Selasa, 30 Mei 2017

BANYAK WANITA KEBELET NIKAH?, WHY?




Judul kontroversial di atas sengaja saya pilih agar tulisan kali ini lebih menjual (komersil).
***
Sebagai filsuf indie amatir yang berada di bawah naungan swasta dan hampir berusia 23 tahun, saya mendapati adanya gejala sosial yang terjadi pada teman seangkatan saya, terutama yang berjenis kelamin wanita.
Penyebutan kata “wanita” disini tidak bertendensi untuk merendahkan derajat dan martabat kaum hawa, sebagaimana perdebatan di kalangan ahli bahasa yang masih memperdebatkan kata “wanita” dan “perempuan”. Katanya perempuan dari segi bahasa lebih mulia dibandingkan wanita. Katanya... Namun perkara itu juga merupakan perkara yang khilafiyah di antara para ulama bahasa, seperti masalah qunut tidak qunut.
Lanjut...
Kembali pada permasalahan awal. Adapun gejala sosial yang muncul di kalangan wanita seangkatan saya adalah permasalahan pingin cepat nikah. Bila saya perhatikan, kegelisahan wanita seangkatan saya pada masalah ini cenderung lebih heboh dibandingkan di kalangan kaum pria. 
sumber gambar: weheartit.com

Bila pria menanggapi masalah pernikahan dengan cara yang selow seperti lagunya Young Lex featuring Gamaliel, maka wanita menanggapi isu pernikahan dengan begitu panik kebakaran jambang seolah sedang mengalami Premenstrual Syndrome (PMS).
Bentuk kepanikan wanita bisa bermacam-macam, tapi yang paling jamak kita temui dalam kehidupan kita adalah munculnya status-status “baper” yang menjurus kepada arah pernikahan, mulai dari tulisan yang blak-blakkan pengen nikah sampai tulisan yang halus dan tersirat sehingga harus ditafsirkan dengan metode semiotik (penafsiran melalui simbol emotikon) dan hermeneutik (penafsiran dengan cara melihat konteks diturunkannya status).
***
Sebagai filsuf amatir yang peka terhadap lingkungan, saya berusaha untuk mencari jawaban dari gejala sosial tersebut. Adapun rumusan masalah tunggal yang saya buat adalah “Mengapa wanita lebih kebelet nikah dibanding pria?.”
Mulailah saya mencari jawaban dengan googling di internet. Saya menjelajah dari blog satu ke blog lain, mulai dari blog moderat seperti Hipwee dan Idn Times sampai situs ekstrem seperti Suicide Guide dan Rent-a-Hintman.
Namun saya tidak puas dengan jawaban yang ditawarkan oleh blog dan situs di atas. Bagaimana tidak, jawaban yang mereka berikan dari pertanyaan yang saya lemparkan “Mengapa wanita lebih kebelet nikah dibanding pria?”, adalah: Pertama, karena kepingin menjadi ibu muda seperti Retno Hening dan Arumi Bachsin. Kedua, desakan orang tua. Ketiga karena sudah jebol (hati dan perasaannya).
Karena tidak puas, saya mengubah peta sumber data primer saya yang awalnya bersumber dari pustaka internet menjadi hasil wawancara. Mulailah saya mendatangi beberapa teman saya untuk melakukan wawancara, seperti Abdur Rasyid, Kurniawan Riantoso, Danny Pranata, Feri, Sam Haji, dan Benny Subandi.
Sebenarnya saya ingin meluaskan wawancara kepada beberapa narasumber lainnya seperti Habeb Ahmad Firdaus. Hanya saja narasumber yang satu ini terlampau sibuk mengurusi masalah politik, penista agama, dan pemasaran kue raya.
Meskipun narasumber terbatas, saya rasa beberapa nama diatas sudah memenuhi kriteria narasumber yang diperlukan.
Abdur Rasyid misalkan, beliau adalah pakar dalam masalah asmara, berpengalaman dalam putus-nyambung suatu hubungan, dan punya koleksi mantan yang lumayan. Keprofesionalan ini dibuktikan dengan akan berlangsungnya pernikahan beliau tahun ini. Calon istrinya ini adalah wanita yang tempo waktu pernah bergelar mantan dalam ruang asmara beliau. Bayangkan, mantan jadi pasangan. Boleh lah ajarkan aku Syid mantra-mantra pemikat hati mantan...huhhhh...
Kurniawan Riantoso, peternak ikan cupang yang punya omzet menjanjikan. Ia punya pengalaman panjang dalam menjalin hubungan. Satu-satunya pria di kelas saya yang paling sedikit punya mantan adalah beliau. Dari situlah saya menyadari bahwa ketulusan dan kesetiaan beliau dalam menjalin hubungan sangat perlu dipertimbangkan sehingga layak sebagai seorang narasumber.
Danny Pranata, selebriti futsal yang mengubur mimpinya untuk bermain di Santiago Bernabeu karena cedera pundak lutut kaki. Beliau ahli dalam menjalin hubungan asmara tidak kasat mata, banyak publik yang tidak bisa merekam jejak asmaranya, bukan karena tidak punya pasangan atau mantan, melainkan karena keahliannya dalam menyembunyikan jalinan percintaan.
Feri, entrepreneur muda, CEO H&F Distro. Seorang idealis dalam dunia asmara. Ia begitu kritis terhadap wanita yang terjangkit virus materialisme akut. Itulah alasan dia untuk selalu jomblo pada masa perkuliahan, selain karena shockbreaker motor yang sudah mati.
Sam Haji, aktivis HTI yang konsisten meneriakkan kata “haram” pada pacaran. Jika permasalahan negara solusinya adalah khilafah, maka pada persoalan asmara solusinya adalah nikah. Tentu saja Sam Haji patut dijadikan narasumber, sebagai penyeimbang dari jawaban aktivis pro pacaran seperti Bung Abdur Rasyid dan Danny Pranata.
Benny Subandi, penyuka burung hias, penyendiri yang skripsinya belum tuntas-tuntas. Sorry Ben, tapi itu memang kenyataan. Beliau cukup mumpuni dalam hal asmara. Sudah berapa wanita yang ia taklukkan, meskipun ujung-ujungnya wanita itu yang memutuskan untuk meninggalkan. Karena nasib mengenaskan seperti itulah saya memasukkan Benny dalam daftar narasumber.
***
Respon para narasumber dalam menjawab pertanyaan inti “Mengapa wanita lebih kebelet nikah daripada pria?” bermacam-macam, dari yang tersipu malu sambil gigit lengan baju, menjawab sepatah dua patah kata, hingga ceplas-ceplos seperti sedang berkhotbah.
Hasil dari berbagai jawaban itu kemudian saya peras lagi. Sehingga dari bermacam-macam jawaban, saya hanya mengambil tiga jawaban yang itu adalah jawaban terbanyak dan terbaik menurut saya (subjektif).
Jadi ada tiga alasan “Mengapa wanita lebih kebelet nikah daripada pria?”:
Pertama, Faktor Usia.
Faktor usia memang merupakan jawaban terbanyak dan terbaik pertama. Jika kita triangulasikan jawaban itu dengan Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang mengatakan “Batas usia menikah bagi perempuan adalah 16 tahun dan pria 19 tahun”, maka bisa kita dapatkan benang merahnya, bahwa dari sinilah lahir pola pikir di masyarakat kita kalau wanita harus lebih dulu menikah dibanding pria. Disini kita menggunakan rumus perbandingan senilai.
Lihatlah perbedaan usia tersebut!, 16 : 19. Jadi bila ada wanita dan pria yang sama-sama berusia 23 tahun, kemudian si pria menikah lebih duluan, maka si wanita dengan umur yang sama (23 tahun) akan panik. Mengapa?. Karena tidak sesuai dengan perbandingan senilai dalam Undang-Undang di atas.
Seharusnya pria yang berusia sama dengan si wanita tadi baru akan menikah di usia 26 tahun, bukan 23 tahun. 16 : 19 atau 1 : 3.
Paham?.
Saya juga tidak paham.
Alasan lain mengapa para narasumber banyak menjawab faktor usia adalah karena masa produktivitas wanita untuk melahirkan seorang anak cukup terbatas.
Sebagai perbandingan, bolehlah kita tilik hal tersebut dari beberapa artikel yang saya dapatkan. Salah satu artikel menyebutkan bahwa masa ideal wanita baru baik untuk menikah adalah di usia 21 tahun. Mengapa?, karena di usia 21-35 tahun resiko gangguan kesehatan pada ibu hamil paling rendah yaitu 15 persen. Sederhananya, di usia 21-35 tahun organ reproduksi, aspek emosional dan sosial sudah lebih matang daripada cabe-cabean yang masih berusia belasan tahun.
Selain itu beberapa ahli juga mengatakan bahwa wanita akan berada di puncak kesuburan di usia 24 tahun. Jadi sangat disayangkan jika pada masa puncak kesuburan ini para wanita masih menyematkan gelar jomblo di kepalanya. Sayang sekali kan?. Kekekekeh..
Oleh dua sebab di ataslah, maka wanita lebih ngebet pengen nikah dibandingkan pria. Jadi ketidaktahanan wanita untuk segera menikah bukan hanya masalah cari sensasi saja, melainkan berdalil pada masalah kesehatan dan kesuburan.
***
Kedua, Iri Melihat Teman yang Sudah Menikah.
Mochtar Lubis pernah menulis sebuah buku berjudul Manusia Indonesia. Di buku itu ia merilis beberapa ciri-ciri manusia Indonesia, diantaranya munafik, tidak bertanggung jawab, percaya takhayul dan masih banyak lainnya. Dari beberapa sifat yang ia sebutkan sebagai ciri-ciri manusia Indonesia, ternyata iri dan dengki juga termasuk, meskipun sifat itu tidak masuk dalam enam sifat teratas versi Mochtar Lubis.
Penyakit ini hampir tersemai di dalam hati seluruh umat manusia Indonesia baik itu pria maupun wanita. Nah, dalam kasus nikah, hampir kebanyakan wanita yang sudah ditinggal temannya nikah duluan akan merasa tersakiti hatinya, meskipun saat datang ke acara pelaminan mereka masih sanggup melebarkan senyuman.
Iri dan dengki inilah yang memunculkan benih-benih kepingin nikah pada diri wanita. Namun iri dan dengki dalam kasus ini bersifat positif, karena berlomba-lomba menuju kursi pelaminan, bukan berlomba-lomba menuju kemaksiatan dan pacaran. Asekkk...
***
Ketiga, Wanita Tidak Berani Melamar Duluan.
Nah ini adalah masalah pelik yang turun temurun dari zaman Marah Roesli menerbitkan novel Siti Nurbaya sampai zaman munculnya novel Raditya Dika. Masalahnya adalah; wanita tida berani dan merdeka untuk menyampaikan perasaannya duluan. Yang mereka lakukan adalah menunggu dan menunggu.
Karena prinsip menunggu inilah menjadikan wanita tertuntut untuk segera mendapatkan jodoh. Karena kalau tidak, dia akan bernasib menjadi perawan tua. Perlu saya beri tahu, Feri suka yang begituan, lebih dewasa katanya.
Sudahlah, kita singkirkan dulu novel Raditya Dika kesukaan Bung Abdur Rasyid. Lebih baik kita mengambil pelajaran dari novel yang sastrawi dan melegenda karya Marah Roesli yang berjudul Siti Nurbaya.
Novel Marah Roesli yang berjudul Siti Nurbaya bercerita tentang hilangnya kebebasan wanita untuk memilih pendamping hidupnya. Ia terpaksa menikah dengan Datuk Maringgih karena tuntutan hutang, padahal ia sebenarnya punya kekasih yang ia cintai.
Seharusnya tidak ada lagi Siti Nurbaya di zaman modern seperti saat ini. Maksud saya, seharusnya wanita tidak lagi menunggu pinangan atau tunangan, tapi mereka juga punya hak untuk menentukan pilihan; siapa lelaki yang pantas menjadi suaminya. Konsekuensinya, wanita harus merdeka dan berani, bukan pasrah dan mengalah.
Di zaman menjamurnya berbagai jenis media sosial, seharusnya sudah tidak ada lagi batas untuk mengungkapkan perasaan. Jika memang tidak diperbolehkan untuk berkomunikasi langsung antar lawan jenis yang bukan mahram, si wanita bisa bercerita pada keluarganya atau temannya yang punya network terhadap pria yang ia idam-idamkan. Bummm... masalah selesai.
Wanita seharusnya merdeka untuk memilih siapa pasangannya. Bukankah pernah ada Sahabiyah yang menawarkan diri kepada Rasulullah untuk dinikahi yang terekam dalam hadis Bukhari?. Bukankah Khadijah pada saat itu yang terlebih dahulu menyampaikan hasratnya untuk hidup bersama Rasulullah melewati temannya yang bernama Nafisah?.
Oleh karena itu, logikanya mesti dibalik. Wanita tidak harus selalu dan selamanya dari zaman ke zaman untuk menunggu dipilih, tetapi kalian juga seharusnya merdeka untuk memilih duluan. Ngeri ya bahasa saya ini...hehehe.
Hanya saja bila kita lihat konteks terkini. Seseorang tidak semudah itu menawarkan diri kepada orang lain. Mesti ada modalnya dulu, baik itu kebaikan spritual, emosional maupun kesiapan materinya. Oleh karena itu, jika wanita ingin merdeka menentukan pilihan, seharusnya kemapanan tidak hanya disiapkan oleh pria, tetapi juga dari wanita.
Itupun jika wanita memang ingin merdeka untuk memilih, bukan pasrah dipilih. Tapi apabila memang masih mengiginkan kebudayaan lama, ya... silahkan. Toh ini hanya buah pikiran dari filsuf indie amatiran yang berada di bawah naungan pihak swasta.
***
Oke, cukup sekian hasil penelitian saya bersama teman-teman saya. Apabila ada kekurangan seperti typo, kata yang tidak baku serta kalimat yang ambigu, kami mohon maaf. Yah... yang namanya sebuah karya memang tidak akan pernah ada yang sempurna.
Sekian dan terima kasih. Salam Ramadan.



Share:

3 komentar:

  1. Amazing boy...may god bless you

    BalasHapus
  2. Hai Calon Pengantin ~
    Percayakah kalian bahwa melangsungkan pernikahan tidak perlu ribet dan mahal? Dengan memakai jasa Wedding Organizer HIS Graha Elnusa, Anda bisa melangsungkan pernikahan ALL IN PACKAGE bergaya elegant di Jakarta Selatan dengan harga dibawah rata-rata dan dapat CASHBACK 35 Juta juga lho!

    Mau tahu berbagai jenis Wedding Packagenya? Langsung saja kunjungi www.hisgrahaelnusa.com dan pantau terus update terbaru kami di Instagram @his_grahaelnusa.

    > For more info please contact Marketing HIS Wedding Graha Elnusa 083873396243 (RATIH) atau datang langsung ke kantor HIS di Graha Elnusa Lt.2, Jl.TB. Simatupang Kav.1B, Cilandak Timur.

    BalasHapus
  3. Voila! Dear brides and grooms to be, mana nih suaranya?
    Udah sampai mana persiapan buat pernikahannya? apa aja sih kendala yg kalian hadapi selama proses persiapannya? ribet dan kebingungan harus memulai dari mana?
    Yuk jangan khawatir dan dibawa pusing karena wedding consultant dari HIS Kologdam Grand Ballroom akan membantu persiapan pernikahan kalian dari mulai persiapan sampai hari H. Venue? Udah ada. Vendor? Banyak pilihannya. Punya konsep sendiri? Bisa disesuaikan kok.
    Penasaran apa aja yang kami berikan? Dari mulai catering, dekorasi, rias busana, photography, entertainment, upacara adat, mc, wedding car, beserta wo untuk di hari H. SO??? Yuk segera konsultasikan persiapan pernikahanmu sekarang juga. Banyak promo menarik juga khusus di bulan September ini diantaranya:
    PICK 2 FOR YOU 2
    * Invitation Card by Corellia (500 undangan)
    * Wedding Ring by Vins Jewelry
    * Sushi Stall by Sushi Tei (300 pax)
    * Voucher Informa 5 Juta
    * Free Photobooth by Clei (3 Jam, Unlimited)
    * Free Honeymoon to Samaja Villa Kunti (3D2N)

    Untuk info lebih lanjut yuk segera hubungi Ayu-HIS Kologdam (WA 081324570721)

    BalasHapus