Pada suatu
hari. Duduk seorang anak muda. Ia seperti baru menyelesaikan sholatnya. Ia tampak
lesu dan tak bersemangat. Aku menghampirinya dan bertanya, “Apa yang terjadi?”.
Dia tak
menjawab. Sepertinya ia tak mau bercerita. Aku meninggalkannya. Tapi ketika
badanku baru mau beranjak dari dudukku. Ia memegang lengan tanganku. “Tunggu
sebentar, aku mau bercerita”, katanya. Aku pun duduk kembali.
Ia berkata,
“Sebenarnya aku tak mau menceritakannya, ini adalah urusanku dengan Allah swt.
Tapi aku rasa ini terjadi pada pemuda seperti kita semua. Jadi aku ingin
menceritakannya kepadamu, supaya kamu dapat mengambil pelajaran darinya”.
“Baiklah,
aku akan mendengarkannya”, kataku.
Ia pun mulai
bercerita dengan cukup panjang.
Aku telah
melakukan dosa, dosa yang begitu besar. Aku tak tau bagaimana bisa terpuruk
terlalu jauh sampai ke dosa itu. Padahal aku awalnya adalah seorang yang tidak
mudah diganggu. Aku selalu menyendiri, mengkhususkan diri untuk beribadah
kepada Allah. Sampai satu saat aku berpikir, bahwa aku lelah terus berada di
jalanNya. Aku lelah, karena aku merasa sendiri di jalanNya, sementara pemuda
lain, begitu bebas menikmati hidupnya. Aku begitu iri.
Aku merasa
tak mampu lagi untuk istiqomah beribadah. Aku ingin mencoba sedikit kenikmatan
dunia. Aku rasa, jika sedikit saja aku mengecap kebebasan itu, maka aku takkan
jatuh terlalu dalam ke lembah kemaksiatan. Aku merasa ibadahku sudah kuat, dan
dosa besar takkan mampu menghampiriku. Aku hanya ingin mencoba melakukan apa
yang pemuda lain lakukan.
Aku berkumpul
dengan teman lamaku. Kami berbincang banyak hal. Mereka tau, aku telah berubah,
sehingga mereka juga menjaga perilakunya. Saat itu, aku merasa aku sudah begitu
sempurna, karena aku bisa mengubah lingkunganku. Tapi pada suatu hari, mereka
yang mengubah diriku. Mereka menawarkanku untuk berjalan-jalan menikmati
keindahan kota. Ternyata, saat itu mereka juga mengajak beberapa wanita untuk
berkumpul di suatu tempat.
Aku tentu
saja tak tertarik. Aku berpura-pura ada urusan dan kembali pulang. Tapi keesokan
harinya, kawanku mengatakan kalau salah satu perempuan yang ikut kumpul kemarin
menyukaiku. Ia kirim salam dan minta nomor HP ku. Aku tidak menanggapinya. Tapi
kau tau, setan mulai bekerja. Seperti ada sesuatu yang berbisik di telingaku. Bisikan
itu mengatakan, bahwa perempuan itu perlu dakwah. Jika aku bisa mengubahnya,
maka aku akan mendapatkan pahala yang besar. Aku tau itu setan yang bekerja. Tapi
bisikan itu begitu lembut, sampai aku tak bisa lagi lepas darinya.
Akhirnya aku
memberikan nomor HP ku. Ia menelponku dan mengajak bertemu di suatu tempat. Bisikan
itu mulai lagi, dia mengatakan kalau ini kesempatan besar. Aku bisa bertemu
berduaan dan berdakwah secara privasi, tidak akan ada yang menganggu, tentu
lebih fokus. Di satu sisi, aku merasakan kata hatiku juga berbicara. Hatiku menyuruh
dan memberitahukan bahwa aku berada di jalan yang salah. Tapi kau tau, setan
bekerja lebih baik lagi, hingga akhirnya aku bertemu di suatu tempat.
Sebelum berangkat,
aku berjanji, untuk pergi dengan tujuan yang baik, yaitu berdakwah dan
menasehatinya, serta meberitahunya lebih dalam tentang agama. Namun, saat di
tempat, niat itu hilang ditelan kecantikan seorang wanita. Aku tidak bisa lagi
berfikir jernih. Nafsu ku terus berlanjut dan berlanjut. Memandangi wajahnya
sampai ke seluruh tubuhnya. Tak pernah lagi terbesit dalam pikiranku untuk
membaca do’a, membaca potongan ayat quran, membaca hadis, tidak ada. Aku
terbuai. Setan ternyata begitu pintar dan sabar.
Akhirnya perempuan
itu mengajakku ke tempatnya. Kau tau, aku tidak bisa menolak karena memang tak
pernah terpikir olehku untuk menolak. Aku serasa berada di lumpur pasir yang
mengisap, terus terisap dan masuk ke dalamnya dan tak bisa keluar. Akhirnya aku
masuk ke tempatnya. Aku dan dia berbicara ringan. Tapi lama kelamaan kami
semakin dekat dan dekat. Akhirnya dia menciumku, begitupula aku. Ketika itu,
kami tak mampu menolak satu sama lain, kami terus menerus menuju maksiat itu
dan akhirnya berzina. Setan tertawa dengan penuh kemenangan. Aku pun kalah.
Sejak saat
itu, aku merasa seperti seorang yan tak berguna. Aku merasa sia-sia hidup dan
ibadahku. Kau tau, wanita itu terus menghubungiku dan itu menjadi kebiasaan. Sampai
akhirnya aku mendapatkan kabar dari kampungku. Kabar itulah yang menghempaskan
diriku. Membuatku sadar bahwa kabar buruk itu adalah akibat dari perbuatanku. Kamu
tau kabar itu apa?, adikku dihamili oleh temannya.
Semenjak itu,
aku tidak lagi bergaul dengan wanita itu. Sepanjang waktu dan sepanjang malam
aku menyesali perbuatanku. Tapi kabar buruk itu tentu tidak bisa lagi
diperbaiki, semuanya sudah rusak. Dosaku dan maksiatku ternyata tidak hanya
menamparku, tapi menampar keluargaku.
Itulah ceritanya.
Ia pun
berhenti dan air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Matanya merah dan
begitu basah setelah menceritakan kejadian itu.
“Allah
tentu saja akan menerima taubatmu, jika kau bertaubat”, kataku.
“Kawan,
ingatlah!. Pemuda seperti kita lebih berat cobaannya”, katanya.
Ia pun
menambahkan nasihat sedikit panjang, “Keburukan itu punya jalan. Setan akan
mengajakmu untuk menyusuri jalan itu. ketika kau masuk ke jalan itu, kau akan
sulit kembali. Awalnya dia menarikku dengan berteman dengan orang yang buruk. Kedua
dia memperkenalkanku dengan wanita. ketiga setan mengajakku untuk bertemu
wanita itu. Keempat, aku bertemu dengan wanita itu. kelima aku pun bermaksiat
dan berzina. Keenam, ibadahku rusak terbengkalai. Allah swt menegurku dengan
kabar buruk dari keluargaku. Seadainya aku tidak berhenti mungkin aku bisa
jatuh ke dalam dosa besar lainnya.” Ia berhenti sebentar dan melanjutkan, “Aku
berpesan padamu, jangan sampai kau masuk ke dalam jalan itu. Tetaplah istiqomah
dalam kebaikan dan ibadahmu. Karena kalau kau sudah masuk, kau sulit untuk
kembali”.
0 komentar:
Posting Komentar