangsa Globe akhirnya bunuh diri atas perintah Raja mereka sendiri. Sementara
sang Raja sendiri dibunuh oleh dewan juri, karena ia tak berani membunuh
dirinya sendiri, “Phobia,” kata sang Raja.
Versi ketiga, sama
dengan dua versi sebelumnya, yaitu diawali dengan serangan yang dilakukan oleh
bangsa Globe. Dan untuk versi terakhir ini, yang mengalahkan bangsa Globe
adalah seluruh warga desa, bukan ahli Ibadah dan bukan pula orang pintar. Dan
menurut ahli sejarah desa Uprica, versi ketiga ini telah disepakati oleh keluarga
si ahli sejarah saja. Sementara sebagian besar warga desa Uprica tidak sepakat
dengan versi ketiga, mereka lebih memilih versi pertama atau versi kedua,
dengan alasan versi pertama dan kedua itu lucu, sebagian besar warga desa
Uprica suka yang lucu-lucu.
Dari
ketiga versi itu, yang sangat urgen, yang menjadikan lahirnya pertandingan
mengeluarkan isi keong dari cangkangnya adalah karena setelah bangsa Globe
kalah, banyak keong yang bermigrasi ke desa Uprica dan mengganggu tanaman
warga. Bagi mereka, keong-keong ini mengingatkan mereka kepada bangsa Globe yang
pernah menyerang mereka dulunya. Untuk itulah, pertandingan mengeluarkan isi
keong dari cangkangnya ini dijadikan simbol untuk mengingat perlawanan mereka
terhadap bangsa Globe.
Karena
sejarah dan latar belakang itulah, warga desa Uprica sangat antusias untuk
menyelenggarakan dan memeriahkan pertandingan mengeluarkan keong dari
cangkangnya.
Tahun
ini, peserta pertandingan hanya ada dua orang. Satu warga desa asli Uprica dan
satunya lagi warga pendatang yang berasal dari desa Wajingtown. Warga asli desa
Uprica bernama Seina dan warga desa Wajingtown bernama Wajik. Seina dan Wajik
sama-sama berusia empat puluh tahun, namun mereka memilik sifat dan kepribadian
yang berbeda. Siena lebih murah senyum, cerdas dan jika berbicara, seluruh keong
akan mengeluarkan busa dari cangkangnya. Sementara Wajik punya kepribadian yang
keras, emosional, kasar dan mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi, namun ia
lincah, gesit dan irit saat berkendara.
Atas
dasar rapat desa secara terbuka, disepakatilah pertandingan megah ini akan
dilaksanakan hari Kamis siang di lapangan sepak takraw.
Di
saat hari H, beberapa warga mendirikan warung-warung untuk berjualan makanan
dan minuman ringan. Umbul-umbul dengan berbagai macam warna dipasang di sekitar
area pertandingan. Wasit sudah bersiap di tepi lapangan, menggunakan seragam
hijau dan tak lupa membawa kartu merah dan kuning untuk pelanggaran. Kartu
kuning akan dikeluarkan apabila peserta tidak sarapan sebelum pertandingan, dan
kartu merah baru akan dikeluarkan bila peserta dua kali terkena kartu kuning.
Panita perlombaan tampak sibuk menyiapkan ember yang berisi sekitar seratusan
keong. Beberapa panitia yang tidak kebagian tugas, terpaksa bersantai ria di
warung sambil menggoda gadis-gadis yang sengaja menonton dengan tujuan ingin
diperhatikan para lelaki. Untuk menambah kemeriahan, panitia -yang tidak tertarik
menggoda gadis di warung- menghidupkan musik dangdut remix dengan menggunakan
sound system yang mereka sewa dari desa SouthCore, desa yang letaknya seratus
kilometer dari desa Uprica.
Siang
harinya, tepat pukul 12.00 Wib pertandingan akan dimulai, wasit sudah berdiri
di area pertandingan dengan peluit di mulut. Namun pertandingan itu gagal
dimulai karena ada seorang ustadz kondang yang lewat di lapangan dan meminjam mikropon
panitia, ia berceramah tentang keutamaan sholat berjama’ah dan menyeru warga
untuk pergi ke Masjid. Para warga yang ada di lapangan pun bubar dan datang ke
Masjid untuk sholat Dzuhur berjama’ah, terkhusus kepada warga yang muslim. Setelah
Sholat berjama’ah barulah warga bertebaran di muka bumi untuk kembali ke
lapangan, memulai pertandingan. Ustadz kondang pun ikut menyakiskan
pertandingan. Ia duduk di atas kursi plastik berwarna hijau, tak jauh dari
Wajik.
Tepat
pukul 13.00 wib pertandingan dimulai. Siena tampak tenang ketika mengeluarkan
isi keong dari cangkangnya. Siena selalu melakukan izin terlebih dahulu kepada keong sebelum mengeluarkan ia dari cangkangnya, bila tidak diizinkan untuk dicungkil, maka Siena tidak
akan mencungkilnya. Sementara Wajik, ia tidak pernah izin sebelum mencungkil. “Ini
adalah pertandingan, bukan penggusuran lahan,” seru Wajik, “hingga harus pake izin segala.”
Setengah
jam berlalu, Siena sudah mengumpulkan dua puluh isi keong, sementara Wajik
hanya sepuluh isi keong. Waktu pertandingan masih tersisa satu setengah jam
lagi, pas sampai azan Ashar berkumandang. Sebenarnya pertandingan baru akan
selesai Maghrib, karena berhubung ada Ustadz kondang yang meyaksikan, dengan cukup terpaksa pertandingan harus sesuai dengan etika syariat.
Di
tengah-tengah pertandingan, lagu dangdut remix makin terdengar nyaring, sehingga mengganggu konsentrasi Wajik yang tergolong ke dalam jenis manusia
auditori. Karena itu pula, beberapa kali tangannya terluka akibat
cangkang keong.
Hal
itu tentu saja menguntungkan Siena, ia suka lagu dangdut, dan itu membuat ia
mampu mengeluarkan enam puluh isi keong dalam waktu satu jam, sementara Wajik
hanya tiga puluh isi keong.
Karena
faktor lagu yang menganggu konsentrasi dan selisih poin yang jauh dari Siena,
Wajik pun tak mampu mengendalikan emosi. Ia membanting ember dan melemparkan
keong ke arah penonton. Ustadz kondang yang duduk anteng di atas kursi plastik
turut menjadi korban amukan Wajik. Beberapa serpihan cangkang keong menancap ke
wajah sang ustadz. Akibat kekacauan itu, Wajik langsung dikenakan kartu merah
oleh wasit, karena emosi saat pertandingan sama dengan tidak sarapan pagi
selama dua kali. Wajik pun keluar lapangan sambil marah-marah, namun ia tak lupa
untuk meminta maaf terlebih dahulu kepada sang Ustadz.
Atas
kejadian itu, Siena dinyatakan keluar sebagai pemenang. Pemberian hadiah
diserahkan oleh kepala desa langsung di tempat pertandingan. Acara selesai
tepat pada saat azan Ashar, dan warga yang muslim pun bersegara untuk sholat
berjama’ah, meskipun tidak dipimpin oleh ustadz kondang, dikarenakan uzur
syar’i yaitu sakit akibat tusukan cangkang keong.
Wajik
yang keluar dari desa Uprica mencari pertandingan lain. Pucuk dicita ulam pun
tiba, ia berhasil mendaftarkan diri sebagai peserta pertandingan meniup lobang undur-undur
dengan menggunakan pipet di desa SouthCore.
0 komentar:
Posting Komentar