Selasa, 30 Agustus 2016

AKSI TIGA PEMUDA MENGHADAPI BENCANA

Selasa, 30 Agustus 2016.

Pagi hari pukul 10.00 WIB gue mendapati pemberitahuan cuaca di facebook yang mengatakan kalau hari ini akan turun hujan dan badai. Facebook juga menghimbau kepada para penggunanya untuk sedia payung sebelum hujan. Karena kurang yakin, gue keluar untuk ngecek kebenarannya. Cuaca di luar sangat kontras sekali dengan apa yang disampaikan di facebook. Matahari bersinar cerah, langit biru, awan masih putih dan yang pasti gue masih tetap sendiri, oh noooo. Tak ada tanda-tanda akan turun hujan apalagi badai. Mark Zuckerberg emang keterlaluan mau bohongin gue, emang gue cowok apaan?. Iuew.

Pukul 13.00 WIB saat gue sedang asik nulis di netbook, Kentus datang entah darimana. 

“Panas Zid, panas, panas”, keluh Kentus yang setelah masuk kamar langsung guling-guling di karpet seperti kerasukan.

Gue gak menghiraukan Kentus yang mengeluh kepanasan, walaupun sebenarnya gue juga kepanasan. Siang ini panasnya emang luar biasa dibanding hari-hari sebelumnya. Kemarin-kemarin emang gak ada hujan dan lumayan panas, tapi hari ini panasnya beda dan lebih kuat, gak seperti biasanya.

Tak lama setelah itu Kentus senyap, gak bergerak gak bersuara. Badannya udah basah oleh keringat. Gue mendekat, jantungnya seperti gak berdetak, hidungnya seperti gak lagi mengeluarkan karbon dioksida. Tapi mulutnya mangap sampai dimasukin semut merah. Gue udah mulai khawatir, jangan-jangan Kentus udah dipanggil oleh yang diatas. Akhirnya gue agak mendekat lagi sedikit, tiba-tiba....”ntuuuttttt”, kampret,,,dia malah kentut. Kesimpulannya Kentus masih hidup, dia hanya tertidur.

Pukul 14.00 WIB Oriq pulang dari sekolah. Oriq adalah teman sekamar gue, tahun ini dia baru masuk SMA di salah satu SMA ternama di Pontianak. Anaknya agak kurus, rambutnya keriting, kulit agak hitam, tingginya sekitar 160 cm dan yang pasti jomblo. Saat Oriq tiba ke asrama, gue udah ngantuk  berat dan akhirnya tertidur menyusul Kentus. Di mimpi kami bertemu, Kentus masih kepanasan, “Panas, panas, panas”, ternyata kami sedang mimpi di lahar gunung berapi.

Pukul 14.30 WIB gue udah mulai sadar tapi masih malas-malasan untuk bangun. Beberapa kali pintu kamar terbanting oleh angin kencang, begitupula jendela. Gue akhirnya bangun dan melihat langit dari kaca jendela udah gelap banget. Kami tinggal di sebuah bangunan empat tingkat, kamar kami tepatnya di tingkat ketiga. 

Oriq udah terlihat panik menahan beberapa jendela yang gak memilik slot kunci. Melihat angin yang masuk lewat pintu begitu kuat, gue segera menuju pintu untuk menutupnya. Kamar udah gelap seperti waktu maghrib, angin begitu kencang, beberapa kali suara petir terdengar, sementara itu Kentus masih tertidur pulas, Kentus gue lempar pake sapu. 

Saat gue sedang susah-susahnya menutup pintu karena melawan arah angin, Oriq malah kepengen keluar kamar.

“Eh, Riq kau mau kemana?”, tanya gue panik sambil narik tangan Oriq. Angin begitu kuat, saking kuatnya, bungkus indomie yang berterbangan melesat masuk ke mulut gue. “khrok,,oooghkkk,,oooghkkk” (keselek).

Muka Oriq udah pucat. Kulitnya yang hitam menjadi putih bersinar di tengah kegelapan langit. “Angin bang, angin”, kata Oriq panik sambil nunjuk ke belakang, ke arah jendela kaca.

Tangan Oriq langsung gue tarik dengan kuat dan dia terlempar ke dalam kamar menghantam Kentus yang masih tertidur pulas (mereka akhirnya berpelukan). Pintu segera gue kunci. Gue melihat keadaan luar lewat ventilasi kaca yang ada di dekat pintu. Sumpah baru kali ini gue melihat angin begitu kuat menghantam rumah-rumah penduduk. Seng, kayu balok, terpal dan entah apa lagi berterbangan seperti debu. 

Oriq lari ke arah jendela untuk menahan beberapa jendela agar tidak terbuka. Kentus bangun, duduk bersila, menggosok-gosok mata dan kentut “ntuuuuuuuutttt”. 

“Ntus, angin kuat ntus”, kata gue masih panik untuk mengingatkan Kentus.

“Orang kentut dibilang angin kuat, aneh kau ni Zid”, ucap kentus santai sambil menguap.

Kentus berdiri dan berjalan ke arah Oriq yang sedang sibuk menahan jendela. 

Setelah melihat apa yang terjadi, Kentus terkejut dan panik sambil lari  tak beraturan untuk mengamankan barang-barang yang berharga, “Gila Zid, gempa, gempa, gempa....... angin, angin, angin......... bahaya........ lari, lari, lari.......!”.

Gue lempar Kentus pake power bank, akhirnya dia diam.

“Santai Ntus, santai”, kata gue nenangin Kentus.

Sumber gambar: www.forbes.com


Kami bertiga berkumpul di jendela membantu Oriq sambil melihat arah angin yang masih berputar-putar mencari mangsa. Anginnya seperti membentuk tornado kecil memutar-mutarkan apa saja yang dilewatinya. Seng dan kayu balok membumbung tinggi ke atas sekitar 100 meter dari tanah. Tiba-tiba angin makin kuat, putaran angin semakin jelas terlihat. Kami bertiga udah pasrah di dalam kamar. Tapi gue baru kepikiran untuk mengabadikan momen mengerikan ini dengan HP, siapa tau ada wartawan yang tertarik, video gue dibayar mahal, tapi guenya udah meninggal.

“Ntus, rekam Ntus, rekam!”, gue mengambil alih komando.

Gue dan Kentus sibuk mencari-cari HP. Oriq paling pertama nemuin HPnya yang ada di saku celana yang ia pakai. Melihat Oriq yang udah duluan standby di jendela dengan HP di tangan, gue dan Kentus berkumpul lagi di depan jendela.

“Rekam Riq!”, perintah gue cepat.

Oriq langsung mengaktifkan HP nya dan mengarahkannya ke arah angin yang masih ganas dan berputar menghantam rumah penduduk. Waktu mau mengarahkan HP ke arah angin, kami baru sadar kalau HP Oriq gak ada kamera. Gue dan Kentus tepok jidat, Oriq kami lempar ke pusaran angin. “Wooooouuuuuyyy”, Oriq menghilang.

“HP ntus, HP!”, teriak gue agar Kentus semakin cepat mencari HP nya. Kali ini tidak akan terulang kesalahan pertama karena HP kentus memiliki kamera. Sayangnya Kentus kelamaan, yang ketemu duluan malah HP gue.

Gue pun mengarahkan HP ke arah angin yang masih dengan ganasnya menghantam rumah penduduk. Gue dan Oriq berdiri di depan jendela. Oriq berada di samping gue sebagai asisten kameramen. HP gue aktifin, kamera gue buka, sayangya yang standby malah kamera depan, akhirnya kami berdua berselfie ria. Tepok jidat yang kedua. Hadeh.
 
Saking paniknya, gue sampe gak bisa membalikkan kamera depan ke kamera belakang. Kentus datang membawa HP nya. Ah,,,, tugas memvideokan gue serahkan ke Kentus. Dengan sigap Kentus mengarahkan HP nya ke arah angin yang masih ganas sekitar 40 meter di depan kami. Kentus kameramen, gue dan Oriq asisten. Pas rekaman video dimulai, eh anginnya udah agak mereda. Rekaman video yang kami dapat cuman berdurasi 10 detik. Video itu kami putar kembali, yang ada di video cuman angin kecil yang menerbangkan kantong kresek. Tepok jidat yang ketiga, Kentus kami lempar dari tingkat tiga.

Sekitar pukul 15.40 WIB, setelah sholat ashar, kami naik ke lantai empat (lapangan). Kami terkejut, di lapangan atas sudah bertengger atap seng lengkap dengan kayu penyangga yang entah darimana asalnya. Ukurannya lumayan besar, 8 keping seng lengkap dengan kayu yang menyangganya. Saking besar dan beratnya, Kin (teman sekamar) mencoba untuk mengangkat, tapi gak mampu. 

Hipotesis gue mengatakan kalau bangunan kami gak dilewati angin. Seng-seng yang ada ini hanya kiriman saja dari angin yang kuat tadi. Darimana gue bisa berkesimpulan seperti itu?,,,,,

Gue yakin dengan hipotesis gue karena celana dalam Kentus masih khusyuk dan tawadhu’ nyantol di jemuran yang ada di lantai paling atas ini.

Sekian........
Share:

Senin, 29 Agustus 2016

TIPS MENUMBUHKAN MINAT MEMBACA BUKU (UNTUK PEMULA).

Seberapa tinggi tingkat minat baca kita (masyarakat Indonesia)?

Berdasarkan Survei UNESCO; minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 persen. Artinya, dalam seribu masyarakat hanya ada satu masyarakat yang memiliki minat baca. Pantasan, dari seribu mahasiswa/i yang ada di kampus, hanya gue yang nungguin dosen pembimbing datang sambil baca buku, yang lain pada baca timeline mantan, uhuk, uhuk (batuk sombong).

Kepala Biro Komunikasi Layanan Masyarakat (BKLM) Kemendikbud Asianto Sinambela menegaskan, minat baca literasi masyarakat Indonesia masih sangat tertinggal dari negara lain. Dari 61 negara, Indonesia menempati peringkat 60. Gue turut prihatin.

Hal tersebut, menurut Asianto menunjukkan kemampuan baca masyarakat Indonesia masih setara dengan negara Afirka Selatan. “Nilai literasi membaca kita masih sangat rendah. Kita akui, nilai riset Program for International Student Assesment (PISA) rata-rata 493, sementara nilai literasi Indonesia hanya 396.” Ujarnya seperti dikutip dari Indopos (Jawa Pos Group) di Jogjakarta, kemarin.

Data-data ini gue kutip dari situs gobekasi.pojoksatu.id

Mengapa membaca buku itu penting?

Menurut gue, membaca itu dapat memperkaya sudut pandang kita dalam melihat sesuatu. Zaman sekarang banyak sekali isu atau permasalahan yang muncul di tengah kita, tentunya kita harus memiliki sikap yang tepat untuk menyikapinya. Tidak mudah tersulut emosi, tidak mudah diadu domba, tidak mudah bertindak semaunya, dan tidak terburu-buru untuk menjudge, sikap itulah yang harus kita miliki. Orang yang punya banyak sudut pandang dalam melihat sesuatu akan bersikap tenang dan tidak gegabah. Mereka mencari tahu terlebih dahulu sumber permasalahannya, mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikannya dan menghidari sekecil mungkin adanya kerusakan. Sikap positif itu akan tumbuh bila kita tahu banyak hal dan kita akan tahu banyak hal bila kita banyak membaca. 

Tapi tidak berarti orang yang banyak membaca lebih banyak diamnya daripada berargumennya. Orang yang banyak membaca malah akan lebih sering menyampaikan sesuatu karena ada banyak hal yang bercokol di kepala. Orang yang banyak membaca akan lebih sering meresahkan sesuatu dibanding orang yang jarang membaca, karena ada banyak hal yang ia tahu sementara orang lain tidak tahu. Orang yang banyak membaca akan berpikir berbeda dengan orang yang jarang membaca, karena di pikirannya udah penuh dengan bermacam-macam pemikiran. Dan pikirannya itu akan keluar dan menyebar baik itu lewat tulisan atau lisan.

Oke, gue minum dulu bentar, capek juga nceramahin kalian.....
Ehm...ehmm...(membetulkan kerah)

Selain itu, membaca juga akan menggerakkan otak kita untuk terus berfikir. Membaca itu seperti pembelajaran di dalam kelas, guru adalah bukunya, siswa adalah pembacanya. Guru/buku menyampaikan sesuatu hal sedangkan siswa/pembaca boleh bertanya, mendebat, membantah bahkan menolak apa yang diberikan guru/buku, kemudian siswa/pembaca dapat menyampaikan pendapatnya pribadi tentang ‘mengapa dia tidak setuju?’. Proses itulah (bertanya, berdebat, membantah, menolak dan berargumen) yang ada ketika anda membaca sebuah buku. Dalam membaca ada proses berfikir tinggi, bukan proses berfikir sederhana seperti dalam aktivitas sehari-hari kita pada saat mencuci, makan, minum, mandi dsb.

Bahkan saking berpikirnya, sampai kebawa pada saat tidur...

“Mengapa pendidikan kita ini gagal terus, mengapa?”.....ntes..ntes..ntes..iler gue menetes membentuk pulau kalimantan. “Mengapa kualitas sarjana di Indonesia rendah, mengapa?”....krukkk,,,krukkk,,sambil garuk selangkangan. “14 tahun bahkan 15 tahun kita menempuh pendidikan, apa hasilnya?, apa?”, serrrrrrrrrrr.......ngompol di celana. Oke cukup, kalau dilanjutkan bisa sampai mimpi basah ntar....

Lalu bagaimana caranya agar kita menjadi gemar membaca bahkan sampai pada tahap ketergantungan (dependent), dimana membaca buku menjadi suatu kebutuhan, bila tidak dipenuhi akan timbul keadaan yang sangat menyakitkan?.

Sumber gambar: www.annida-online.com


Untuk hal ini, Buku felix Y Siauw yang berjudul How to Master Your Habits bagus sekali untuk kalian baca. Di buku tersebut dijelaskan bagaimana caranya membentuk kebiasaan. Intinya, kebiasaan itu lahir dari practice (latihan) dan repetition (pengulangan). Sesuatu hal yang kita lakukan secara berulang-ulang akan menjadi kebiasaan. Hanya saja, masalahnya adalah; untuk memulai sesuatu kebiasaan biasanya susah sekali alias berat, termasuk membaca.

Gue dulu juga gitu, awalnya coba-coba baca dua halaman perhari, besoknya baca lagi dua halaman, besoknya seperti itu lagi. Awalnya emang berat, baru baca satu halaman udah ngantuk, baca dua halaman udah ketiduran, pas masuk ke halaman ketiga, iler udah bertaburan kemana-mana. Namun, lama-kelamaan kita akan terbiasa dan gak bisa hidup satu hari tanpa membaca buku. oke, gue terlalu lebay.

Agar kejadian iler yang bertaburan membasahi kertas buku tidak terulang, gue pengen ngasi tips ke kalian gimana caranya menumbuhkan kebiasaan membaca buku tanpa awal yang berat. Sehingga nanti ketika kalian baru pertama kali membaca, kalian udah ketagihan tanpa harus trauma dan nyerah, “Udah ah, malas gue mau baca lagi”, gak taunya baca coretan revisi.

Tips 1: Perdalam rasa ingin tahu!.

Rasa ingin tahu adalah hal fitrah dari manusia. Coba lihat anak kecil!, hal apa saja selalu mereka tanyakan kepada orang yang ada di dekatnya.

“Yah, apa tu?”, tanya sang anak.

“Itu bebek”, jawab sang ayah.

“Apa tu?”, tanya anaknya lagi.

“Itu bebek nak, Be-Ebe-Be-Ebe-Ka”, jelas ayah dengan sabar sambil mengeja.
“Yah, apa tu Yah?”, tanya sang anak lagi.

“Itu bebek, tau gak, bebek, bebek, bebek, bebek”, jawab sang ayah kesal sambil niruin gaya bebek, mengepakkan tangannya dan akhirnya terbang dan menghilang.

Usut punya usut, pas dicek di rumah sakit, ternyata anaknya memang punya permasalahan pada gendang telinga. 

Oke, kembali ke lap.............top (eyaaaa’). Hanya saja pada saat dewasa, manusia bisa memilih untuk menjawab rasa ingin tahunya atau tidak. Sayangnya banyak dari kita (saat dewasa) malah acuh dengan rasa ingin tahu kita.

Contoh:

“Kenapa ya, tingkat kemiskinan di negara kita terus meningkat?”, tanya Jon (Mahasiswa)

“Ah bodo amat, emang gue pikirin”, jawab Ton (mahasiswa)

“Terus biaya pendidikan juga semakin mahal. Akibatnya; banyak orang-orang miskin yang gak bisa lanjut ke pendidikan yang lebih tinggi. Dimana ini masalahnya?”,

“Ah bodo amat, salah siapa mereka miskin”.

Dua puluh tahun kemudian, si Jon udah jadi presiden dan si Ton malah menjadi gembel.  Suatu hari Jon blusukan ke sebuah pasar tempat Ton biasa ngemis, mereka pun bertemu dan bertatap muka.

“Pak presiden, bantuin rakyatmu yang miskin ini dong pak!”, pinta Ton (gembel) sambil menyodorkan gelas bekas air mineral.

“Bodo amat, emang saya pikirin”, jawab Jon (presiden)

Ini contoh macam apa?...Gak nyambung banget......

Kesimpulannya, sebelum membaca, perdalam rasa ingin tahu kalian, niatkan dalam hati; “aku harus mendaptkan jawabannya sejelas mungkin”, setelah itu carilah jawabannya di buku. Dengan demikian, apa yang kita lakukan (membaca) menjadi suatu kegiatan yang beralasan dan punya tujuan. 

TIPS 2: Mulailah dari buku yang tipis!.

Dalam melakukan sesuatu, kita harus bahagia. Salah satu kebahagiaan ketika membaca buku adalah apabila kita mampu menghabiskan satu buku dari awal sampai akhir tanpa ada yang terlewatkan. Sampai-sampai barcode harga pun discan untuk dibaca, saking semangatnya. 

Gue menyarankan ke kalian di awal ini untuk memilih buku-buku bacaan yang tipis terlebih dahulu. Ketipisannya berkisar antara 150 – 200 halaman. Lebih tipis lebih bagus, bila perlu cari buku yang isinya cover doang. 

Hal ini penting sekali untuk membangun semangat kalian, karena kalau kalian di awal-awal udah baca buku yang tebalnya 500, 600, sampai 700 halaman dan kalian bosan, maka hal itu dapat memunculkan trauma yang mendalam. Akhirnya kalian tidak mau lagi membaca buku. 

Tapi kalau kalian baca buku-buku yang tipis, pas baca, eh habis, baca yang lain lagi, eh habis, baca yang lain lagi habis, nah disitulah terjadi yang namanya pengulangan dan akan tumbuh menjadi kebiasaan.

TIPS 3: Bacalah buku-buku yang ditulis oleh penulis hebat!

Kalau kalian pergi ke toko buku atau pergi ke perpustakaan, maka kalian akan menemukan ribuan buku yang berasal dari berbagai penulis. Penulis ini juga bermacam-macam, ada yang baru dan ada yang sudah senior, ada yang biasa-biasa aja, ada juga yang hebat luar biasa.

Untuk pemula, gue saranin untuk membaca dulu buku-buku yang ditulis oleh penulis hebat. Mengapa?, karena di awal ini kita sedang menumbuhkan minat membaca, bukan ngelamar kerja. Kita perlu mengkondisikan diri kita sekuat mungkin untuk tidak berhenti membaca. Oleh karena itu, buku yang kita pilih haruslah buku yang bagus. Buku yang bagus tentu saja lahir dari penulis yang hebat. Untuk mencari siapa-siapa saja penulis hebat, kalian bisa searching di google atau minta saran kepada teman kalian yang udah banyak membaca.

TIPS 4: Carilah buku yang bahasanya ringan tapi isinya berbobot!.

Mencari buku yang bahasanya ringan tapi isinya berbobot memang gak mudah, karena setiap isu berat memerlukan bahasa yang berat dan kompleks dalam menyampaikannya. Tapi jangan khawatir, para penulis tentu saja memahami kondisi pembacanya yang gak suka dengan buku-buku yang berat, sehingga mereka berlomba-lomba untuk menghadirkan buku yang bahasanya ringan tapi kontennya tidak seringan bahasanya. 

Salah satu contoh buku yang kontennya berat tapi disampaikan dengan bahasa yang ringan, bahasa sederhana, bahasa sehari-hari adalah bukunya Hisanori Kato yang berjudul Islam di mata orang Jepang. Bukunya berisikan tentang aliran-aliran Islam di Indonesia yang terwakili oleh masing-masing tokoh sentral dalam aliran tersebut. Seharusnya buku ini disampaikan dengan bahasa ilmiah dilengkapi analisis-analisis yang njelimet seperti karya ilmiah kebanyakan. Tapi tidak, Hisanori Kato malah menceritakan hasil penelitiannya dengan bahasa sehari-hari, pokoknya seperti bercerita, padahal masalah yang disampaikan adalah masalah ideologi, berat sebenarnya.

Nah, bagi kalian yang masih pemula, carilah buku-buku yang ringan saja bahasanya tapi isu yang dibahas di dalamnya adalah isu yang aktual, populer dan sedang ramai diperbincangkan.

TIPS 5: Hindari buku terjemahan!.

Untuk pemula, gue sarankan untuk menghindari buku terjemahan. Kenapa?. Pertama, bahasa dalam buku terjemahan biasanya agak rumit, wajar karena terjemahan. Kedua, ada banyak perbedaan, seperti tempat, budaya, perilaku sosial dan yang tentunya permasalahan yang dibawa di dalam buku tersebut. Ketiga, karena kalian masih dalam tahap menumbuhkan minat baca. Jangan sampai setelah membaca buku terjemahan yang agak rumit bahasanya dan gak cocok sama kehidupan kalian, kalian jadi trauma dan gak mau lagi membaca buku. Ingat, kalian masih dalam tahap pemula.

TIPS 6: Seleksi dulu sebelum membeli dan membaca buku!.

Buku itu seperti makanan, kita perlu seleksi dulu sebelum membeli dan mengkonsumsinya. Lihat dulu!, kira-kira cocok gak dengan keinginan kita?. Kita cek dulu!, kira-kira ringan gak bahasanya?. Kita pikir-pikir dulu, kira-kira kalau membaca atau membeli buku ini nanti kita bakalan nyesal atau enggak?. Bila perlu kita timbang-timbang dulu, kira-kira kalau kita selesai baca buku tersebut berat badan kita bisa turun atau nggak?. 

Kalau gue biasanya sebelum membeli atau membaca buku, gue liat dulu resensi buku tersebut di internet. Kalau tanggapan para pembaca pada positif, gue beli dan baca. Tapi kalau tanggapan pembaca banyak yang kecewa, maka gue gak mau ambil resiko, gue tinggalin dulu buku tersebut dan cari buku yang lain.

TIPS 7: Jangan Pacaran!.

Mengapa?

Jelas, pacaran dapat menghabiskan waktu, membuat konsentrasi kita berkurang terhadap sesuatu dan yang pastinya menghabiskan uang. Gimana mau beli buku?, uang aja gak punya, habis buat traktir pacar.

***

Oke, itu tujuh tips sederhana dari gue untuk kalian para pemula yang pengen menumbuhkan minat membaca. Mulailah dari sekarang dan mari kita tingkatkan budaya membaca di Indonesia ini, agar posisi kita tidak lagi di peringkat 60 tapi 100. 100 kan tinggi?......plakkkk, dipelasah menteri pendidikan.
Share:

KUDA NIL

Orang sering bilang, “I Hate Monday”. Heh, gue gak. Awalnya sih gitu,,,tapi?.

Senin 29 Agustus 2016.

Hari ini gue udah siap-siap mau pergi ke kampus. Baju dan celana udah gue setrika, bahan yang mau gue ketik ntar di perpustakaan kampus udah gue siapin, badan udah wangi, rambut udah mengkilap dan rapi, kuku udah gue potong takut ada periksa kuku di kampus, motor udah gue panasin (saking panasnya sampe meleleh), pokoknya semua udah gue siapin buat hari ini (hari Senin).

Gue udah mulai semangat buat nyelesain skripsi. Kasian pembimbing gue, kayaknya mereka berdua udah bosan ngeliat tampang gue yang kerjaannya bolak-balik bawa revisian. Okelah, untuk itu, hari ini gue mau membuka hari baru, mau semangat nyelesain skripsi. Hari ini udah gue jadwalkan untuk mengerjakan Bab IV (pembahasan). Tujuan gue hari ini adalah perpustakaan kampus, gue pengen analisis pembahasan-pembahasan skripsi yang ada di perpustakaan kampus, menyeleksinya, mengkritiknya dan mencari mana yang layak untuk dijadikan contekan untuk pembahasan gue, sebenarnya yang lebih tepat adalah yang terakhir, nyari contekan buat nyelesain skripsi gue, heheh.

Di perjalanan saat berkendaraan, gue bersiul dan menyanyikan lagu-lagu semangat seperti potong bebek angsa, pelangi-pelangi, balonku ada lima dan lagu TK lainnya, maklum lagu semangat yang gue hafal cuman itu. saking Semangatnya, gue jingkrak-jingkrak di motor, wheelie (angkat ban depan), circle (angkat ban depan sambil berputar-putar), dan akhirnya jatuh ke selokan.

Pas di kampus, gue berjalan kalem dan ngelemparin senyum ke siapapun termasuk ke Mamang es tebu yang ada di depan gerbang. Hari ini kebetulan lagi ada ospek mahasiswa/i baru. Gue nyamperin sekumpulan mahasiswa baru yang sedang beristirahat di lapangan. 

“Hei, anak baru ya?”, tanya gue ramah.

“Ya bang. Abang disini kuliah?, Semester berapa?”, tanya salah satu dari mereka

“Kuliah lah, masak jual es tebu. Oh abang udah ngerjain skripsi, bentar lagi selesai. Ni mau ke perpustakaan ngerjainnya”, kata gue sambil senyum.

“Mantap lah bang”

“Oh ya abang pergi dulu ya, yang semangat ospeknya!”, kata gue nyemangatin mereka.

“Ok bang, semoga sukses bang skripsinya”.

“Oke”.

Gue langsung pergi ke perpustakaan. Pas gue sampai depan pintu perpustakaan, ternyata tulisan di pintunya “TUTUP”, trus ada pengumuman kalau perpustakaan baru buka awal September. Gue langsung terkulai lemas seperti habis diputus sama mantan yang lahir tanggal 28 Agustus (cielah). (HBD Ntan). Pas gue rajin, eh,,,kampusnya malas. Nasib-nasib.....

Akhirnya, gue langsung balik dan ikut bergabung sama mahasiswa/i yang lagi ospek.

“Lah kok disini bang?”

“Abang udah gak tahan jadi mahasiswa tingkat akhir dek, abang pengen ngulang dari awal aja, jadi mahasiswa baru lagi”, jelas gue sedih

Mereka puk-puk in gue. Dalam hati gue berkata, “I Hate Monday”.

Gue gak mutusin pulang, karena kalau pulang, gue bakal tidur-tiduran. Jadi gue mutusin pergi ke sebuah cafe, menyendiri, dan menulis sambil cari gebetan.

***

Kali ini gue mau cerita tentang pengalaman gue waktu di pesantren. Tapi gue gak akan ngejelasin ilmu yang dipelajari di dalamnya seperti ilmu Nahwu dan Sharaf. Gue gak bakal jelasin itu, soalnya gue juga gak paham yang begituan. Nampak sekali di pesantren cuma makan, tidur, sama buang air. 

Yang pengen gue ceritain sekarang adalah tentang pengalaman gue waktu dihukum di pesantren. Wah penting ya?, gak juga sih. Oleh karena itu, di akhir tulisan ini nanti, kita akan tarik relevansinya dengan permasalahan yang ada sekarang, aseekkk. Padahal gue juga gak tau relevansi itu apa.  

Salah satu hukuman yang paling menakutkan di pesantren adalah Botak/Gundul. Pertama kali gue kena hukuman botak itu waktu sekolah menengah pertama di pesantren. Rasanya seperti gak hidup, sumpah. Kemana-mana mesti pakai kopiah, sering dijitak sama teman, waktu tidur gue sering dikerjain; kepala gue dijadikan media untuk menggambar khaligrafi, dan yang pastinya santriwati pada menjauh, mereka menganggap gue tuyul yang tersesat dan tak tau arah jalan pulang.

Padahal gue waktu itu gak salah, entah kenapa pimpinan pesantren tega sekali mencukur habis rambut yang ada di kepala gue. Ceritanya begini; waktu itu gue pergi ke masjid pake sendal swallow, pas baliknya sendal gue hilang dan gue cariin gak ketemu-ketemu, lah gue pake aja sendal Carwil. Gak taunya itu sendal Ustadz. Tamat riwayat, gue langsung diseret ustadz ke meja pengadilan.

“Ngapain kamu nyolong sendal saya?”, tanya Ustadz dengan suara kasar sambil melototin gue.

“Sendal saya di masjid hilang ustadz”, jawab gue takut seperti pembegal motor yang sedang dihakimi massa.

“Kamu tahu hukuman mencuri apa ha?”, tanya Ustadz

“Tahu Ustadz, tahu. Hukumannya nikahin anak Ustadz”, jawab gue polos, gue langsung disabet pake sorban.

“Hukumannya botak”, jelas Ustadznya tegas. “Gara-gara kamu, saya pulang ke rumah pake sendal swallow”, kata Ustadznya sambil memperlihatkan sendal swallow yang melekat erat di kakinya. 

“Lah, itu sendal saya Ustadz”

“???”, Ustadznya kebingungan.

Akhirnya kami berdua dibotak oleh pimpinan pondok pesantren.

***

Selain dibotak, hukuman yang lumayan mengerikan adalah berendam di kolam yang ada ikannya. Gue pernah sekali dihukum yang kayak beginian gara-gara gak ikut sholat shubuh berjama’ah di masjid. Santri yang dihukum waktu itu; gue, Hadi dan Minjay. Tengah asik-asiknya mimpi ketemu sama Putri Titian (artis), tiba-tiba paha gue digajul sama Ustadz. Gajul = teknik tendangan dengan tumit kaki yang ditarik 120 derajat dari sasaran kemudian dilepaskan dengan cepat dan bertenaga untuk menghantam paha santri-santri yang berlumuran dosa. Sontak kami bertiga kaget dan langsung bangun sambil salto belakang, saking refleksnya.

“Ambil wudhu cepat, setelah itu sholat”, perintah Ustadz. Setelah itu dia keluar entah kemana. 

Kami bertiga bergegas pergi ke tempat wudhu, berlari sambil memegang paha yang masih ngilu bekas gajulan. Setelah wudhu, kami sholat berjama’ah di kamar. Saat kami berzikir, tiba-tiba pengeras suara berbunyi, pertanda akan ada santri atau santriwati yang akan masuk meja pengadilan.

“Dipanggil,,,, Yazid, Hadi dan Minjay untuk segera ke rumah”, suara Ustadz bergema membelah udara shubuh. 

“Aaahhhhhhhh”, kami bertiga terkulai lemah.

Segera kami bertiga datang ke rumahnya. Ustadz sudah duduk di sebuah kursi panjang yang ada di teras rumah. 

“Buka baju kalian!”, perintah Ustadz dengan suara menakutkan.

Kami pun membuka baju, seluruh pesantren bercahaya karena menerima pantulan cahaya dari tubuh kami, oke bercanda. Pas buka baju, langit semakin gelap, udara semakin dingin, burung-burung berhenti berkicau dan ayam tak mau berkokok, nah metafora seperti itu baru pas. 

“Masuk ke kolam!”, perintah Ustadz.

Kami tak berani melawan, kalau melawan maka hukumannya bisa dua kali lipat. Kami pun masuk ke dalam kolam dengan pelan-pelan karena takut langsung disambar ikan Piranha. Air kolamnya dingin, dalamnya sepaha, warnanya sudah hijau tua, baunya luar biasa, ikan Nila lari ketakutan karena ada tiga anak manusia yang akan menguasai wilayahnya. 

“Jongkok!”, perintah Ustadz.

Kami pun berjongkok hingga air menenggelamkan kami sampai dada. 

“Jongkok lagi!”, perintah Ustadz

Akhirnya kami berjongkok lebih rendah lagi sampai air menenggelamkan seluruh tubuh kecuali kepala dan setengah batang leher. Setelah itu ustadz masuk ke dalam rumah.

Baru tiga menit berendam, badan gue udah menggigil, begitupula Minjay dan ...........?

“Wah Hadi mana Jay?”, tanya gue.

Kolamnya berukuran sekitar empat kali empat meter. Kami berdua menoleh ke belakang, mungkin Hadi ada di belakang, di sudut kolam. Pas kami menoleh ke belakang, Hadi benar-benar gak ada di kolam.

“Waduh jangan-jangan dia dimakan ikan”, kata gue khawatir.

“Aduh bahaya ini Zid”.

Tiba-tiba “Waaaaaa..........”, Hadi muncul dari dalam kolam mengejutkan kami berdua. Kampret,,,rupanya dia menyelam. Gila ni anak, kami berdua kedinginan sementara dia malah menyelam dalam kolam. Mungkin dia membayangkan kolam ini seperti Raja Ampat (pusat diving nomor satu di Indoensia).

“Kalau kalian ndak bergerak di air, kalian akan kedinginan”, jelas Hadi. “Bergerak-bergerak!”, intruksi Hadi seperti pelatih sepak bola.

Entah darimana dia dapat teori seperti itu. Karena kami emang gak paham banget sama teori-teori sains, maka kami nurut aja sama omongannya. Gue dan Minjay mencoba berenang. Minjay berenang gaya kupu-kupu, gue berenang gaya dada, dan Hadi berenang gaya punggung. Kami berlomba dari satu tepi kolam ke tepi kolam lainnya dengan masing-masing gaya seperti atlet renang Sea Games. Tak lama kemudian kami disiram air panas oleh Ustadz. Akhirnya kami kapok dan kembali ke posisi semula, jongkok sampai air menggenangi setengah leher dan yang pasti kembali menggigil kedinginan.

Hal yang pasti terjadi ketika kita dingin adalah banyaknya produksi Anti Diuretic Hormone alias pengen pipis. Itulah yang dialami oleh kami bertiga saat berada di kolam. Entah sudah berapa liter air seni yang ditampung di Vesica Urinaria (kantung kemih) kami bertiga.

Tiba-tiba air kolam di sekitar gue menjadi agak hangat. Kehangatannya menghilangkan sedikit rasa kedinginan gue. Tapi tunggu dulu, darimana datangnya kehangatan ini?. Gue langsung menoleh ke arah Minjay yang ada di sebelah gue. 

“Jay, kau kencing ya?”, tanya gue.

“Iya Zid, aku ndak tahan”, ucap Minjay sambil menyipitkan mata, sepertinya proses keluarnya Urin dari tubuh Minjay masih berlangsung.

“Sialllll...........”, gue langsung menjauh darinya, pergi ke sudut kolam.

Sumpah, kantung kemih gue udah gak kuat lagi, dan akhirnya .................. “ah lega”.

Saat gue masih enak-enaknya ngeluarin semua persediaan urin yang menumpuk, tiba-tiba Hadi berenang mengelilingi kolam seperti Kuda Nil. 

Sumber gambar: jokowarino.id


“Ngapain Di?”, tanya gue heran.

“Aku kencing Zid”, jawabnya.

“Kampret,,,,,,,,,,”.

“Kayaknya asik ni, kalau gitu aku ikut”, kata Minjay mengikuti Hadi yang berenang seperti Kuda Nil memutari kolam. Mereka berdua sudah seperti sepesang Kuda Nil yang sedang bahagia.
 
Gue gak mau kalah, akhirnya gue ikut juga. Jadilah kami tiga ekor kuda Nil yang berenang memutari kolam sambil menyemprotkan cairan urin ke seluruh penjuru kolam, biar tau rasa tu ikan, Muahahahah (ketawa puas).

***

Hukuman ekstrim yang ketiga adalah sabetan (pukulan dengan kayu sebesar tiga jari). Hukuman seperti ini sering gue alami. Pernah suatu ketika beberapa santri terlambat pergi ke sekolah. Di sekolah, para santri dan santriwati sudah pada berbaris semua untuk mengikuti upacara bendera hari senin. Beberapa santri termasuk gue malah masih sibuk di kamar (asrama), ada yang mencari sepatu, ada yang masih menyiapkan buku pelajaran, mengenakan seragam, dan gue malah baru selesai mandi.

Seorang Ustadz datang mengecek asrama. Gawat-gawat. 

“Yang terlambat baris di depan asrama!”, teriak sang Ustadz nyaring hingga memecahkan gendang telinga semut. “Cepat!”, teriaknya lagi.

Yang lain udah pada berbaris di asrama, lah gue malah kebingungan mencari cawet. “Aduh hilang lagi”, gue menggerutu dalam hati.

“Itu, itu, yang masih di kamar itu, cepat!”, teriak Ustadz.

“Iya Ustadz tunggu, celana dalam saya hilang ini”, kata gue.

Langsung batu seukuran bola kasti melayang ke arah gue, “eits”, untung masih bisa gue tangkis pake pintu almari, aksi gue udah mirip kapten amerika yang menangkis palunya Thor menggunakan tameng Vibraniumnya.

“Hei cepat, cepat!”.

“Iya Ustadz”, gue langsung ambil posisi di barisan paling kanan.

Ustadz langsung celingak-celinguk mencari senjata. Dan.....ah,,,sebatang kayu persegi muncul tiba-tiba sekitar tujuh meter dari barisan kami. Segera ia mengambil kayu tersebut. Jika dilihat dari jauh, sepertinya tekstur kayunya itu cukup kuat. Yang paling pertama menjadi sasaran adalah gue.

“Prakkk......prakkkk.......prakkk”, tiga kali kayu sebesar tiga jari itu menghantam betis gue dan betis santri lainnya. Wow, indah sekali,,,,,, betis gue jadi berwarna biru tapi sakitnya luar biasa. Otot betis gue gak bisa dibujurkan, walhasil gue berjalan kaku dan membungkuk seperti manusia purba.

***

Dan hukuman ekstrim terakhir adalah pelonco. Biasanya yang dapat hukuman begini adalah mereka yang ketahuan pacaran atau berdua-duaan di tempat sepi. Gak enaknya, hukuman ini harus diumumkan kepada seluruh santri dan santrwiwati agar mereka semua bisa menonton beramai-ramai. Untungnya gue waktu pesantren dulu jomblo (gak laku), jadinya gak pernah dapat hukuman yang kayak beginian.

Model hukumannya; santri hanya diperkenankan menggunakan sarung yang diangkat sampai lutut. Cowok dan cewek akan dicoret-coret mukanya menggunakan arang. Setelah itu, panci, kuali, gelas seng, sendok dan garpu diikat memanjang dan melingkar seperti kalung. Hiasan itu dikalungkan ke tubuh cewek dan cowok tersebut. Setelah mereka ganteng dan cakep, barulah mereka diarak keliling asrama secara berdampingan. Pasangan tersebut berjalan melintasi asrama baik itu asrama cewek maupun cowok. Setiap mereka berdua melintasi asrama,  mereka berdua akan disoraki rame-rame, “Huuuuuuuuuu,,,,huuuuuuuuu”, “rasain-rasain”, “piuuuuuwiitt,,,,,,piuuuwitt,,,”, memalukan sekali. 

***

Masih banyak hukuman-hukuman lainnya yang ada di pesantren, seperti membersihkan tempat sampah, membersihkan WC, menggali sumur, menyedot WC, ditampar, ditinju, diterajang dan hukuman-hukuman ekstrim lainnya. Alhamdulillah, sampai saat ini gue dan santri-santri lainnya yang udah ngerasakan beberapa hukuman diatas masih sehat wal’afiat

Saat lebaran kemarin gue silaturahmi lagi ke tempat kawan-kawan alumni pesantren. Kami bercerita banyak hal dan yang paling kami ingat adalah hukuman-hukuman yang kami terima itu. Kami semua berkesimpulan: hukuman keras seperti itu adalah cara terbaik untuk mendispilinkan kami (para santri yang bandel) seperti ini. Tapi sekarang hukuman-hukuman itu sudah ditiadakan lagi karena bisa melanggar HAM. 

Gue setuju dengan kebijakan sekarang yang mengatakan bahwa pukulan, tendangan, tinjuan, tamparan dan perpeloncoan sudah tak bisa lagi diterapkan. Hal seperti itu adalah bentuk kekerasan tentu saja. 

Zaman sekarang udah gak bisa disamakan dengan zaman dulu. Perbedaan zaman akan membentuk manusia yang berbeda pula. Begitupula dengan kenakalan anak didik, jadi para pendidik harus pandai-pandai menganalis pemicu dari kenakalan yang ada di zaman yang selalu berubah cepat ini. Sekarang sudah zamannya teknologi, zamannya internet, zamannya media sosial, zamannya globalisasi. Dan gue melihat, sumber dari kenakalan anak didik zaman sekarang adalah gadget dan internet.

Anak didik zaman sekarang banyak belajar dari internet. Cara mereka berbicara, cara mereka berpakaian, cara mereka bergaul, cara mereka memperlakukan teman, cara mereka berpikir dan cara mereka melihat sesuatu kebanyakan berasal dari apa yang mereka lihat di internet. Kalau guru hanya main tendang, main tampar, main jewer tanpa menyentuh pemicu kenakalan mereka, maka hukuman-hukuman itu gak akan berguna. 

Oleh karena itu, guru harus memiliki peraturan yang lebih update lagi dengan kondisi sekarang. Guru harus berpikir, bagaimana caranya mengatasi kenakalan anak didik yang lahir dari sepotong gadget?, bagaimana caranya mencegah anak didik agar tidak menonton, menyukai dan meniru hal-hal buruk dari video, gambar atau postingan yang tersebar bebas di dunia maya?, dan bagaimana caranya membentuk mental dan karakter anak didik, memahamkan mereka mengenai dampak negatif yang ada di internet, sehingga mereka tak mudah terpengaruh dengan perilaku buruk yang ada di dalamnya?. 

Bagaimana caranya?, kalianlah (para guru) yang bertanggung jawab untuk menemukan caranya.

“Lah kamu Zid?”

“Gue belum sarjana, status gue masih mahasiswa”, jawab gue santai.

***
Share: