Di akhir zaman, dunia akan semakin kacau. Wallahi,
fitnah bermunculan menjalar di tubuh umat Islam di seluruh dunia. Ujian itu
begitu kuat dan tak banyak yang bisa lepas darinya. Pagi beriman, malam kafir. Malam
beriman, paginya ia kafir. Munculnya banyak perpecahan di tubuh umat Islam.
Wafatnya para ulama dan lahir ulama yang fasik. Penindasan terhadap umat Islam
di berbagai wilayah. Dan banyak lainnya. Tidak hanya itu saja, banyak lagi
fitnah dan ujian yang muncul yang tidak disadari dan sulit untuk dilepaskan. Kita
(pemuda-pemudi), bahkan yang paling banyak mendapatkan ujian itu dan sulit
lepas darinya.
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia
menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun,” (QS.
Al-Mulk ayat 2)
“Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabut ayat 2)
Teknologi informasi dan komunikasi semakin
canggih sekarang. Apakah kita (pemuda-pemudi) semakin rajin dan taat
beribadah?. Apakah kita memanfaatkannya untuk semakin dekat kepada Allah?.
Sepertinya tidak. Silahkan liat di kehidupan kita sehari-hari. Untuk apa smartphone
kita?. Untuk apa kita menggunakan media sosial?. Untuk apa kita menggunakan
internet?. Yah,,banyak yang positif. Tapi lebih banyak mana antara maksiat atau
ibadahnya?.
Di media sosial, banyak dari kita
(pemuda-pemudi) memanfaatkannya untuk memamerkan hidup kita yang jauh dari
nilai positif. Di media sosial, banyak gadis remaja yang mengupload foto mereka
yang seharusnya tidak mereka upload. Mereka mengupload foto tanpa hijab. Bahkan
jika menggunakan hijab sekalipun, tapi jika digunakan untuk menarik perhatian
lawan jenis ini juga sangat berbahaya
dan bisa terjerumus kepada dosa. Bukankah dalam Islam, wanita muslim diperintah
untuk menjaga diri, wanita muslim tidak memperlihatkan dirinya secara sembarangan
kepada yang bukan mahram. Jika aturan itu tidak diindahkan, dampaknya, para
pemuda melihat foto mereka (wanita itu) dan timbullah fitnah. Astaghfirullah.
Di media sosial, bahkan sesuatu yang bernilai ibadah bisa menjadi sia-sia,
karena ibadah ritual kemudian diumbar dan diperlihatkan kepada orang ramai. Riya’.
Inilah gambarannya dan faktanya. Mampukah kita (pemuda-pemudi) keluar dari hal
ini?. Tidak semua mampu, bahkan tak semua sadar itu salah. Media sosial
menjadikan kita seperti itu.
Rasulullah
saw bersabda: sesuatu yang aku khawatirkan menimpa kalian adalah perbuatan
syirik asghar. Ketika beliau ditanya tentang maksudnya, beliau menjawab: (contohnya)
adalah Riya’ (HR Ahmad. (V/428,429).
Hubungan pemuda dan pemudi di luar tak bisa
dibendung lagi. Di kampus, di sekolah, di pusat perbelanjaan, dimana-mana kita
(pemuda-pemudi) sudah tak ada jarak dan batasnya lagi. Kita (Pemuda-pemudi)
bisa berkumpul dimanapun, bahkan berduaan, tak akan ada yang protes. Inilah fitnah
dan ujiannya. Mampukah kita (pemuda-pemudi) meninggalkannya dan menahannya?. Tak
banyak yang mampu keluar dari jeratan jalan kemaksiatan itu.
Banyak dari kita (pemuda-pemudi) punya hubungan
rahasia (pacaran). Tidak banyak dari kita (pemuda-pemudi) mampu keluar dari
ujian ini. Saat wanita tak lagi menjaga kehormatannya, maka pria pun tak mampu
menjaga lagi kehormatannya. Itu bisa kebalikannya. Semua sudah menjadi mudah
sekarang. kita (pemuda-pemudi) bisa janjian dengan lawan jenis kita lewat media
sosial, cukup tidur-tiduran di kasur, kita bisa melakukan transaksi kemaksiatan
itu. Mampukah kita (pemuda-pemudi) keluar dari ujian ini?. Sulit.
Bahkan fitnah dan ujian juga merasuk ke dalam
pola pikir kita. Cara pandang kita. Banyak dari kita (pemuda-pemudi) yang sudah
terobsesi dengan dunia bukan akhirat. Kita (pemuda-pemudi) mengubah pola hidup
kita menjadi pola hidup keduniaan. Pakaian harus mengikut tren terkini. Makanan
dan minuman harus yang mahal dan terkenal. Sering kumpul di tempat-tempat yang
terlihat mewah dan elegan. Padahal dirinya bukan anak orang kaya. Hanya anak
petani, hanya anak nelayan, hanya anak pegawai biasa, tapi gaya hidup sudah
seperti milyuner. Cara kita memandang sesuatu juga sangat-sangat jauh dari cara
pandang Islam. Cara kita menilai kesuksesan adalah dengan mengukur berapa
banyak materi yang kita dapat, bukan berapa banyak pahala yang bisa kita
persiapkan untuk akhirat. Siapa yang mampu keluar dari pola pikir seperti ini
sekarang?. Tidak banyak yang mampu. Materialisme sudah menghujam kuat di pikiran
kita.
Dari hal diatas, kita (pemuda-pemudi) kemudian
dijauhkan dari agama. Kemajuan zaman melalaikan. Bebasnya pergaulan melenakan. Rusaknya
pola pikir membuat tindakan selalu jauh dari hal yang bersifat ukhrawi. Mampukah
kita (pemuda-meudi) keluar dari fitnah dan ujian ini?. Tidak semua kita mampu.
Berat untuk lepas dari ujian ini. Bahkan dalam hadis, mereka yang berpegang
teguh pada agamanya seperti mengenggam bara api. Panas, sakit, perih. Tak semua
orang akan memegangnya. Banyak yang akan melepaskannya.
“Akan
datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya
seperti orang yang menggenggam bara api” (HR.
Tirmidzi no. 2260)
Banyak kawan-kawan yang mengeluh. Bagaimana
saya bisa keluar dari kecanduan media sosial?. Bagaimana saya bisa putus dengan
pacar saya atau berhenti pacaran?. Bagaimana saya merubah pola pikir saya?. Alhamdulillah,
setidaknya yang bertanya ada kesadaran untuk menyadari bahwa ada perbuatan yang
salah dari dirinya.
Saya bilang, terkadang saya juga belum tentu
mampu keluar dari ujian ini. Ujian ini berat kawan. Berat. Saya tau itu. Lepas
darinya seperti ingin lepas dari kehidupan dunia. Karena itulah kehidupan kita
sekarang. Tapi ada satu hal yang bisa kita lakukan yang saya rasa itu adalah
anugerah terbesar dari Allah swt untuk kita, terutama pemuda-pemudi yang sulit
lepas dari ujian ini. Apa itu?. Taubat. Selama kau menyadari hal itu salah,
cepatlah lari darinya, taubat. Kita sulit untuk menghindar, dan terkadang kita
jatuh. Tapi ketika Allah swt memberi kesadaran kepada kita, maka ketika kita
tau itu salah, cepat bertindak, taubat!. Jatuh lagi, taubat lagi, jatuh lagi,
taubat lagi, jatuh lagi, taubat lagi, begitu seterusnya.
Fitnah dan ujian ini begitu berat. Tidak ada ujian
yang ringan. Dari dulu sampai sekarang. Umat zaman dahulu ujiannya lebih berat,
mereka harus digergaji dari kepala sampai ke bawah. Itu yang dijelaskan
Rasulullah Muhammad saw ketika sahabat mengeluh dengan ujian yang mereka
hadapi. Dulu ujiannya jelas, terasa dan menyakitkan secara fisik. Sekarang ujiannya
pelan, lembut, tak terasa. Tapi ujian yang seperti inilah yang lebih berbahaya,
karena tidak banyak orang yang bisa sadar akan ujian ini. Maka ketika anda
merasa ada yang salah, cepatlah introspeksi dan bertaubat.
Kadang ada
dari kita (pemuda-pemudi) yang tau bahwa apa yang dilakukannya salah dan
ia enggan bertaubat dan berhenti dari maksiat itu. Padahal Allah swt memberi
dalam hati kita seperti alarm, yang jika kita melakukan kesalahan, maka kita
akan merasakannya. Tapi jika alarm ini tidak diperhatikan dan bahkan diacuhkan
dan terus berlanjut untuk mengerjakan dosa itu, maka hati kita akan menjadi
gelap dan semakin gelap. Ayat dan peringatan tidak lagi mempan. Maka jangan
heran ada dari sahabat kita yang sudah tak mempan lagi dinasehati. Karena mungkin
hatinya sudah tertutup oleh noda hitam. Bukan karena Allah swt, tapi karena dia
sendiri tak mau mengubah dirinya. Jangan sampai ini terjadi pada kita. Jangan.
“Sesungguhnya
orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu
beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman” (QS. Al-Baqarah aya 6).
“Allah
telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka
ditutup, dan bagi mereka siksa yang Amat berat” (QS. Al-Baqarah ayat 7).
Dari Abu
Hurairah, dari Rasulullah saw, beliau bersabda. Seorang beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan
dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun
serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat),
maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang
diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya),
‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu
menutupi hati mereka’.” (HR. Tirmidzi no. 3334,
HR Ibnu Majah no. 4424, Ibnu Hibban (7/27), Ahmad (2/297)).
The battle is not being perfect. The battle is
keep coming back to Allah, again and again and again.
0 komentar:
Posting Komentar