Sabtu, 19 September 2015

PERPECAHAN ISLAM DI INDONESIA



Indonesia adalah salah satu negara yang punya keragaman yang begitu luas. Mulai dari keragaman suku, budaya, ras, bahasa, daerah bahkan agama. Cita-cita bangsa menjadikan keragaman itu damai dan sejahtera masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun di sisi lain, berbagai konflik dan kekerasan menjadi batu sandungan para pemimpin negeri untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut.
Membuat perbedaan menjadi indah bukanlah suatu yang mudah semudah membalikkan telapak tangan. Perlu keluwesan hati yang tinggi untuk dapat meredam segala hal yang dapat memicu tumbuhnya kebencian dari perbedaan yang ada. Jika perbedaan tersebut adalah suatu perbedaan yang wajar dan dapat diterima, maka kata “toleransi” akan bisa terwujud di dalamnya. Namun apabila perbedaan tersebut mencakup masalah fundamental dan bergesekan dengan prinsip hidup orang lain, maka kata “toleransi” tidak akan terealisasi.
Salah satu perbedaan yang sering diperdebatkan dan muncul ke permukaan adalah perbedaan pendapat dalam suatu agama, terutama agama Islam. Nubuwwat Rasulullah SAW mengenai perpecahan dalam intra umat muslim menjadi kenyataan yang tidak dapat dielak oleh generasi umat muslim saat ini. Lahirnya golongan-golongan di dalam tubuh umat Islam sendiri menyebabkan kebingungan yang mendalam bagi para pegikutnya yang mungkin tidak punya akses untuk memahami perbedaan yang ada.
Pendiskusian, perdebatan sampai perkelahian mewarnai perbedaan yang ada di dalam umat Islam. Dari kalangan atas sampai kalangan bawah seperti mahasiswa dan siswa turut meramaikan arena pertarungan yang ada. Namun hasil  kesepakatan serta saling menerima adalah barang mahal yang tidak akan terbeli jika perbedaannya mencakup hal yang fundamental.
Secara umum, perbedaan dalam agama Islam di negeri ini sendiri bisa kita kelompokkan menjadi 3 golongan. Golongan ini penulis kutip dari pendapat Charles kurzman dalam bagian pendahuluan bukunya yang berjudul “liberal Islam”. Pertama customary Islam atau islam adat yang ditandai dengan perbaruan praktik-praktik lokal dengan ajaran Islam yang dianggap “asli”. Kedua, revitalist Islam atau islam puritan yang merupakan respon  terhadap Islam adat. Islam puritan berupaya untuk melakukan  “pemurnian” terhadap apa yang didefinisikan terhadap Islam. Ketiga, liberal Islam yaitu mereka yang kritis baik kepada customary Islam maupun revitalist Islam untuk mengaktualisasikan ajaran Islam dalam kehidupan modern.
Dari tiga golongan diatas, maka kita akan mendapatkan gambaran yang jelas mengenai perbedaan yang ada. Islam adat adalah Islam yang menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan yang ada. Dimana Islam adat ini sendiri sering di dasarkan pada ajaran Walisongo penyebar agama Islam di Nusantara. Maka penyesuaian dengan adat dan budaya setempat itulah lahir tradisi selametan, sekatenan, lagu-lagu yang bernafaskan Islam seperti hadrah, kasidah dsb.
Melihat bercampurnya adat dan agama, maka muncullah Islam puritan atau revitalist Islam yang ingin membersihkan agama dari tempelan adat dan budaya yang dianggap masih bertentangan. Seperti ziarah kubur yang masih diselingi dengan sesajen, acara-acara besar yang masih menyisipkan tumbal kepada makhluk halus dsb. Hal tersebut menjadi dasar yang membuat bergeraknya Islam puritan untuk datang memperbaiki kerusakan agama. Mengembalikan mereka kepada Al-Qur’an dan as-sunnah adalah misi utama Islam puritan.
Dalam kemajuan berbagai bidang seperti teknologi, politik, pendidikan, kesehatan dan perekonomian, muncullah aliran Islam liberal yang beranggapan bahwa agama harus dapat berlari bergegas menyesuaikan kemajuan yang ada. Sehingga muncullah paham bolehnya nikah beda agama menyangkut banyaknya muslim dan non muslim yang terganggu dengan haramnya nikah beda agama. Muncul paham kesetaraan gender, mengingat bangku politik sudah mulai diisi oleh wanita. Muncul bolehnya mengucapkan selamat dalam perayaan non muslim dikarenakan toleransi dalam dunia modern yang begitu tinggi. Muncul paham Islam kontekstual yaitu islam yang menyesuaikan tempat dan kondisi sehingga muslimah Indonesia boleh saja tidak berhijab mengingat kondisi kita tidak memungkinkan untuk menutup semua tubuh karena cuaca tropis yang ada. Bahkan hilangnya dasar syariah Al-qur’an seperti hukum memotong tangan, qisas, hudud dan lainnya mengingat hal tersebut hanya berlaku pada zaman Rasulullah SAW. sampai kepada pembolehan kaum LGBT masuk di Indoensia dikarenakan LGBT adalah gen bukan kelainan.
Lalu bagaimana kita menyikapi  perbedaan tersebut?
Maka Allah swt memberikan solusi terbaik dalam banyak ayat yang salah satunya QS. An-nisa ayat 59
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Diam dan apatis bukanlah strategi cadangan terbaik yang bisa kita lakukan. Jika Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah obat manjur untuk menghilangkan kebingungan, maka mengkonsumsi keduanya adalah sebuah keharusan untuk menghilangkan penyakit kebingungan tersebut. belajar adalah tindakan terbaik yang satu-satunya bisa kita lakukan agar perbedaan ini tidak menjadi momok menakutkan dalam hidup kita.
Kita semua sepakat bahwa agama adalah satu-satunya pegangan terakhir kita di saat semua akan sirna. Agama adalah hal yang tidak bisa disepelekan mengingat bahwa agama adalah jalan hidup kita. dia yang akan membawa kita masuk kepada surga atau neraka.
Dan perlu diingat bahwa ujian dahsyat menerpa umat Islam ini. cukup dengan perbedaan dan pecahnya umat Islam dapat membuat kelirunya kita dalam menuju pintu surga atau neraka, mengingat perbedaan-perbedaan yang ada begitu samar dan tidak terbaca jika kita tidak mempelajarinya.
Islam bukanlah agama yang membuat pemeluknya memiliki perbedaan dan ciri masing-masing. Islam adalah agama yang menyatukan pendapat, fikiran, dan perasaan. Keselamatan adalah misi Islam itu sendiri. Jika Islam menghasilkan perbedaan yang dapat menyebakan pertikaian dan emosi mendalam, akankah lahir keselamatan di dalamnya.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar