Rabu, 29 Maret 2017

BELAJAR DARI NASKAH YANG GAGAL



Awal tahun 2016 saya punya keinginan untuk menulis novel. Keinginan ini tidak kokoh sebenarnya, karena di awal tahun 2016, mahasiswa/i angkatan saya sudah mulai mengerjakan skripsi. Saya bimbang, apakah saya harus fokus dengan keinginan saya untuk menulis novel atau kenyataan yang ada di lapangan; yaitu harus mengerjakan skripsi?.

Setelah berfikir dan menimbang dengan benang akhirnya kujadikan layang-layang, akhirnya saya buat kebijakan dalam hidup saya, yaitu kedua pilihan itu akan saya kerjakan secara berbarengan.

Dalam proyek menulis novel, hal pertama yang saya lakukan adalah membaca buku sebanyak-banyaknya, mulai dari buku non fiksi, novel, cerpen, sampai puisi. Buku-buku ini saya dapatkan dengan cara menyisihkan 40 sampai 60 persen dari uang jajan saya, sehingga dalam satu bulannya saya bisa membeli 10 buku bahkan lebih.

Semenjak itu, aktivitas membaca buku mulai saya rutinkan, biasanya pagi hari mulai dari jam 6 sampai jam 8 pagi dan malam hari mulai dari jam 8 sampai jam 10 malam. Sementara untuk skripsi saya fokuskan pada pagi hari dari jam 9 sampai 1 atau 2 siang. 

Karena rutinitas membaca buku lebih kuat daripada mengerjakan skripsi, jadwal pengerjaan skripsi saya terabas juga sehingga pengerjaan skripsi menjadi terbengkalai selama kurang lebih tiga bulan. Akibatnya saya tidak bisa mengejar target normal wisuda pada bulan september 2016. 

Padahal menyelesaikan skripsi itu mudah, modalnya dua; rajin dan fokus. Rajin nunggu dosen dari pagi sampai sore hari. Fokus pada perbaikan dan pengerjaan. Sayangnya dua hal itu tidak saya lakukan karena rajin dan fokusnya malah lari ke membaca buku.

Di penghujung tahun 2016 saya tidak lagi memfokuskan pada membaca, melainkan merancang novel yang akan dibuat. Dari awal saya sudah berencana untuk menulis novel dengan tema perang dan kekuasaan, dengan serangga sebagai karakter di dalamnya. 

Maka mulailah saya riset tentang dunia serangga. Untuk riset pustaka, saya datang ke perpustakaan daerah Pontianak. Di ruangan referensi, saya buka beberapa ensiklopedia yang memberikan informasi mengenai dunia serangga. Setelah itu saya perkaya lagi bahan tulisan dari artikel-artikel di internet serta mendownload beberapa ebook yang ada kaitannya dengan karakter dalam novel.

Setelah bahan untuk karakter sudah banyak, mulailah saya buat peta konsep, sinopsis, plot serta alur cerita. Setelah itu saya pecah sinopsis itu dalam empat belas bab. Itu semua saya lakukan di bulan Desember tahun 2016.

Awal tahun 2017, setelah kembang api dan suara terompet reda saya tidur, paginya barulah saya mulai menulis. Sepanjang bulan Januari 2017, tangan saya begitu lincah beradu di papan keyboard, sehingga dalam satu bulan saya sudah menulis 60 halaman dengan satu spasi. Empat dari empat belas bab terselesaikan. Hingga pada pertengahan Febuari 2017, tulisan saya sudah sampai 80 halaman. 

Karena di awal saya tidak terlalu kuat riset pada bagian latar, pada saat lanjut ke halaman berikutnya, saya mengalami writer’s block. Untuk meredamnya, di pertengahan Februari 2017, saya pergi ke Singkawang untuk riset lapangan dengan tujuan bukit dan rawa. Sesampainya di Singkawang, naiklah saya ke sebuah bukit dan datanglah saya ke sebuah rawa untuk riset, mencatat hal-hal penting, dan berfoto ria. Sekembalinya saya dari Singkawang, kendala itu ternyata bisa dihadapi.

Sampai akhir Februari 2017, tulisan itu sudah sampai 100 halaman dan ketika diubah dalam satu setengah spasi tulisannya sudah sampai 150 halaman. Di awal Maret 2017, tepatnya sudah sampai Bab ke sepuluh –empat bab lagi selesai- saya terkena writer’s block lagi. Kali ini mandeknya bukan karena riset tapi karena plot cerita atau pondasi cerita yang sangat-sangat-sangat tidak kuat. 

Satu minggu saya berpikir untuk mengakali bagaimana agar ceritanya bisa diakali atau paling tidak nggak harus ulang dari awal, dan ternyata tidak bisa. Saya rasa kesalahannya sudah sangat fatal dan harus berubah di awal. Dan saya menyadari bahwa di awal, plot yang saya bangun terlalu cepat dan tergesa. Sebab-akibat dalam setiap peritiwa tidak terpikirkan pada saat penulisan peta konsep dan sinopsis serta plot.

1 tahun lebih berproses dari mulai menghabiskan siang dan malam untuk membaca, mengesampingkan skripsi sehingga tidak dapat wisuda di tahun 2016, memotong uang jajan untuk beli buku, biaya dan tenaga yang terkuras, bahkan sempat stres berat di awal perencanaan dan bahkan sampai sekarang masih tidak bisa tidur nyenyak karena 150 halaman harus disimpan dan tidak bisa dilanjutkan, dan semuanya menguap menjadi sebuah pengalaman yang bisa saja manis bisa saja menyedihkan.

Yah itulah yang namanya proses.

Saya rasa proses dan latihan serta usaha yang saya lakukan masih belum maksimal. Satu tahun saya rasa terlalu cepat untuk membaca dan meresapi setiap bacaan, mengingat masih banyak buku yang belum saya baca. Dan satu setengah tahun saya rasa terlalu cepat untuk bisa menulis novel.



Akhirnya tahun ini saya berhenti dulu mewujudkan keinginan itu, terutama menulis novel. Saya harus banyak membaca dulu, berlatih menulis di blog dulu, dan kalau jadi lanjut pendidikan di Jawa nanti saya mau banyak meresap ilmu dari penulis-penulis besar yang ada di sana dulu.
Tahun ini keinginan untuk menulis dan menerbitkan buku mau tidak mau ditunda.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar