Minggu, 28 Agustus 2016

TOKO BUKU

Salah satu tempat yang paling gue sukai adalah toko buku. Bukan karena gue suka baca buku atau beli buku, tapi karena SPG nya cakep-cakep, bercanda. Menurut salah satu survei mengatakan bahwa; tempat yang paling sering dikunjungi adalah tokoh buku. Dari 10 orang yang dijadikan sampel, mereka semua ditanya; “Dimanakah tempat yang paling sering anda kunjungi?”. 10 orang itu menjawab; “toko buku”. Setelah ditelisik lebih dalam, ternyata 10 orang itu SPG dan SPB toko buku. Si tukang survei langsung ngunyah kertas kuesioner.

sumber gambar: hipwee.com


Gue biasanya pergi ke toko buku tiga atau empat kali dalam sebulan. Lebih rajin ke toko buku daripada bimbingan skripsi, bimbingan skripsi cuma dua kali dalam sebulan saking malasnya. Sayangnya tak banyak toko buku di Pontianak, sehingga tempat langganan gue hanya di gramedia, kalau di gramedia udah gak ada, biasanya gue pesan online di daerah Papua, pesan koteka.

Jadi tujuan gue kalau udah ke Mall adalah toko buku. Gue gak pernah mampir ke KFC, J.CO, atau Dunkin Donuts, pernah deng satu kali, itupun kapok. Gila, pesan kopi satu gelas kecil harganya 35.000, gak enak lagi. Untung waktu itu belum ada kasus sianida. Jadi gue gak masukin sianida ke kopi gue karena saking kesalnya. Kalau ada kan bisa gawat, kasus gue bakal ngalahin kasusnya Mbak Mirna. Judul beritanya di koran bakal seperti ini, “Diduga gagal wisuda, mahasiswa ini nekat bunuh diri dengan sianida”.

Kalau udah ke toko buku, hampir semua bagian  genre buku gue jelajahi. Dari Fiksi, History, Social, Law, Education, Self Improvment, Pyschology, sampai Religi. Bahkan gue pernah tersesat ke salah satu ruangan yang agak gelap dan sepi tapi ada banyak tumpukan buku. Tak lama setelah itu ada satu SPG muncul ngecekin buku yang ada di ruangan tersebut.

“Ini dimana mbak?”, tanya gue.

“Astaghfirullah”, ucap Mbaknya terkejut, dia kira gue salah satu karakter dalam gambar Doodle Art. “Ini gudang mas”, jawabnya mbaknya kasar sambil mengelus-ngelus dada.

“Buset”.

Setelah itu gue disepak sama Mbaknya karena dikira mau maling buku di gudang.

Yang paling gue gak suka kalau sedang berada di toko buku adalah ketika ada orang yang ngobrol dengan suara yang agak keras . Pernah pas waktu gue cari buku di bagian pengembangan diri, gue mendengar orang ngobrol. Suaranya seperti anak baru menginjak masa puber. Gak salah lagi, pas gue liat ternyata emang benar. Satu cowok agak gendut sedang ngobrol sama cewek yang agak kurus. Sepertinya mereka masih SMP. Parahnya lagi mereka ngobrol sambil duduk lesehan di lantai. Emang disini kebun binatang?

“Kamu tau gak cowok di sekolah kita yang namanya Gabriel?”, tanya si cewek.

“Tau, emang kenapa?”, tanya si cowok.

“Banyak tau yang suka sama dia”.

“Wajarlah, dia kan ganteng. Jangan-jangan kamu suka juga?”

Si cewek senyum dan tersipu malu, pipinya langsung merah merona. Tak lama setelah itu darah mengalir dari hidungnya dan .................................... pingsan.

Karena bising, akhirnya gue pindah ke rak buku religi. Rak buku religi selalu dikunjungi oleh mbak-mbak hijab syar’i. Yang paling sering mereka tuju adalah buku yang bercerita tentang nikah. Sayangnya gue sering lihat mereka bukannya membeli, tapi cuma numpang foto bareng buku tersebut. Tapi masih lumayanlah daripada tingkah sepasang muda-mudi yang satu ini.

“Yang, yang, nah fotoin aku”, pinta si cowok sambil menyerahkan kameranya ke ceweknya. Si cowok kemudian berfose seolah sedang membaca sebuah buku.

“Sayang, sayang”, tegur si cewek.

“Ya, ngapa yang?”

 “Bukunya terbalik”, kata si cewek.

“Oh ya sori”, si cowok langsung membalikkan bukunya. “Oke, foto-foto!............. Udah belum?”, tanya si cowok dengan mata yang masih menatap lembaran buku sambil sesekali melihat kamera.

Cekrek...suara kameranya nyaring membuat pengunjung lain menoleh ke arah mereka berdua. Segera mereka bergegas pergi ke rak buku lainnya untuk menghilangkan malu.

Setiap gue masuk ke toko buku, yang paling sering gue lihat atau yang paling sering meramaikan toko buku adalah orang Cina. Bukannya rasis atau membeda-bedakan seolah orang Cina adalah penduduk tersendiri. Bukan. Tapi entah kenapa, walaupun orang Cina sudah masuk menjadi warga Indonesia, tetap saja mental orang Cina dan Pribumi berbeda. Salah satunya adalah; orang Cina bersemangat sekali kalau udah masuk ke toko buku. 

“Novel ini aku udah baca. Emmmm....gak terlalu bagus sih. Bagus kamu beli yang ini aja, aku udah baca yang ini, bagus jalan ceritanya. Romantis,,,aku suka”, kata salah satu cewek (amoy) yang menyarankan kawannya untuk membeli novel karya Ilana Tan.

“Kak, novel ini bagus gak?”, kata gue yang ikut nimbrung sambil memperlihatkan novel Raditya Dika yang berjudul Kambing Jantan.

Sontak salah satu cewek (amoy) yang hiperkatif itu menarik lengan kawannya untuk pergi menjauh dari gue. Mungkin dia mengira gue fans alaynya Raditya Dika.

Tak lama setelah itu datang lagi dua cewek (amoy) menuju salah satu deretan novelnya Paulo Coelho. “Ni......ni........ni........novelnya”, kata salah satu cewek (amoy) sambil menunjuk novel Paulo Coelho yang berjudul The Alchemist. 

“Oh ya ini dia”, jawab temannya sumringah seperti anak kecil menemukan mainannya yang hilang. Kemudian mereka mengambil novel tersebut.

“Trus novel apa lagi tadi?”, tanya salah seorang diantara mereka.

“Emmmmmm novel ini,,,, novelnya Raditya Dika”.

Pas gue dengar nama Raditya Dika disebut, gue langsung mendatangi mereka berdua sambil membawa novel Koala Kumal dan ingin menjelaskan secara singkat kesan gue terhadap novel tersebut. Saat mereka sadar akan kedatangan gue, mereka pun mengalihkan pandangannya ke gue, “emmmm,,,novel Raditya Dika lucu abis Kak, apalagi novel terakhirnya ini, novel Koala Kumal, behhhh,,,sampe keluar usus kalau membacanya”.

Mereka terdiam mematung, buku Paulo Coelho jatuh dari tangannya. “Lari yuk!!!,,,nanti ajalah beli novel Raditya Dikanya”, mereka langsung kabur dari toko buku.

Begitulah orang Cina kalau lagi berada di toko buku. Paling tidak, dua, tiga buku akan mendarat menuju kasir. Tapi gue gak mau kalah. Pas gue ke kasir untuk membayar buku, gue nyombongin diri ke mereka (orang Cina). Tidak tanggung-tanggung, tujuh buah buku tebal gue angkat ke atas meja kasir. “Brakkkk...”, suara buku menghempas meja. 

“Santai Pak”, ucap Mbak kasir.

“Oh... maaf”.

Mbak kasir langsung menghitung total biaya ketujuh buku gue. “Totalnya 700 ribu Pak”.

Gue langsung ngeluarin dompet, pas gue liat, keringat dingin langsung bercucuran dari kening gue. Oh my God...................gue lupa ngambil uang di ATM. 

“Emmm....ini mbak, saya lupa ngambil uang di ATM, saya boleh keluar sebentar gak, ngambil uangnya?, bukunya titip disini dulu aja”, pinta gue dengan perasaan yang sangat-sangat malu.

“Oh ya, gak apa-apa”, sahut mbaknya ramah.

Orang Cina yang mengantri di belakang gue terkekeh-kekeh tertawa sambil menutup mulutnya.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar