Alhamdulillah..........
gue langsung sujud syukur atas proyek sederhana pribadi gue ini. Nulis cerita
ternyata gak mudah. Lebih enak nulis makalah yang comot sana comot sini.
Cita-cita gue nulis cerpen sederhana akhirnya kesampaian, setelah beberapa kali
mencoba dan mencoba. Sebelumnya, gue sempat nulis beberapa tulisan, tapi gak
ada yang bergenre cerita dan kebanyakan adalah tulisan biasa. Membuat dialog
dengan ekspresi ternyata sulit, lebih sulit dari tidur, hahaha. Dan yang
lebih sulit adalah memfantasikan cerita pribadi ini agar lebih dramatis, hahahah.
Kalau kawan-kawan SMA gue dulu pada baca, mereka akan tau bahwa banyak dramanya
di cerita gue dibandingkan faktanya, karena emang gue sebenarnya gak punya
mantan, hahahah, becanda.
Alhamdulillah,
sampai saat ini gak ada respon dari mantan yang terkait. Kalau sempat ada,
mereka bakalan protes dan minta revisi lagi cerita yang gue buat, karena cerita
yang gue buat terlalu romantis, hehehe. Tapi disitulah letak sastra kata
Andrea Hirata, “menjadikan hal yang sederhana menjadi lebih bermakna”, walaupun
cerpen gue sebenarnya bukan sastra sih. Walaupun banyak mereka-reka,
ceritanya dibuat agar lebih bisa bermakna dan dapat diambil hikmahnya.
Sebenarnya
cerita udah selesai dan gue gak bakal lagi nulis tentang mantan, sumpah,,,,,,,,,,.
Tapi disini gue pengen buat epilog merangkum dari tiga cerita sebelumnya. Setiap
cerita gak bakal dibanggakan, terutama oleh penulisnya, jika sebuah cerita gak
bermakna buat kehidupan nyata. Oleh sebab itulah, gue perlu sekali membuat
kesimpulan dan penutup dari cerita pendek mantan ini. Selain penutup, gue juga
ingin mengklarifikasi beberapa komentar dari beberapa kawan yang mungkin bernada
negatif buat tulisan gue ini, tentunya di epilog ini.
Cerpen sengaja
gue umbar dan hebohkan di medsos gue, karena sebenarnya proyek ini adalah warming
up buat gue untuk nulis cerita yang lebih serius lagi. Gue berharap ada
komentar, kritik dan saran yang bisa membangun dan memperbaiki kesalahan pada
penulisan. Hal ini gue lakuin karena gue punya cita-cita untuk nulis fiksi, dan
berusaha untuk ngejar para penerbit buat nerbitin tulisan gue nantinya. Tapi ini
baru rencana, jadi jangan dianggap serius dulu, hahaha. Gak apa kan mimpi?,
asal jangan ngigau aja.
Komentar
para pembaca dan tidak pembaca lumayan banyak masuk, salah satu rekan dakwah
gue heran sampai buat sesi tabligh akbar ke gue. Dia marahin gue karena
pacaran. Gue ingin sampaikan ke dia, ini cerita gue sebelum mendapatkan
hidayah. Ini cerita saat gue masih labil dan banyak jerawat tumbuh menjamur di
pipi gue, jadi ini bukan cerita gue saat sekarang. Gue sekarang udah gak setuju
lagi dengan pacaran, camkan itu ya!, hahaha. Gue lebih milih naik
ke pelaminan daripada pacaran yang nguras uang jajan. Gue lebih milih membina
rumah tangga dengan Ridho-Nya dibanding mesra-mesraan dibawah murka-Nya, aseekkkk.
Jadi seperti itu.
Ada pula
komentar lainnya yang mengatakan bahwa cerita ini lebih menjelekkan nama
pesantren. Hal ini perlu gue klarifikasi. Pertama, ini aalah fiksi bukan
realita kisah nyata, jadi jangan diseriusin. Kedua, pesantren gue waktu
SMA lebih kuat di bidang ekstrakurikuler dibandingkan kurikulernnya. Di pesantren
waktu itu gak ada istilah ngaji kitab gundul, dan kitab-kitab lainnya. Jadi gue
merasa ini lebih tepat disebut boarding school dibanding pesantren. Bahkan
sekarang gue liat pesantrennya udah lebih modern dibanding dulu. Ketiga,
Gue pengen bilang bahwa sebagaimanapun
ketatnya dunia pesantren, tetap,,, santri dan santriwatinya gak bisa nolak yang
namanya cinta, terutama cinta labil yang bergejolak di dalam jiwa. Setiap kisah
baik itu nyata maupun tidak nyata, gak bakal seru jika gak ada kisah cintanya,
karena cinta itu adalah fitrah dari Yang Kuasa. Hanya sekali lagi gue pengen
tekankan, bahwa pemahaman tentang cinta harus tetap pada jalur Nya. Greattt.....
Kemudian ada
yang komentar begini, “Ini sih cerita bual-bual Zid”. Yappppp......betul
sekali, ini hanya bualan semata. Secara detail ceritanya gak bakalan begitu,
tapi garis besar cerita kurang lebih inspirasi dari kisah gue. Banyak hal-hal
gak masuk akal yang gue tulis dalam cerita, seperti Tokoh cinta yang gue
jelek-jelekkin, tokoh Mat Noh, Bayu, dan Singkong yang gue hina, Tokoh Uda yang
suka bokep, tokoh Ovi yang suka sama gue, tokoh Dini yang suka sama senyum
manis gue, dan Tokoh Lin yang tomboy. Gue pengen bilang ke kalian, itulah
sebuah imajinasi dan fiksi terutama berlatar komedi. Penulis dituntut untuk
buat pembaca ketawa dibanding serius membaca.
Gue pengen
ngucapin terima kasih dengan komentar yang suka dengan tulisan gue, terutama
Rany, cie namanya gue tulis. Ada juga Sity yang ledekkin gue karena gak
kelar-kelar sama proposal. Thanks buat Vina nih, gue tulis juga, yang sering
like dan gue juga sering like timeline lo ya Vin, hahaha. Ada juga
Syarifah yang tiba-tiba ngetag puisi ke beranda facebook gue. Gue merasa
tersindir banget tu degan puisi. Terimakasih buat Fery, yang nantang gue buat
novel untuk kisah masa pesantren dulu, InsyaAllah Fer.
Dari tiga
cerita sebelumnya, gue pengen bilang bahwa masa lalu gak harus dilupakan, entah
itu bersifat luka dan menyedihkan. Masa lalu tetap jadi bagian dari hidup kita.
Masa lalu gak harus mantan, masa lalu bisa saja kebersamaan dengan kawan,
kehangatan dengan keluarga, keteladanan dari seorang guru, kebaikan dari
seseorang yang sekarang ternyata mereka udah gak bersama kita lagi. Kita juga
sadar bahwa masa lalu gak selalu sesuatu yang nyaman dan mengembirakan. Masa lalu
juga kadang sering berwarna kegalauan, kepahitan atau kerunyaman. Sehingga hal
yang buruk seperti itu selalu pengen kita lupakan. Anak muda zaman sekarang
terutama, mereka selalu gagal move on karena pengen melupakan mantan. Gue
pengen bilang ke mereka bahwa mantan gak perlu dilupakan, inget aja terus!!!,
terutama sesuatu hal yang positif dari mereka. Kita jadikan mantan yang udah
ninggalin kita sebagai penyemangat, penyemangat agar kita bisa jadi lebih baik
dari mereka. Dan harusnya dari mantan-mantan itu kita berubah, berubah untuk
tidak lagi pacaran dan lebih milih nikah agar bisa lebih seriusan,,,asekkkkk.
Gue
pengen belajar dari kisah Ovi, tentang bahayanya milih pasangan hanya dari
sekedar tampang dan cantik doang. Karena kebersamaan adalah tentang kenyamanan
yang gak harus datang dari kecantikan atau ketampanan. Gue pengen belajar dari
kisah Dini, tentang perlunya kita menjadikan mantan sebagai penyemangat untuk
jadi lebih baik, bukan malah down dan gantung diri di pohon cabe. Gue pengen
belajar dari kisah Lin, belajar untuk menjadi orang yang peduli.
Akhirnya,
proyek sederhana ini selesai. Gue pengen ngucapin terima kasih buat yang baca. Gue
pengen terima kasih juga buat yang udah
menghina. Gue pengen terima kasih juga kepada yang udah cuek dengan cerpen gue,
terutama mantan-mantan gue yang udah gue ceritain, karena sampai sekarang
mereka gak menyadari kalau ceritanya gue buat.
Rencana ke
depan gue pengen nulis serius dan rela berkejar-kejaran dengan penerbit buat
maksa mereka nerbitin kisah gue. Proyek nulis itu butuh waktu yang lama guys....
kalau kalian tau. Dee Lestari ngelarin supernovanya udah lebih dari 10 Tahun.
Andrea Hirata nyelesein novel dengan judul “Ayah” selama enam tahun. Bahkan kata
Fuadi penulis novel “Negeri 5 Menara, ngelarin novel sampe terbit butuh waktu 2
tahun. Jadi jangan bilang kapan selesai?...hahahha
Sekian.........
menarik juga buat dibaca, apalagi ada nama gue disebutin walaupun nama panggilan.
BalasHapusHehehe
menarik juga buat dibaca, apalagi ada nama gue disebutin walaupun nama panggilan.
BalasHapusHehehe
Aku suke dg cerite kau zid, bace cerpen kau rase nostalgia ke masa lalu rade e walaupun karakter nye luar biase hahaha, lanjut zid
BalasHapusOk ok
BalasHapus