Salah
satu tempat yang paling gue sukai adalah toko buku. Bukan karena gue suka baca
buku atau beli buku, tapi karena SPG nya cakep-cakep, bercanda. Menurut salah
satu survei mengatakan bahwa; tempat yang paling sering dikunjungi adalah tokoh
buku. Dari 10 orang yang dijadikan sampel, mereka semua ditanya; “Dimanakah
tempat yang paling sering anda kunjungi?”. 10 orang itu menjawab; “toko buku”.
Setelah ditelisik lebih dalam, ternyata 10 orang itu SPG dan SPB toko buku. Si tukang
survei langsung ngunyah kertas kuesioner.
sumber gambar: hipwee.com |
Gue
biasanya pergi ke toko buku tiga atau empat kali dalam sebulan. Lebih rajin ke
toko buku daripada bimbingan skripsi, bimbingan skripsi cuma dua kali dalam
sebulan saking malasnya. Sayangnya tak banyak toko buku di Pontianak, sehingga
tempat langganan gue hanya di gramedia, kalau di gramedia udah gak ada,
biasanya gue pesan online di daerah Papua, pesan koteka.
Jadi
tujuan gue kalau udah ke Mall adalah toko buku. Gue gak pernah mampir ke KFC, J.CO,
atau Dunkin Donuts, pernah deng satu kali, itupun kapok. Gila, pesan kopi satu
gelas kecil harganya 35.000, gak enak lagi. Untung waktu itu belum ada kasus
sianida. Jadi gue gak masukin sianida ke kopi gue karena saking kesalnya. Kalau
ada kan bisa gawat, kasus gue bakal ngalahin kasusnya Mbak Mirna. Judul
beritanya di koran bakal seperti ini, “Diduga gagal wisuda, mahasiswa ini nekat
bunuh diri dengan sianida”.
Kalau
udah ke toko buku, hampir semua bagian genre
buku gue jelajahi. Dari Fiksi, History, Social, Law, Education, Self
Improvment, Pyschology, sampai Religi. Bahkan gue pernah tersesat ke salah satu
ruangan yang agak gelap dan sepi tapi ada banyak tumpukan buku. Tak lama
setelah itu ada satu SPG muncul ngecekin buku yang ada di ruangan tersebut.
“Ini
dimana mbak?”, tanya gue.
“Astaghfirullah”,
ucap Mbaknya terkejut, dia kira gue salah satu karakter dalam gambar Doodle Art.
“Ini gudang mas”, jawabnya mbaknya kasar sambil mengelus-ngelus dada.
“Buset”.
Setelah
itu gue disepak sama Mbaknya karena dikira mau maling buku di gudang.
Yang
paling gue gak suka kalau sedang berada di toko buku adalah ketika ada orang
yang ngobrol dengan suara yang agak keras . Pernah pas waktu gue cari buku di
bagian pengembangan diri, gue mendengar orang ngobrol. Suaranya seperti anak
baru menginjak masa puber. Gak salah lagi, pas gue liat ternyata emang benar. Satu
cowok agak gendut sedang ngobrol sama cewek yang agak kurus. Sepertinya mereka masih SMP. Parahnya lagi
mereka ngobrol sambil duduk lesehan di lantai. Emang disini kebun binatang?
“Kamu tau
gak cowok di sekolah kita yang namanya Gabriel?”, tanya si cewek.
“Tau,
emang kenapa?”, tanya si cowok.
“Banyak
tau yang suka sama dia”.
“Wajarlah,
dia kan ganteng. Jangan-jangan kamu suka juga?”
Si cewek
senyum dan tersipu malu, pipinya langsung merah merona. Tak lama setelah itu darah
mengalir dari hidungnya dan .................................... pingsan.
Karena bising,
akhirnya gue pindah ke rak buku religi. Rak buku religi selalu dikunjungi oleh
mbak-mbak hijab syar’i. Yang paling sering mereka tuju adalah buku yang
bercerita tentang nikah. Sayangnya gue sering lihat mereka bukannya membeli,
tapi cuma numpang foto bareng buku tersebut. Tapi masih lumayanlah daripada
tingkah sepasang muda-mudi yang satu ini.
“Yang, yang,
nah fotoin aku”, pinta si cowok sambil menyerahkan kameranya ke ceweknya. Si cowok
kemudian berfose seolah sedang membaca sebuah buku.
“Sayang,
sayang”, tegur si cewek.
“Ya,
ngapa yang?”
“Bukunya terbalik”, kata si cewek.
“Oh ya
sori”, si cowok langsung membalikkan bukunya. “Oke, foto-foto!............. Udah
belum?”, tanya si cowok dengan mata yang masih menatap lembaran buku sambil sesekali melihat kamera.
Cekrek...suara
kameranya nyaring membuat pengunjung lain menoleh ke arah mereka berdua. Segera
mereka bergegas pergi ke rak buku lainnya untuk menghilangkan malu.
Setiap gue
masuk ke toko buku, yang paling sering gue lihat atau yang paling sering
meramaikan toko buku adalah orang Cina. Bukannya rasis atau membeda-bedakan
seolah orang Cina adalah penduduk tersendiri. Bukan. Tapi entah kenapa,
walaupun orang Cina sudah masuk menjadi warga Indonesia, tetap saja mental
orang Cina dan Pribumi berbeda. Salah satunya adalah; orang Cina bersemangat sekali
kalau udah masuk ke toko buku.
“Novel
ini aku udah baca. Emmmm....gak terlalu bagus sih. Bagus kamu beli yang ini
aja, aku udah baca yang ini, bagus jalan ceritanya. Romantis,,,aku suka”, kata
salah satu cewek (amoy) yang menyarankan kawannya untuk membeli novel karya Ilana
Tan.
“Kak, novel
ini bagus gak?”, kata gue yang ikut nimbrung sambil memperlihatkan novel Raditya
Dika yang berjudul Kambing Jantan.
Sontak salah
satu cewek (amoy) yang hiperkatif itu menarik lengan kawannya untuk pergi
menjauh dari gue. Mungkin dia mengira gue fans alaynya Raditya Dika.
Tak lama
setelah itu datang lagi dua cewek (amoy) menuju salah satu deretan novelnya
Paulo Coelho. “Ni......ni........ni........novelnya”, kata salah satu cewek (amoy)
sambil menunjuk novel Paulo Coelho yang berjudul The Alchemist.
“Oh ya
ini dia”, jawab temannya sumringah seperti anak kecil menemukan mainannya yang
hilang. Kemudian mereka mengambil novel tersebut.
“Trus
novel apa lagi tadi?”, tanya salah seorang diantara mereka.
“Emmmmmm
novel ini,,,, novelnya Raditya Dika”.
Pas gue
dengar nama Raditya Dika disebut, gue langsung mendatangi mereka berdua sambil
membawa novel Koala Kumal dan ingin menjelaskan secara singkat kesan gue
terhadap novel tersebut. Saat mereka sadar akan kedatangan gue, mereka pun
mengalihkan pandangannya ke gue, “emmmm,,,novel Raditya Dika lucu abis Kak,
apalagi novel terakhirnya ini, novel Koala Kumal, behhhh,,,sampe keluar usus
kalau membacanya”.
Mereka terdiam
mematung, buku Paulo Coelho jatuh dari tangannya. “Lari yuk!!!,,,nanti ajalah
beli novel Raditya Dikanya”, mereka langsung kabur dari toko buku.
Begitulah
orang Cina kalau lagi berada di toko buku. Paling tidak, dua, tiga buku akan
mendarat menuju kasir. Tapi gue gak mau kalah. Pas gue ke kasir untuk membayar buku, gue
nyombongin diri ke mereka (orang Cina). Tidak tanggung-tanggung, tujuh buah buku
tebal gue angkat ke atas meja kasir. “Brakkkk...”, suara buku menghempas meja.
“Santai
Pak”, ucap Mbak kasir.
“Oh...
maaf”.
Mbak
kasir langsung menghitung total biaya ketujuh buku gue. “Totalnya 700 ribu Pak”.
Gue langsung
ngeluarin dompet, pas gue liat, keringat dingin langsung bercucuran dari kening
gue. Oh my God...................gue lupa ngambil uang di ATM.
“Emmm....ini
mbak, saya lupa ngambil uang di ATM, saya boleh keluar sebentar gak, ngambil
uangnya?, bukunya titip disini dulu aja”, pinta gue dengan perasaan yang
sangat-sangat malu.
“Oh ya,
gak apa-apa”, sahut mbaknya ramah.
Orang
Cina yang mengantri di belakang gue terkekeh-kekeh tertawa sambil menutup
mulutnya.
0 komentar:
Posting Komentar