Latar Belakang Penulisan
Sukarno pernah mengatakan “JAS MERAH” dalam pidato
terakhirnya di tahun 1966 yang artinya jangan sekali-kali meninggalkan sejarah
(Vivanews, 2013). Setelah mengingat perkataan tersebut, jiwa penulis terasa
bergairah dan raga penulis menjadi tergerak untuk mengumpulkan kembali fragmen-fragmen
sejarah peradaban Negara kelas B -yang sudah lama diabaikan- untuk dijadikan
sebuah kesatuan sejarah yang mengagumkan atau mungkin juga malah memalukan.
Salah satu alasan mengapa penulis tertarik sekali untuk merajut
kembali untaian sejarah peradaban Negara kelas B ialah karena belum ada satupun
sejarawan besar dunia yang meneliti dan menulis sejarah peradaban Negara tersebut.
Thomas Stamford Raffles menulis sejarah Jawa,
Alfred Russel Wallace menulis sejarah Nusantara, Frederick Wells W
menulis sejarah Cina, Arnold Toynbee menulis sejarah Jejak Peradaban Manusia
dari 500 SM-Abad XX, Richard D. Heffner menulis sejarah Amerika Serikat, Seutonius
menulis Catatan Sejarah Raja Romawi. Lalu siapa yang menulis sejarah peradaban
Negara kelas B?. Tidak ada.
Oleh karena itulah, sebagai salah satu manusia yang pernah
hidup di zaman berdirinya Negara kelas B, penulis merasa bertanggung jawab
untuk menuliskan sejarah peradaban negara tersebut dan menunjukkannya pada
dunia bahwa Negara kelas B pernah eksis di belahan bumi khatulistiwa. Semoga
catatan sejarah peradaban ini bisa bermanfaat untuk anak cucu kita kelak, dan
juga berguna bagi mereka yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai peradaban
yang sungguh lucu ini.
SUMBER GAMBAR: http://mrpetblogs.blogspot.co.id |
***
Sejarah Berdirinya Negara
Kelas B
Negara Kelas B berdiri pada awal abad 21 Masehi atau
lebih tepatnya pada tahun 2012 akhir. Kelas B ditetapkan sebagai negara resmi melalui
kongres yang diselenggarakan oleh para anggota Tata Usaha (TU) di jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI) pada pertengahan tahun 2012.
Di dalam foto ini ada beberapa manusia yang akan survive dan bakal hidup di Negara kelas B seperti Peri, Beni, Rian, Yogi dan Rasyid. |
Setelah negara ini resmi berdiri, maka diadakanlah
pemilihan presiden pertama untuk memimpin Negara kelas B. Saat itu yang menjadi
calon presiden hanya ada dua orang; Muhammad Ani dan Muhammad Lutfi. Pemilihan
dilakukan melalui mekanisme “tulis di kertas” dengan prinsip demokratis, jujur,
adil dan transparan.
Dari hasil pemilihan umum tersebut, terpilihlah Muhammad
Ani sebagai presiden pertama yang akan memimpin Negara kelas B dengan masa
jabatan satu semester. Kemenangan Muhammad Ani sebagai presiden pertama
dirayakan oleh para tim sukses dengan melambung-lambungkan Muhammad Ani hingga
tercebur ke dalam selokan.
Sejak terpilihnya Muhammad Ani sebagai presiden pertama,
Negara kelas B mulai membangun peradabannya. Secara garis besar, peradaban
Negara kelas B dibagi menjadi tiga zaman (periode), yaitu zaman kegelapan, zaman
kebangkitan dan zaman teknologi informasi.
***
Zaman Kegelapan
Secara umum, zaman kegelapan ini ditandai dengan
ketakutan, kekolotan, dan keabsurdan mayoritas masyarakat di Negara kelas B
dalam berbagai hal; keilmuan, etika, moral dan kebudayaan.
Dalam bidang keilmuan, banyak masyarakat yang masih takut
untuk bersuara di depan umum (berpendapat, bertanya dan menjawab). Freedom of Speech merupakan barang
langka yang diciptakan sendiri oleh masyarakatnya, bukan karena kungkungan
penguasa.
Misalnya:
“Ada yang ingin ditanyakan?,” tanya seorang Dosen.
“Krikkk...krikkk...krikk” (hanya terdengar suara jangkrik).
...
“Ada yang mau menjawab?,” tanya seorang Dosen di sesi
lain.
“Krakkk....krukkk...krakkk...krukkk” (Feri diam-diam menggaruk selangkangan).
...
“Ada yang ingin menyampaikan pendapat?, silahkan!,” pinta
seorang Dosen di sesi yang lain.
“Hoammm...”
(Rio mengantuk).
...
Selain itu, ciri-ciri zaman kegelapan dalam bidang keilmuan
lainnya dapat dilihat dari peninggalan berupa artefak-artefak kuno (makalah) di
Negara kelas B. Ada dua ciri utama yang terdapat pada artefak (makalah) pada
zaman kegelapan; pertama belum bisa menghilangkan jejak copy paste (tulisan masih berwarna, bergaris bawah, dan tidak rapi).
Kedua, copy paste dari sumber yang
tidak tepercaya (blogspot anak alay atau laman facebook anonim).
Pada periode ini, kebudayaan berbusana masyarakat Negara
kelas B masih belum bisa beradaptasi dengan keadaan. Yang pria dan wanita masih
suka mengenakan pakaian yang berwarna nyentrik sehingga terkadang tidak sinkron
antara baju dan celana. Pria masih sering menggunakan sepatu sneaker yang biasa digunakan saat santai
atau mengintai mantan di taman. Sementara wanita masih doyan menggunakan sepatu
sendal yang terbuat dari karet lembek, yang apabila dijemur di bawah sinar
matahari maka benda tersebut akan meleleh kepanasan.
Gaya berpakaian di zaman kegelapan. |
Etika dan moral masyarakat pada zaman kegelapan masih
begitu konyol dan absurd. Salah satu keabsurdan masyarakat pada zaman kegelapan
bisa kita lihat pada sebuah gambar yang penulis temukan di galeri museum
facebook.
Kelakuan salah satu rakyat di Negara kelas B pada zaman kegelapan. |
Namun, zaman kegelapan pada akhirnya mulai menunjukkan
perubahan. Hal tersebut ditandai dengan kebangkitan semangat berpendapat yang
dipelopori oleh dua tokoh terkemuka, yaitu Muhammad Ani (presiden pertama) dan
Muhammad Lutfi.
Muhammad Lutfi adalah tokoh pembaharu yang berasal dari
kaum santri. Ia sudah terbiasa berdiskusi di wilayahnya. Ia juga seorang pecandu
buku terbitan Paramadina. Ia mengaku mengidolakan tokoh pembaharuan seperti
Nurcholish Madjid di Indonesia dan Muhammad Iqbal di Pakistan.
Di tengah adalah salah satu tokoh pembaharuan di Negara kelas B (Muhammad Lutfi). Anda jangan heran, begitulah kelakuannya. |
Sementara itu, presiden pertama yaitu Muhammad Ani juga
turut serta membangkitkan semangat rakyatnya untuk berani bersuara pada ajang
diskusi yang diselenggarakan di kelas. Salah satu trik yang dilakukan oleh
Muhammad Ani untuk memancing para rakyat agar mau bersuara adalah dengan cara
melemparkan pertanyaan sulit yang terkadang memang tidak perlu dipertanyakan. Misalnya,
“Buat apa kita kuliah?.” “Duluan mana telur atau kepompong?.” “Mengapa kita
bernafas?.” Dsb.
Dua tokoh inilah yang pertama kali membuka keberanian
masyarakat untuk berani bersuara.
Kepemimpinan Muhammad Ani tidak berlangsung lama, ia
hanya mampu bertahan memimpin negara sepanjang satu semester. Integritas dan
kredibiltas kepemimpinan Muhammad Ani mulai diragukan oleh masyarakat semenjak
ia bersikap masa bodoh terhadap nilai ujian masyarakat di Negara kelas B.
Pada semester dua, kepemimpinan digantikan oleh Feri. Ia
resmi menjadi presiden lewat pemilihan umum dengan mekanisme yang sama dengan
pemilihan sebelumnya, yaitu melalui tulis di kertas. Budaya pemilihan presiden
dengan cara tersebut tidak pernah digantikan oleh komisi pemilihan umum Negara
kelas B karena cara tersebut dinilai sangat praktis, cepat, dan hemat biaya. Feri
bahkan didaulat menjadi presiden seumur hidup oleh rakyat di Negara kelas B
karena kepemimpinannya dinilai baik dan bertanggung jawab alias mau
disuruh-suruh (Jokowi harus banyak belajar dari presiden Feri).
Pada zaman kepemimpinan Feri, Muhammad Lutfi sempat
menghebohkan masyarakat dengan fatwanya yang kontroversial pada semester tiga,
yaitu “Pacaran adalah iman yang paling sempurna”. Lutfi menilai pacaran sesuai
dengan definisi iman, yaitu mulai muncul dari hati, diungkapkan dengan
perkataan dan diamalkan dengan perbuatan. Saya yakin, ketua Jaringan Islam
Liberal (JIL) seperti Ulil Abshar Abdalla pun akan angkat tangan bila mendengar
statement dari Muhammad Lutfi
tersebut.
Muhammad Lutfi juga pernah memfatwakan bahwa sekolah
adalah pembodohan karena sekolah hanya menghabiskan waktu, biaya dan tenaga.
Menurutnya, sekolah juga telah banyak melahirkan para koruptor, pencuri, dsb.
Dominasi pemikiran Muhammad Lutfi yang kontroversial inilah
yang dirasa penulis menjadi cikal bakal tumbuhnya gerakan Islamis Fundamental
di kelas B. Gerakan ini dipelopori oleh Feri, Sam Haji, dan Laura. Mereka mencoba
menjadi penyeimbang terhadap pemikiran tokoh pembaharuan Muhammad Lutfi. Hal
ini juga sekaligus menjadi cikal bakal runtuhnya zaman kegelapan yang nantinya akan
digantikan dengan zaman kebangkitan.
***
Zaman Kebangkitan
Lahirnya zaman kebangkitan ini ditandai dengan munculnya
banyak tokoh-tokoh baru yang mulai berani mengemukakan pendapat. Sebagaimana
yang telah penulis sampaikan sebelumnya, zaman kebangkitan ini dilatarbelakangi
oleh perlawanan para tokoh-tokoh baru terhadap dominasi fatwa kontroversial yang
dikeluarkan oleh tokoh pembaharuan Muhammad Lutfi.
Tokoh-tokoh awal yang memelopori lahirnya zaman
kebangkitan ini adalah Sam Haji, Feri dan Laura. Mereka bertiga dikenal dengan
trisula khilafah. Trisula khilafah meyakini bahwa sistem demokrasi saat ini
menjadi penyebab utama munculnya berbagai masalah dalam banyak sektor. Oleh karena
itu, sistem demokrasi mesti diganti dengan sistem khilafah.
Sam Haji sendiri mengaku ideologi yang ia bawa di kelas
terinspirasi dari tokoh-tokoh besar seperti Ismail Yusanto, Hj. Irene Handono,
dan Felix Y. Siauw yang berlanjut pada masuknya ia ke dalam ruang organisasi
tersebut.
Sementara itu, Feri sudah lebih dulu mengetahui ideologi
ini dari orang tuanya yang menjadi anggota Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Indonesia
(bukan Hizbullah Lebanon) yang mana sama-sama meyakini akan wujudnya khilafah
di akhir zaman. Kesamaan pandagan inilah yang membawa Feri bergabung bersama
Sam Haji dan Laura.
Muhammad Lutfi sangat tidak setuju dengan ideologi yang
dibawa oleh ketiga tokoh di atas. Dalam setiap diskusi, ketika ketiga tokoh
tersebut mengatakan Khilafah adalah solusi dari berbagai permasalahan, maka
dengan cepat pula Muhammad Lutfi menyambar usulan tersebut dan menolak tegas
ide tersebut dengan mengatakan bahwa negara ini adalah negara multikultural,
multietnis dan plural. Jangan sampai kekuasaan dan peraturan hanya dikendalikan
oleh satu kelompok.
Muhammad Lutfi tidak berjuang sendiri, ia dibantu oleh
salah satu tokoh humanis bernama Ahmad Firdaus. Meskipun Ahmad Firdaus tidak
pernah satu kali pun menyampaikan statement
bahwa ia mendukung Muhammad Lutfi, namun jelaslah bahwa mereka berdua
memiliki kesamaan, yaitu tidak sepakat dengan konsep khilafah. Ahmad Firdaus
menegaskan bahwa sistem khilafah sangat sulit diterapkan di zaman sekarang.
Ahmad Firdaus adalah salah satu tokoh yang mulai belajar
tentang ideologi dunia sejak tahun 2014. Pencarian itu membuat dirinya tertarik
kepada satu ideologi yaitu humanisme. Dua tokoh yang menjadi acuannya adalah Mahatma
Gandhi dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Humanisme itu sendiri menurut beliau sederhananya
adalah memanusiakan manusia. Di dalam Islam, konsep ini tercermin dalam rumusan
Maqashid Syariah atau jaminan atas
lima hal mendasar yaitu hak hidup, beragama, memelihara keturunan, memiliki
harta, dan keselamatan fisik.
Proses pencarian ideologi oleh seorang Ahmad Firdaus sekaligus pencarian calon istri. |
Di zaman kebangkitan ini tidak hanya menampilkan suasana
perdebatan antara trisula khilafah dengan Muhammad Lutfi dan Ahmad Firdaus. Tapi
di zaman ini pula -di wilayah lain- lahir tokoh-tokoh yang mulai memperdalam
wawasannya seperti Abdur Rasyid, Kurniawan Riantoso dan Benny Subandi.
Abdur Rasyid mulai rajin melahap karya Habiburrahman El
Shirazy dan Buya Hamka serta rajin mengikuti ceramah Zakir Naik di internet.
Kurniawan Riantoso mulai rajin mengonsumsi kajian-kajian yang dibawakan oleh
Ust. Abdul Somad dan Mustafa Umar serta membaca karya Buya Hamka. Benny Subandi
pun demikian, ia mulai tertarik untuk mengkaji karya Iman Syafi’i.
Dua tokoh yang bisa dikatakan begitu akrab adalah Abdur
Rasyid dan Kurniawan Riantoso, karena mereka sama-sama menyukai karya-karya
Buya Hamka. Sementara Beni sendiri adalah seorang tokoh sufistik yang senang hidup
menyendiri sehingga tidak banyak orang yang mengetahui keberadaannya.
Demikianlah cuplikan dari zaman kebangkitan, yang mana
ditandai dengan keberanian berpendapat dan semangat dalam mengkaji serta
mempelajari ilmu dari para tokoh-tokoh besar.
***
Zaman Teknologi dan Informasi
Pesatnya kemajuan teknologi dan informasi juga berdampak
pada peradaban di Negara kelas B. Perubahan ini ditandai dengan berpindahnya
selera masyarakat dalam menggunakan gadget.
Masyarakat yang awalnya pengguna gadget
dengan sistem operasi Java banyak berpindah ke gadget dengan sistem operasi android.
Dengan adanya gadget
android serta menjamurnya media sosial membuat arena perdebatan berubah dari
yang awalnya bertatap langsung di ruang kelas menjadi berbaku hantam di media
sosial. Tindakan-tindakan perdebatan di media sosial dilakukan dengan cara menshare meme, foto, video dan status yang
bernada satir. Bahkan jika mereka sedikit pintar dan sedang mendapatkan
pencerahan, tokoh-tokoh yang bergulat di media sosial bisa membuat status
cerdas dan no plagiat namun tetap
dengan nada satir yang bakal menyakitkan bagi pihak lawan.
Pada zaman ini, muncul satu tokoh baru yang sebelumnya
pada zaman kebangkitan tidak terlihat kejelasan dari arah pemikirannya, yaitu
Danny Pranata. Ia muncul pada momen aksi bela ulama menjalar di dunia maya.
Tentu saja Danny menjadi salah satu simpatisan yang pro terhadap aksi bela
ulama. Ia juga sering menyebarkan opini-opini yang berasal dari kelompok yang
ia ikuti.
Peristiwa aksi bela ulama semakin menegaskan keberpihakan
para tokoh di Negara kelas B, yang mana kelompok Islamis fundamental diwakili
oleh Feri dan Sam Haji. Kelompok Islamis moderat diwakili oleh Abdur Rasyid,
Kurniawan Riantoso, Danny Pranata dan Benny Subandi. Sementara kubu nasionalis
sekuler diwakili oleh Ahmad Firdaus dan Muhammad Lutfi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ciri khas dari zaman teknologi
dan informasi ini ditandai dengan sangat besarnya pemanfaatan internet dan gadget dalam menyampaikan pemikirannya. Pada
zaman ini pula para tokoh semakin memperlihatkan keekslusifan mereka dalam
berkelompok dan berideologi.
***
Kehancuran Negara
Kelas B
Pada tahun 2016, Negara kelas B mulai mengalami
kehancuran. Hal ini tidak disebabkan oleh pertikaian antar para tokoh,
melainkan karena presiden kedua yaitu Feri yang terpilih seumur hidup
mengundurkan diri dari jabatannya. Mundurya presiden Feri dari jabatannya
membuat beberapa tokoh lain seperti Muhammad Lutfi dan Minal Ridho turut hengkang
dari Negara kelas B pada tahun yang sama.
Pada tahun berikutnya, yaitu di tahun 2017, beberapa
tokoh menyusul keluar dari Negara kelas B seperti Kurniawan Riantoso, Abdur
Rasyid, Perisai Supra Yogi dan Danny Pranata. Rencananya pada tahun 2017, Sam
Haji dan Laura ikut hijrah dari Negara kelas B.
Dua tokoh besar yang masih bertahan di Negara kelas B adalah
Ahmad Firdaus dan Benny Subandi. Dalam hal ini, Ahmad Firdaus dan Benny Subandi
membuktikan bahwa mereka berdua adalah seorang idealis sejati. Mereka juga memiliki
jiwa nasionalis yang tinggi terhadap Negara kelas B, hal itu dapat dilihat dari
keputusannya yang matang untuk tetap bertahan di Negara kelas B di tengah
kemelut yang tak berkesudahan.
***
Persamaan yang Menyatukan
Meskipun saling berbeda dalam hal pemikiran dan ideologi,
semua tokoh di atas sepakat untuk tidak setuju dengan adanya aksi kekerasan dan
teror dalam menyebarkan paham dan keyakinan. Semua tokoh mengutuk keras aksi
bom bunuh diri dan bom panci. Dari kesamaan itulah, penulis optimis bahwa
tokoh-tokoh ini masih bisa dipersatukan dalam satu Negara yang baru di kemudian
hari.
Mungkin hanya sebatas inilah kemampuan penulis untuk
menyampaikan kepada publik mengenai sejarah peradaban Negara kelas B. Penulis
sangat berharap kritik dan saran dari pembaca sekalian demi kesempurnaan tulisan
ini. Penulis juga berharap sekali ada pelakon sejarah Negara kelas B yang sudi
membaca tulisan ini dan memberitahukan kepada penulis terkait kekurangan data
yang tidak dimasukkan ke dalam narasi sejarah, atau mungkin ada bagian-bagian
yang masih kurang lucu silahkan disampaikan.
Terima kasih atas perhatiannya. Wassalam...salam jas
merah.
0 komentar:
Posting Komentar