Senin, 11 April 2016

EPILOG CERPEN MANTAN

Alhamdulillah.......... gue langsung sujud syukur atas proyek sederhana pribadi gue ini. Nulis cerita ternyata gak mudah. Lebih enak nulis makalah yang comot sana comot sini. Cita-cita gue nulis cerpen sederhana akhirnya kesampaian, setelah beberapa kali mencoba dan mencoba. Sebelumnya, gue sempat nulis beberapa tulisan, tapi gak ada yang bergenre cerita dan kebanyakan adalah tulisan biasa. Membuat dialog dengan ekspresi ternyata sulit, lebih sulit dari tidur, hahaha. Dan yang lebih sulit adalah memfantasikan cerita pribadi ini agar lebih dramatis, hahahah. Kalau kawan-kawan SMA gue dulu pada baca, mereka akan tau bahwa banyak dramanya di cerita gue dibandingkan faktanya, karena emang gue sebenarnya gak punya mantan, hahahah, becanda.

Alhamdulillah, sampai saat ini gak ada respon dari mantan yang terkait. Kalau sempat ada, mereka bakalan protes dan minta revisi lagi cerita yang gue buat, karena cerita yang gue buat terlalu romantis, hehehe. Tapi disitulah letak sastra kata Andrea Hirata, “menjadikan hal yang sederhana menjadi lebih bermakna”, walaupun cerpen gue sebenarnya bukan sastra sih. Walaupun banyak mereka-reka, ceritanya dibuat agar lebih bisa bermakna dan dapat diambil hikmahnya.

Sebenarnya cerita udah selesai dan gue gak bakal lagi nulis tentang mantan, sumpah,,,,,,,,,,. Tapi disini gue pengen buat epilog merangkum dari tiga cerita sebelumnya. Setiap cerita gak bakal dibanggakan, terutama oleh penulisnya, jika sebuah cerita gak bermakna buat kehidupan nyata. Oleh sebab itulah, gue perlu sekali membuat kesimpulan dan penutup dari cerita pendek mantan ini. Selain penutup, gue juga ingin mengklarifikasi beberapa komentar dari beberapa kawan yang mungkin bernada negatif buat tulisan gue ini, tentunya di epilog ini.

Cerpen sengaja gue umbar dan hebohkan di medsos gue, karena sebenarnya proyek ini adalah warming up buat gue untuk nulis cerita yang lebih serius lagi. Gue berharap ada komentar, kritik dan saran yang bisa membangun dan memperbaiki kesalahan pada penulisan. Hal ini gue lakuin karena gue punya cita-cita untuk nulis fiksi, dan berusaha untuk ngejar para penerbit buat nerbitin tulisan gue nantinya. Tapi ini baru rencana, jadi jangan dianggap serius dulu, hahaha. Gak apa kan mimpi?, asal jangan ngigau aja.

Komentar para pembaca dan tidak pembaca lumayan banyak masuk, salah satu rekan dakwah gue heran sampai buat sesi tabligh akbar ke gue. Dia marahin gue karena pacaran. Gue ingin sampaikan ke dia, ini cerita gue sebelum mendapatkan hidayah. Ini cerita saat gue masih labil dan banyak jerawat tumbuh menjamur di pipi gue, jadi ini bukan cerita gue saat sekarang. Gue sekarang udah gak setuju lagi dengan pacaran, camkan itu ya!, hahaha. Gue lebih milih naik ke pelaminan daripada pacaran yang nguras uang jajan. Gue lebih milih membina rumah tangga dengan Ridho-Nya dibanding mesra-mesraan dibawah murka-Nya, aseekkkk. Jadi seperti itu.

Ada pula komentar lainnya yang mengatakan bahwa cerita ini lebih menjelekkan nama pesantren. Hal ini perlu gue klarifikasi. Pertama, ini aalah fiksi bukan realita kisah nyata, jadi jangan diseriusin. Kedua, pesantren gue waktu SMA lebih kuat di bidang ekstrakurikuler dibandingkan kurikulernnya. Di pesantren waktu itu gak ada istilah ngaji kitab gundul, dan kitab-kitab lainnya. Jadi gue merasa ini lebih tepat disebut boarding school dibanding pesantren. Bahkan sekarang gue liat pesantrennya udah lebih modern dibanding dulu. Ketiga,  Gue pengen bilang bahwa sebagaimanapun ketatnya dunia pesantren, tetap,,, santri dan santriwatinya gak bisa nolak yang namanya cinta, terutama cinta labil yang bergejolak di dalam jiwa. Setiap kisah baik itu nyata maupun tidak nyata, gak bakal seru jika gak ada kisah cintanya, karena cinta itu adalah fitrah dari Yang Kuasa. Hanya sekali lagi gue pengen tekankan, bahwa pemahaman tentang cinta harus tetap pada jalur Nya. Greattt.....

Kemudian ada yang komentar begini, “Ini sih cerita bual-bual Zid”. Yappppp......betul sekali, ini hanya bualan semata. Secara detail ceritanya gak bakalan begitu, tapi garis besar cerita kurang lebih inspirasi dari kisah gue. Banyak hal-hal gak masuk akal yang gue tulis dalam cerita, seperti Tokoh cinta yang gue jelek-jelekkin, tokoh Mat Noh, Bayu, dan Singkong yang gue hina, Tokoh Uda yang suka bokep, tokoh Ovi yang suka sama gue, tokoh Dini yang suka sama senyum manis gue, dan Tokoh Lin yang tomboy. Gue pengen bilang ke kalian, itulah sebuah imajinasi dan fiksi terutama berlatar komedi. Penulis dituntut untuk buat pembaca ketawa dibanding serius membaca.

Gue pengen ngucapin terima kasih dengan komentar yang suka dengan tulisan gue, terutama Rany, cie namanya gue tulis. Ada juga Sity yang ledekkin gue karena gak kelar-kelar sama proposal. Thanks buat Vina nih, gue tulis juga, yang sering like dan gue juga sering like timeline lo ya Vin, hahaha. Ada juga Syarifah yang tiba-tiba ngetag puisi ke beranda facebook gue. Gue merasa tersindir banget tu degan puisi. Terimakasih buat Fery, yang nantang gue buat novel untuk kisah masa pesantren dulu, InsyaAllah Fer.

Dari tiga cerita sebelumnya, gue pengen bilang bahwa masa lalu gak harus dilupakan, entah itu bersifat luka dan menyedihkan. Masa lalu tetap jadi bagian dari hidup kita. Masa lalu gak harus mantan, masa lalu bisa saja kebersamaan dengan kawan, kehangatan dengan keluarga, keteladanan dari seorang guru, kebaikan dari seseorang yang sekarang ternyata mereka udah gak bersama kita lagi. Kita juga sadar bahwa masa lalu gak selalu sesuatu yang nyaman dan mengembirakan. Masa lalu juga kadang sering berwarna kegalauan, kepahitan atau kerunyaman. Sehingga hal yang buruk seperti itu selalu pengen kita lupakan. Anak muda zaman sekarang terutama, mereka selalu gagal move on karena pengen melupakan mantan. Gue pengen bilang ke mereka bahwa mantan gak perlu dilupakan, inget aja terus!!!, terutama sesuatu hal yang positif dari mereka. Kita jadikan mantan yang udah ninggalin kita sebagai penyemangat, penyemangat agar kita bisa jadi lebih baik dari mereka. Dan harusnya dari mantan-mantan itu kita berubah, berubah untuk tidak lagi pacaran dan lebih milih nikah agar bisa lebih seriusan,,,asekkkkk.

Gue pengen belajar dari kisah Ovi, tentang bahayanya milih pasangan hanya dari sekedar tampang dan cantik doang. Karena kebersamaan adalah tentang kenyamanan yang gak harus datang dari kecantikan atau ketampanan. Gue pengen belajar dari kisah Dini, tentang perlunya kita menjadikan mantan sebagai penyemangat untuk jadi lebih baik, bukan malah down dan gantung diri di pohon cabe. Gue pengen belajar dari kisah Lin, belajar untuk menjadi orang yang peduli.

Akhirnya, proyek sederhana ini selesai. Gue pengen ngucapin terima kasih buat yang baca. Gue pengen terima  kasih juga buat yang udah menghina. Gue pengen terima kasih juga kepada yang udah cuek dengan cerpen gue, terutama mantan-mantan gue yang udah gue ceritain, karena sampai sekarang mereka gak menyadari kalau ceritanya gue buat.

Rencana ke depan gue pengen nulis serius dan rela berkejar-kejaran dengan penerbit buat maksa mereka nerbitin kisah gue. Proyek nulis itu butuh waktu yang lama guys.... kalau kalian tau. Dee Lestari ngelarin supernovanya udah lebih dari 10 Tahun. Andrea Hirata nyelesein novel dengan judul “Ayah” selama enam tahun. Bahkan kata Fuadi penulis novel “Negeri 5 Menara, ngelarin novel sampe terbit butuh waktu 2 tahun. Jadi jangan bilang kapan selesai?...hahahha



Sekian.........
Share:

4 komentar:

  1. menarik juga buat dibaca, apalagi ada nama gue disebutin walaupun nama panggilan.
    Hehehe

    BalasHapus
  2. menarik juga buat dibaca, apalagi ada nama gue disebutin walaupun nama panggilan.
    Hehehe

    BalasHapus
  3. Aku suke dg cerite kau zid, bace cerpen kau rase nostalgia ke masa lalu rade e walaupun karakter nye luar biase hahaha, lanjut zid

    BalasHapus