Sabtu, 12 November 2016

TEORI ANJING



Toy hanya bisa duduk di sebuah kursi sofa dan memandangi kami bertiga yang sedang bermain mobil-mobilan di ruang tamu rumahnya. Ibunya sibuk memilah daging dan tulang ikan, menyendoki dagingnya, kemudian menyuapkan sesendok nasi yang telah disirami gulai ikan ke mulut Toy. Kedua temanku serius bermain mobil-mobilan, sementara aku fokus kepada Toy dan ibunya.sebenarnya bukan kepada kedua orang itu, akan tetapi kepada nasi dan gulai ikan yang setiap beberapa detik sekali hinggap ke mulut Toy. Aku lapar karena belum makan siang. Kuah yang berwarna kuning dan beraroma kunyit serta seonggok ikan gembung sukses membuat ususku mengkerut dan berbunyi. Aku hanya bisa berfantasi seolah suapan itu juga masuk ke dalam mulutku.

Toy tidak ikut bermain karena ia hanya bisa duduk di kursi. Keadaannya tak memungkinkan ia untuk banyak bergerak. Luka di betis kanannya yang ia dapatkan sekitar dua minggu yang lalu masih belum begitu sembuh. Luka tiga sobekan dengan masing-masing dua jahitan itu tercipta akibat gigitan anjing kampung yang bernama Village Dog. Diantara kami berempat; aku, Toy, Uda, dan Ade, akulah yang paling merasa bersalah. Kesalahan ini tidak diketahui banyak orang, hanya kami bereempat yang tahu. Aku bersyukur Toy tidak membeberkan kesalahanku itu pada orang tuanya.

Kesalahan ini bermula ketika kami bosan bermain kelereng di halaman rumah Uda. Kami bosan karena kemenangan hanya dirasakan oleh Ade. Ia sangat lihai menjentikkan biji kaca itu sehingga ia mampu mengumpulkan banyak kelereng. Ade memiliki kelereng sebanyak satu ember cat berukuran besar. Kami bertiga; aku, Uda dan Toy selalu meminjam kelereng Ade disaat kalah. Hutang kami bertiga sudah menumpuk. Pembayaran hutang juga berbunga dua kali lipat. Misalkan aku meminjam lima kelereng, maka aku harus membayar sepuluh kelereng kepada Ade. Jumlah hutang kami bertiga sudah tidak terhitung lagi dengan jari tangan karena jari tangan kami hanya sepuluh. Aku berhutang 125 biji kelereng, Uda 80 kelereng dan Toy yang paling banyak yaitu 250 kelereng. Itupun belum dihitung dengan bunganya. 

Agar kerugian ini tidak terjadi dan dirasakan sampai anak cucu kami nantinya, kami bertiga; aku, Uda dan Toy berniat melakukan revolusi. Pelunasan hutang dan kecurangan yang parah tidak bisa lagi dirubah kecuali dengan revolusi. Untuk menyiasatinya, kami bertiga membuat konspirasi; yaitu menghentikan permainan kelereng dan menggantikannya dengan permainan lain atau keseruan lain. Siasat itu berhasil dan Ade pun mengalami kerugian besar. Kelereng yang ia kumpulkan tidak lagi berharga. Akhirnya ia melupakan hutang tersebut.

Untuk menghilangkan musim kelereng, kami bereksperimen dengan permainan-permainan baru. Awalnya kami mencoba bermain gambar, karena Ade melihat ada peluang untuk menjadi pemilik modal lagi di permainan ini, kami bertiga segera menghentikan permainan tersebut. Setelah itu, saat musim kemarau tiba, kami memutuskan untuk mengganti kebiasaan bermain sore dengan mandi di sungai. Di sungai kami bisa berenang, bermain kejar-kejaran di air, lomba menyelam paling lama dan membuat istana dari pasir hitam yang berlumpur. Tapi keseruan ini hanya berjalan empat hari, karena esoknya ditemukan anak kecil dari kampung sebelah tewas tenggelam di sungai tempat biasa kami bermain. Karena kejadian tersebut, anak-anak kecil termasuk kami bereempat tidak berani lagi bermain di sungai. Akhirnya kami mencari keseruan di sore hari dengan memancing kemarahan anjing di komplek perumahan warga Katolik.

Tidak semua anjing di komplek tersebut galak dan mau mengejar anak kecil seperti kami, sehingga kami harus mencoba dulu mana anjing yang galak dan mana yang tidak. Pertama kami mencoba dengan anjing kampung berwarna kuning, tubuhnya tidak terlalu besar bahkan terkesan kurus, tulang-tulangnya terlihat timbul di beberapa bagian badannya. Kami memancing kemarahannya dengan berbagai cara. Uda melempari anjing tersebut dengan batu kerikil berukuran kecil, anjing itu tidak peduli. Ade melemparinya dengan kelereng, anjing itu hanya berpindah tempat. Toy menyalak-nyalak sambil menghadapkan pantatnya ke arah anjing tersebut, kemudian menepuk-nepuk pantatnya, anjing tersebut sama sekali tak bernafsu melihatnya. Aku berlari beberapa langkah ke depan kemudian mundur lagi beberapa langkah ke belakang seperti pendemo yang takut-takut berani menghadapi polisi, anjing itu hanya menjilat kakinya. Kesimpulannya, anjing ini tidak bisa diajak bermain.

Kami mencari anjing lain. Kami menelusuri gang lainnya yang ada di komplek tersebut. Pucuk dicita ulam pun tiba, kami menemukan anjing lain. Anjing itu berbaring santai di pinggir jalan, warnanya hitam dan badannya agak gemuk. Kami mulai beraksi memancing kemarahan anjing tersebut dengan cara sebelumnya; melempari dengan batu, menyalak meniru anjing, menepuk-nepuk pantat dan berlari maju mundur. Anjing itu bereaksi, dia ikut menyalak. Melihat reaksi itu, kami semakin bersemangat, kami melompat-melompat seperti kera saat musim kawin. Anjing itu menyalak lebih cepat dan lebih keras hingga akhirnya berdiri dan berjalan beberapa langkah ke arah kami. Kami berempat sudah memasang kuda-kuda untuk berlari menjauhi anjing, tak lupa sendal jepit kami selipkan diantara jari-jemari tangan kami masing-masing.

Usaha kami berbuah hasil, anjing itu akhirnya memanas dan mengejar kami bereempat. Diantara kami bereempat, lari yang paling cepat dipegang oleh Uda, kedua Ade, ketiga aku dan keempat Toy. Sayangnya aku tidak ingin berlari terlalu cepat karena aku tau bagaimana caranya membuat anjing takut. Trik ini digunakan oleh orang pada umumnya ketika mereka dikejar anjing atau menemukan anjing yang galak. Trik itu adalah duduk, berpura-pura mengambil batu dan berpura-pura melempar, padahal tidak ada satu batupun yang kau pegang. Trik ini mengajarkan kita untuk bersikap berani walau sebenarnya keberanian yang kita punya hanyalah keberanian yang konyol. Sungguh pelajaran yang bagus. Dan saat ini aku ingin mencoba trik tersebut. 

Aku memperlambat lariku, kulihat temanku yang lainnya semakin menjauh dan mempercepat larinya. Aku berhenti dan membalikkan badan, aku melihat anjing itu masih berlari mengejar. Segera aku berpura-pura duduk dan menempelkan tangan kananku ke tanah seolah sedang meraih batu. Anjing itu mengeremkan kakinya ke tanah sampai tanah itu berdebu. Ia melihatku dengan tatapan tajam. Kami berdua seperti dua orang koboy yang saling berhadapan sebelum akhirnya menembakkan revolver ke arah lawan. Anjing itu menggeram, raut wajahnya terik, matanya menyipit, mulutnya sedikit terangkat ke atas memperlihatkan gigi taringnya yang tajam dan kuning, sejak lahir tak pernah sikat gigi. Ia menyalak, aku sedikit gugup, keberanianku sedikit demi sedikit mulai luntur. Ia memasang kuda-kuda untuk mulai mengejarku kembali. Ketika ia mulai berlari lagi ke arahku, aku mengeluarkan jurus andalan; yaitu berpura-pura melempar batu. Sayangnya nyali anjing itu tidak ciut sedikitpun. Akhirnya aku benar-benar ingin meraih batu dan melemparnya, sayangnya batu yang ada di jalan tersebut tertanam cukup dalam. Aku pun mengganti plan A dengan plan B; yaitu berlari sekencang-kencangnya. 

Pada saat mulai berlari kembali, jarak aku dan anjing tidak jauh, paling hanya delapan meter saja. Tentu saja dengan jarak seperti itu, anjing itu sangat mudah mendekatiku. Jarakku dan jarakknya semakin dekat hingga akhirnya ia berlari di sampingku sambil menyalak. Di depan -sekitar tigapuluh meter- aku bisa melihat ketiga temanku. Mereka bersorak agar aku mempercepat lariku. Sayangnya anjing tersebut sudah mendahuluiku. Ia langsung mengambil alih posisi, aku dibelakang dan dia di depan. Aku berhenti, dia pun berhenti tapi masih menyalak. Dia mengelilingiku dan terus menyalak. Keringatku bercucuran, mukaku mungkin pucat, aku pasrah. Setelah beberapa kali ia mengelilingiku aku pun heran, mengapa ia tak juga menggigitku?. Dari sini aku berpikir bahwa anjing itu tau maksudku yang hanya ingin mengajaknya bermain. Oleh karenanya, diapun hanya bermain dan tidak ingin menggigitku apalagi membunuhku. Aku berkesimpulan bahwa anjing bisa membaca pikiran manusia. 

sumber gambar : news.okezone.com


Denga teoriku yang barusan ku temukan itu, aku mencoba bereksperimen. Aku berpikir untuk memukulnya, mengusirnya dan bila perlu menyiksanya. Dia berhenti menyalak seperti tau apa yang ada di dalam pikiranku. Aku tercengang, ternyata teoriku berhasil. Aku melihat ada sebatang kayu di samping jalan. Dengan gerak perlahan, aku melangkahkan kakiku ke arah kayu tersebut. Aku meraih kayu tersebut, tentu saja dengan pikiran ingin membunuhnya. Ia diam dan kemudian lari tunggang-langgang menyalak penuh ketakutan. “Tolong-tolong”, kurang lebih itulah terjemahan dari gonggongannya. Aku mengangkat kayu dan berteriak penuh kemenangan. 

Ketiga temanku mendatangiku dan menepuk pundakku. Mereka memuji kehebatanku dalam menjinakkan anjing kampung yang galak tersebut. Mereka mengajakku untuk kembali memanasi anjing tersebut. Tapi aku mencegahnya, karena hari sudah petang. Akhirnya kami bereempat pulang dan keesokan harinya kuceritakan teoriku tadi kepada mereka; bahwa anjing bisa membaca pikiran kita. Kalau kita berani, anjing akan takut. Kalau kita ingin mengajaknya main, dia akan bermain. 

Esoknya aku tidak bisa mengikuti teman-temanku bermain-main dengan anjing karena aku harus membantu ibu memanen jeruk sambal di halaman rumahku. Tanpa kehadiranku, mereka tetap pergi ke tempat anjing tersebut. Aku mengingatkan mereka tentang teoriku itu.

“Ingat!!!, anjing bisa membaca pikiran manusia”, kataku mengingatkan.

Mereka mengangguk paham.

Malamnya aku mendapatkan kabar dari ibuku bahwa betis Toy digigit anjing kampung. Ia dibawa ke mantri desa. Ibu mengatakan kalau lukanya parah sekali, sampai dijahit. Saat itulah aku merasa bersalah karena telah melahirkan teori anjing.

***

Saat aku melihat Toy disuap oleh ibunya dan mereka tidak peduli denganku yang kelaparan ini, aku berkesimpulan bahwa manusia tidak bisa membaca pikiran manusia. 

Semoga saja Toy bisa membantah teoriku lagi.

Share:

Jumat, 30 September 2016

KANTIN DAN WANITA (catatan mahasiswa belum wisuda)



“Boy, boy, biru boy, biru”, ucap Ian setengah berbisik sambil menyikut lenganku. Biru hanyalah kode saja, sebenarnya yang terjadi adalah; wanita berbaju biru sedang berjalan ke arah kantin, tempat kami sedang berkumpul.

Aku dan Eri menoleh ke arah wanita tersebut. Aku tak berani memandang serius, hanya sekilas pandang saja. Tetapi Eri lumayan berani memandang serius, detail dari kepala sampai telapak kaki.

Asid ikut memandang sambil melahap gorengan tahu isi. Asid sama seperti aku, ia tak memandang serius, hanya sekilas sambil melanjutkan santapan. Kami berdua memang pria yang jaim (jaga iman).

Wanita itu bersama kedua temannya mulai mendekati kantin, berjalan perlahan seperti tuan puteri yang didampingi oleh dayang-dayangnya. Ia berjalan begitu anggun dan berwibawa, daun-daun berguguran menambah momen kepermaisuriannya. Semoga saja tidak ada ranting yang jatuh, apalagi kotoran burung, tentu saja hal itu bisa memperburuk suasana.

Setelah lima abad berjalan, barulah ia bersama kedua dayangnya sampai ke kantin. Lima abad hanyalah majas, sindiran karena lamanya mereka berjalan. Cewek memang begitu kali ya?. Jalannya diperlambat sedikit biar terlihat anggun. 

Kembali ke wanita berbaju biru tadi, setibanya di kantin, ia dan kedua dayangnya mencari tempat duduk. Mereka memandang ke berbagai arah dan tak menemukan tempat duduk yang cukup untuk mereka bertiga. Sebenarnya ada beberapa bangku yang kosong, tapi hanya cukup untuk satu orang saja, tidak mungkinkan mereka duduk berpangku?, memangnya ini bus umum. Aku sempat mengira mereka akan menggelar koran dan duduk lesehan sambil menyodorkan gelas aqua (mengemis). Ternyata tidak, itu hanya imajinasi humorku saja.

Kebetulan sekali, tiga mahasiswa -yang sudah sejak lama nongkrong- beranjak dari tempat duduknya. Aku berspekulasi bahwa ketiga mahasiswa itu sudah lama sekali duduk di tempat itu. Lihatlah!, tiga gelas yang ada di atas meja sudah kosong, batu es pun sudah mencair, bahkan laba-laba sudah beranak pinak di gelas tersebut. Ketiga wanita itu menggantikan posisi mahasiswa yang baru saja beranjak meninggalkan tempat duduknya. 

“Hangat sekali tempat duduknya”, kata dayang A. 

“Berarti dia cemburuan”, kata dayang B. 

Wanita berbaju biru tidak merespon ucapan kedua dayang yang ada di depannya, ia menjaga betul kewibawaannya. 

Aku, Eri, Ian dan Asid sesekali menoleh ke arah wanita berbaju biru. Cantiknya luar biasa, mungkin itu yang ada di dalam hati kami bereempat. Atau mungkin Asid memandang ke arah dayang A, maklumlah, Asid memang punya selera tersendiri. Dayang A memang tidak terlalu jelek, aku bahkan tidak berhak menilai hal tersebut karena bagaimanapun dia ciptaan Tuhan juga. Bila aku menghinanya, sama juga aku menghina Tuhan. Mengapa aku jadi ceramah begini?.

Kembali ke dayang A. Apakah kalian ingin mendengarkan penjelasanku tentang bagaimana rupa dayang A?. Dayang A menggunakan baju merah, berjilbab ungu, dan mengenakan rok hijau, kalau dia berdiri di tepi jalan, orang pasti mengira dia adalah umbul-umbul tujuh belasan. Wajahnya bulat, hidungnya berbentuk jambu. Keringat selalu mengucur dari keningnya, ini adalah tanda-tanda orang yang sebentar lagi didatangi malaikat pencabut nyawa. Kalau tidak percaya, baca saja di internet!.

Aku tau betul siapa Asid, dalam hal menilai wanita dia tidak melihat rupa, tidak melihat penampilan dan tidak melihat harta serta keturunan, akan tetapi dia melihat apa yang ada di dada manusia. Sungguh langka orang seperti Asid ini. Dayang A mungkin adalah tipe wanita yang diidam-idamkannya sejak lama, sejak ia rajin membaca novel Habiburrahman.

“Nampaknya dayang B cantek juga”, kata Eri.

Amboy, apa indikator kecantikan dayang B Ri?, bisa-bisanya kau berkata seperti itu. Kalian mau tau bagaimana rupa dayang B?. Dayang B mengenakan sepatu karet, semacam sendal tapi seperti sepatu. Ada banyak lobang-lobang kecil di sepatu tersebut, mungkin lobang kecil itu adalah semacam sirkulasi udara, tempat jempol kaki bernafas. Sepatu itu kalau didiamkan di bawah garis khatulistiwa saat tengah hari; maka dia akan meleleh. Selain itu, selera dayang B juga aneh, dia memesan cappucino dingin, aneh nggak itu?. Selain itu, tasnya, coba lihat tasnya!, eh mana tasnya?, perasaan tadi ada. Sudahlah lupakan tasnya. 

SUMBER GAMBAR: MANG-ODOY.BLOGSPOT.COM


O ya, kita menilai kecantikan bukan kemapanan atau penampilan. Kecantikan identik dengan wajah seseorang, tak peduli dia pincang atau tak punya tangan, yang penting adalah wajah. Kalau wajah cantik, maka cantiklah ia. Lihatlah wajah dayang A!, aku tidak bisa melihat wajahnya, pandanganku dihalangi oleh dua mahasiswa berbadan besar yang ada di dekatnya. Tapi aku masih bisa melihat sedikit, bibirnya, ya bibirnya saja yang kelihatan kalau dilihat dari samping. 

“Tapi masih canteklah yang baju biru boy”, kata Ian menimpali.

Wanita berbaju biru memang cantik. Parasnya mirip Awkarin, pipinya kemerah-merahan, harum bedaknya tercium sampai jarak 10 mil, mungkin dia menggunakan bedak herocin atau caladine. Barusan aku baca di internet, katanya caladine dapat menghilangkan bekas jerawat, mungkin sebab itulah wanita berbaju biru itu wajanhya mulus dan licin. Apabila lalat hinggap di wajahnya, maka lalat tersebut akan terpeleset dan masuk ke dalam cangkir. Apabila lalat itu masuk ke dalam cangkir, maka wanita berbaju biru itu cukup mencelupkan kedua sayap lalat tersebut ke dalam air agar air tersebut tidak beracun.

Mata wanita berbaju biru itu besar. Yang kumaksudkan besar bukan sebesar mata sapi atau mata dinosaurus. Yang kumaksud besar disini adalah,,,ya besar untuk seukuran manusia. Seperti mata artis korea; Song Hye Kyo. Senyumnya,,, aduh manis sekali, tapi seperti ditahan-tahan, begitupula saat tertawa, mulutnya ditutup. Mungkin dia tidak mau lalat masuk ke dalam mulutnya saat tertawa dan tersenyum. Tapi...plas,,,mulutnya terbuka dan aduh, giginya ompong. Aku menghentakkan tangan ke meja, "PRAKKK"

“Ngape boy?”, kata Eri, Ian dan Asid.

“Ndak”, aku berusaha menenangkan diri dan menenangkan ketiga temanku.

Detik jam terus berbunyi. Batu es mulai mencair. Mereka bertiga -Ian, Eri, dan Asid- masih menikmati ketiga wanita tersebut. Asid menikmati apa yang ada di dada dayang A. Eri menikmati sepatu dayang B. Dan Ian masih tidak tahu apa yang ada di balik senyum manis wanita berbaju biru.

Ah biarlah mereka bertiga menikmati wanitanya masing-masing dan aku menikmati nasi gorengku ini.

"Kok telur dadarnya mirip mantan?", aku menghempaskan tangan ke meja untuk yang kedua kalinya.
Share:

Selasa, 30 Agustus 2016

AKSI TIGA PEMUDA MENGHADAPI BENCANA

Selasa, 30 Agustus 2016.

Pagi hari pukul 10.00 WIB gue mendapati pemberitahuan cuaca di facebook yang mengatakan kalau hari ini akan turun hujan dan badai. Facebook juga menghimbau kepada para penggunanya untuk sedia payung sebelum hujan. Karena kurang yakin, gue keluar untuk ngecek kebenarannya. Cuaca di luar sangat kontras sekali dengan apa yang disampaikan di facebook. Matahari bersinar cerah, langit biru, awan masih putih dan yang pasti gue masih tetap sendiri, oh noooo. Tak ada tanda-tanda akan turun hujan apalagi badai. Mark Zuckerberg emang keterlaluan mau bohongin gue, emang gue cowok apaan?. Iuew.

Pukul 13.00 WIB saat gue sedang asik nulis di netbook, Kentus datang entah darimana. 

“Panas Zid, panas, panas”, keluh Kentus yang setelah masuk kamar langsung guling-guling di karpet seperti kerasukan.

Gue gak menghiraukan Kentus yang mengeluh kepanasan, walaupun sebenarnya gue juga kepanasan. Siang ini panasnya emang luar biasa dibanding hari-hari sebelumnya. Kemarin-kemarin emang gak ada hujan dan lumayan panas, tapi hari ini panasnya beda dan lebih kuat, gak seperti biasanya.

Tak lama setelah itu Kentus senyap, gak bergerak gak bersuara. Badannya udah basah oleh keringat. Gue mendekat, jantungnya seperti gak berdetak, hidungnya seperti gak lagi mengeluarkan karbon dioksida. Tapi mulutnya mangap sampai dimasukin semut merah. Gue udah mulai khawatir, jangan-jangan Kentus udah dipanggil oleh yang diatas. Akhirnya gue agak mendekat lagi sedikit, tiba-tiba....”ntuuuttttt”, kampret,,,dia malah kentut. Kesimpulannya Kentus masih hidup, dia hanya tertidur.

Pukul 14.00 WIB Oriq pulang dari sekolah. Oriq adalah teman sekamar gue, tahun ini dia baru masuk SMA di salah satu SMA ternama di Pontianak. Anaknya agak kurus, rambutnya keriting, kulit agak hitam, tingginya sekitar 160 cm dan yang pasti jomblo. Saat Oriq tiba ke asrama, gue udah ngantuk  berat dan akhirnya tertidur menyusul Kentus. Di mimpi kami bertemu, Kentus masih kepanasan, “Panas, panas, panas”, ternyata kami sedang mimpi di lahar gunung berapi.

Pukul 14.30 WIB gue udah mulai sadar tapi masih malas-malasan untuk bangun. Beberapa kali pintu kamar terbanting oleh angin kencang, begitupula jendela. Gue akhirnya bangun dan melihat langit dari kaca jendela udah gelap banget. Kami tinggal di sebuah bangunan empat tingkat, kamar kami tepatnya di tingkat ketiga. 

Oriq udah terlihat panik menahan beberapa jendela yang gak memilik slot kunci. Melihat angin yang masuk lewat pintu begitu kuat, gue segera menuju pintu untuk menutupnya. Kamar udah gelap seperti waktu maghrib, angin begitu kencang, beberapa kali suara petir terdengar, sementara itu Kentus masih tertidur pulas, Kentus gue lempar pake sapu. 

Saat gue sedang susah-susahnya menutup pintu karena melawan arah angin, Oriq malah kepengen keluar kamar.

“Eh, Riq kau mau kemana?”, tanya gue panik sambil narik tangan Oriq. Angin begitu kuat, saking kuatnya, bungkus indomie yang berterbangan melesat masuk ke mulut gue. “khrok,,oooghkkk,,oooghkkk” (keselek).

Muka Oriq udah pucat. Kulitnya yang hitam menjadi putih bersinar di tengah kegelapan langit. “Angin bang, angin”, kata Oriq panik sambil nunjuk ke belakang, ke arah jendela kaca.

Tangan Oriq langsung gue tarik dengan kuat dan dia terlempar ke dalam kamar menghantam Kentus yang masih tertidur pulas (mereka akhirnya berpelukan). Pintu segera gue kunci. Gue melihat keadaan luar lewat ventilasi kaca yang ada di dekat pintu. Sumpah baru kali ini gue melihat angin begitu kuat menghantam rumah-rumah penduduk. Seng, kayu balok, terpal dan entah apa lagi berterbangan seperti debu. 

Oriq lari ke arah jendela untuk menahan beberapa jendela agar tidak terbuka. Kentus bangun, duduk bersila, menggosok-gosok mata dan kentut “ntuuuuuuuutttt”. 

“Ntus, angin kuat ntus”, kata gue masih panik untuk mengingatkan Kentus.

“Orang kentut dibilang angin kuat, aneh kau ni Zid”, ucap kentus santai sambil menguap.

Kentus berdiri dan berjalan ke arah Oriq yang sedang sibuk menahan jendela. 

Setelah melihat apa yang terjadi, Kentus terkejut dan panik sambil lari  tak beraturan untuk mengamankan barang-barang yang berharga, “Gila Zid, gempa, gempa, gempa....... angin, angin, angin......... bahaya........ lari, lari, lari.......!”.

Gue lempar Kentus pake power bank, akhirnya dia diam.

“Santai Ntus, santai”, kata gue nenangin Kentus.

Sumber gambar: www.forbes.com


Kami bertiga berkumpul di jendela membantu Oriq sambil melihat arah angin yang masih berputar-putar mencari mangsa. Anginnya seperti membentuk tornado kecil memutar-mutarkan apa saja yang dilewatinya. Seng dan kayu balok membumbung tinggi ke atas sekitar 100 meter dari tanah. Tiba-tiba angin makin kuat, putaran angin semakin jelas terlihat. Kami bertiga udah pasrah di dalam kamar. Tapi gue baru kepikiran untuk mengabadikan momen mengerikan ini dengan HP, siapa tau ada wartawan yang tertarik, video gue dibayar mahal, tapi guenya udah meninggal.

“Ntus, rekam Ntus, rekam!”, gue mengambil alih komando.

Gue dan Kentus sibuk mencari-cari HP. Oriq paling pertama nemuin HPnya yang ada di saku celana yang ia pakai. Melihat Oriq yang udah duluan standby di jendela dengan HP di tangan, gue dan Kentus berkumpul lagi di depan jendela.

“Rekam Riq!”, perintah gue cepat.

Oriq langsung mengaktifkan HP nya dan mengarahkannya ke arah angin yang masih ganas dan berputar menghantam rumah penduduk. Waktu mau mengarahkan HP ke arah angin, kami baru sadar kalau HP Oriq gak ada kamera. Gue dan Kentus tepok jidat, Oriq kami lempar ke pusaran angin. “Wooooouuuuuyyy”, Oriq menghilang.

“HP ntus, HP!”, teriak gue agar Kentus semakin cepat mencari HP nya. Kali ini tidak akan terulang kesalahan pertama karena HP kentus memiliki kamera. Sayangnya Kentus kelamaan, yang ketemu duluan malah HP gue.

Gue pun mengarahkan HP ke arah angin yang masih dengan ganasnya menghantam rumah penduduk. Gue dan Oriq berdiri di depan jendela. Oriq berada di samping gue sebagai asisten kameramen. HP gue aktifin, kamera gue buka, sayangya yang standby malah kamera depan, akhirnya kami berdua berselfie ria. Tepok jidat yang kedua. Hadeh.
 
Saking paniknya, gue sampe gak bisa membalikkan kamera depan ke kamera belakang. Kentus datang membawa HP nya. Ah,,,, tugas memvideokan gue serahkan ke Kentus. Dengan sigap Kentus mengarahkan HP nya ke arah angin yang masih ganas sekitar 40 meter di depan kami. Kentus kameramen, gue dan Oriq asisten. Pas rekaman video dimulai, eh anginnya udah agak mereda. Rekaman video yang kami dapat cuman berdurasi 10 detik. Video itu kami putar kembali, yang ada di video cuman angin kecil yang menerbangkan kantong kresek. Tepok jidat yang ketiga, Kentus kami lempar dari tingkat tiga.

Sekitar pukul 15.40 WIB, setelah sholat ashar, kami naik ke lantai empat (lapangan). Kami terkejut, di lapangan atas sudah bertengger atap seng lengkap dengan kayu penyangga yang entah darimana asalnya. Ukurannya lumayan besar, 8 keping seng lengkap dengan kayu yang menyangganya. Saking besar dan beratnya, Kin (teman sekamar) mencoba untuk mengangkat, tapi gak mampu. 

Hipotesis gue mengatakan kalau bangunan kami gak dilewati angin. Seng-seng yang ada ini hanya kiriman saja dari angin yang kuat tadi. Darimana gue bisa berkesimpulan seperti itu?,,,,,

Gue yakin dengan hipotesis gue karena celana dalam Kentus masih khusyuk dan tawadhu’ nyantol di jemuran yang ada di lantai paling atas ini.

Sekian........
Share:

Senin, 29 Agustus 2016

TIPS MENUMBUHKAN MINAT MEMBACA BUKU (UNTUK PEMULA).

Seberapa tinggi tingkat minat baca kita (masyarakat Indonesia)?

Berdasarkan Survei UNESCO; minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 persen. Artinya, dalam seribu masyarakat hanya ada satu masyarakat yang memiliki minat baca. Pantasan, dari seribu mahasiswa/i yang ada di kampus, hanya gue yang nungguin dosen pembimbing datang sambil baca buku, yang lain pada baca timeline mantan, uhuk, uhuk (batuk sombong).

Kepala Biro Komunikasi Layanan Masyarakat (BKLM) Kemendikbud Asianto Sinambela menegaskan, minat baca literasi masyarakat Indonesia masih sangat tertinggal dari negara lain. Dari 61 negara, Indonesia menempati peringkat 60. Gue turut prihatin.

Hal tersebut, menurut Asianto menunjukkan kemampuan baca masyarakat Indonesia masih setara dengan negara Afirka Selatan. “Nilai literasi membaca kita masih sangat rendah. Kita akui, nilai riset Program for International Student Assesment (PISA) rata-rata 493, sementara nilai literasi Indonesia hanya 396.” Ujarnya seperti dikutip dari Indopos (Jawa Pos Group) di Jogjakarta, kemarin.

Data-data ini gue kutip dari situs gobekasi.pojoksatu.id

Mengapa membaca buku itu penting?

Menurut gue, membaca itu dapat memperkaya sudut pandang kita dalam melihat sesuatu. Zaman sekarang banyak sekali isu atau permasalahan yang muncul di tengah kita, tentunya kita harus memiliki sikap yang tepat untuk menyikapinya. Tidak mudah tersulut emosi, tidak mudah diadu domba, tidak mudah bertindak semaunya, dan tidak terburu-buru untuk menjudge, sikap itulah yang harus kita miliki. Orang yang punya banyak sudut pandang dalam melihat sesuatu akan bersikap tenang dan tidak gegabah. Mereka mencari tahu terlebih dahulu sumber permasalahannya, mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikannya dan menghidari sekecil mungkin adanya kerusakan. Sikap positif itu akan tumbuh bila kita tahu banyak hal dan kita akan tahu banyak hal bila kita banyak membaca. 

Tapi tidak berarti orang yang banyak membaca lebih banyak diamnya daripada berargumennya. Orang yang banyak membaca malah akan lebih sering menyampaikan sesuatu karena ada banyak hal yang bercokol di kepala. Orang yang banyak membaca akan lebih sering meresahkan sesuatu dibanding orang yang jarang membaca, karena ada banyak hal yang ia tahu sementara orang lain tidak tahu. Orang yang banyak membaca akan berpikir berbeda dengan orang yang jarang membaca, karena di pikirannya udah penuh dengan bermacam-macam pemikiran. Dan pikirannya itu akan keluar dan menyebar baik itu lewat tulisan atau lisan.

Oke, gue minum dulu bentar, capek juga nceramahin kalian.....
Ehm...ehmm...(membetulkan kerah)

Selain itu, membaca juga akan menggerakkan otak kita untuk terus berfikir. Membaca itu seperti pembelajaran di dalam kelas, guru adalah bukunya, siswa adalah pembacanya. Guru/buku menyampaikan sesuatu hal sedangkan siswa/pembaca boleh bertanya, mendebat, membantah bahkan menolak apa yang diberikan guru/buku, kemudian siswa/pembaca dapat menyampaikan pendapatnya pribadi tentang ‘mengapa dia tidak setuju?’. Proses itulah (bertanya, berdebat, membantah, menolak dan berargumen) yang ada ketika anda membaca sebuah buku. Dalam membaca ada proses berfikir tinggi, bukan proses berfikir sederhana seperti dalam aktivitas sehari-hari kita pada saat mencuci, makan, minum, mandi dsb.

Bahkan saking berpikirnya, sampai kebawa pada saat tidur...

“Mengapa pendidikan kita ini gagal terus, mengapa?”.....ntes..ntes..ntes..iler gue menetes membentuk pulau kalimantan. “Mengapa kualitas sarjana di Indonesia rendah, mengapa?”....krukkk,,,krukkk,,sambil garuk selangkangan. “14 tahun bahkan 15 tahun kita menempuh pendidikan, apa hasilnya?, apa?”, serrrrrrrrrrr.......ngompol di celana. Oke cukup, kalau dilanjutkan bisa sampai mimpi basah ntar....

Lalu bagaimana caranya agar kita menjadi gemar membaca bahkan sampai pada tahap ketergantungan (dependent), dimana membaca buku menjadi suatu kebutuhan, bila tidak dipenuhi akan timbul keadaan yang sangat menyakitkan?.

Sumber gambar: www.annida-online.com


Untuk hal ini, Buku felix Y Siauw yang berjudul How to Master Your Habits bagus sekali untuk kalian baca. Di buku tersebut dijelaskan bagaimana caranya membentuk kebiasaan. Intinya, kebiasaan itu lahir dari practice (latihan) dan repetition (pengulangan). Sesuatu hal yang kita lakukan secara berulang-ulang akan menjadi kebiasaan. Hanya saja, masalahnya adalah; untuk memulai sesuatu kebiasaan biasanya susah sekali alias berat, termasuk membaca.

Gue dulu juga gitu, awalnya coba-coba baca dua halaman perhari, besoknya baca lagi dua halaman, besoknya seperti itu lagi. Awalnya emang berat, baru baca satu halaman udah ngantuk, baca dua halaman udah ketiduran, pas masuk ke halaman ketiga, iler udah bertaburan kemana-mana. Namun, lama-kelamaan kita akan terbiasa dan gak bisa hidup satu hari tanpa membaca buku. oke, gue terlalu lebay.

Agar kejadian iler yang bertaburan membasahi kertas buku tidak terulang, gue pengen ngasi tips ke kalian gimana caranya menumbuhkan kebiasaan membaca buku tanpa awal yang berat. Sehingga nanti ketika kalian baru pertama kali membaca, kalian udah ketagihan tanpa harus trauma dan nyerah, “Udah ah, malas gue mau baca lagi”, gak taunya baca coretan revisi.

Tips 1: Perdalam rasa ingin tahu!.

Rasa ingin tahu adalah hal fitrah dari manusia. Coba lihat anak kecil!, hal apa saja selalu mereka tanyakan kepada orang yang ada di dekatnya.

“Yah, apa tu?”, tanya sang anak.

“Itu bebek”, jawab sang ayah.

“Apa tu?”, tanya anaknya lagi.

“Itu bebek nak, Be-Ebe-Be-Ebe-Ka”, jelas ayah dengan sabar sambil mengeja.
“Yah, apa tu Yah?”, tanya sang anak lagi.

“Itu bebek, tau gak, bebek, bebek, bebek, bebek”, jawab sang ayah kesal sambil niruin gaya bebek, mengepakkan tangannya dan akhirnya terbang dan menghilang.

Usut punya usut, pas dicek di rumah sakit, ternyata anaknya memang punya permasalahan pada gendang telinga. 

Oke, kembali ke lap.............top (eyaaaa’). Hanya saja pada saat dewasa, manusia bisa memilih untuk menjawab rasa ingin tahunya atau tidak. Sayangnya banyak dari kita (saat dewasa) malah acuh dengan rasa ingin tahu kita.

Contoh:

“Kenapa ya, tingkat kemiskinan di negara kita terus meningkat?”, tanya Jon (Mahasiswa)

“Ah bodo amat, emang gue pikirin”, jawab Ton (mahasiswa)

“Terus biaya pendidikan juga semakin mahal. Akibatnya; banyak orang-orang miskin yang gak bisa lanjut ke pendidikan yang lebih tinggi. Dimana ini masalahnya?”,

“Ah bodo amat, salah siapa mereka miskin”.

Dua puluh tahun kemudian, si Jon udah jadi presiden dan si Ton malah menjadi gembel.  Suatu hari Jon blusukan ke sebuah pasar tempat Ton biasa ngemis, mereka pun bertemu dan bertatap muka.

“Pak presiden, bantuin rakyatmu yang miskin ini dong pak!”, pinta Ton (gembel) sambil menyodorkan gelas bekas air mineral.

“Bodo amat, emang saya pikirin”, jawab Jon (presiden)

Ini contoh macam apa?...Gak nyambung banget......

Kesimpulannya, sebelum membaca, perdalam rasa ingin tahu kalian, niatkan dalam hati; “aku harus mendaptkan jawabannya sejelas mungkin”, setelah itu carilah jawabannya di buku. Dengan demikian, apa yang kita lakukan (membaca) menjadi suatu kegiatan yang beralasan dan punya tujuan. 

TIPS 2: Mulailah dari buku yang tipis!.

Dalam melakukan sesuatu, kita harus bahagia. Salah satu kebahagiaan ketika membaca buku adalah apabila kita mampu menghabiskan satu buku dari awal sampai akhir tanpa ada yang terlewatkan. Sampai-sampai barcode harga pun discan untuk dibaca, saking semangatnya. 

Gue menyarankan ke kalian di awal ini untuk memilih buku-buku bacaan yang tipis terlebih dahulu. Ketipisannya berkisar antara 150 – 200 halaman. Lebih tipis lebih bagus, bila perlu cari buku yang isinya cover doang. 

Hal ini penting sekali untuk membangun semangat kalian, karena kalau kalian di awal-awal udah baca buku yang tebalnya 500, 600, sampai 700 halaman dan kalian bosan, maka hal itu dapat memunculkan trauma yang mendalam. Akhirnya kalian tidak mau lagi membaca buku. 

Tapi kalau kalian baca buku-buku yang tipis, pas baca, eh habis, baca yang lain lagi, eh habis, baca yang lain lagi habis, nah disitulah terjadi yang namanya pengulangan dan akan tumbuh menjadi kebiasaan.

TIPS 3: Bacalah buku-buku yang ditulis oleh penulis hebat!

Kalau kalian pergi ke toko buku atau pergi ke perpustakaan, maka kalian akan menemukan ribuan buku yang berasal dari berbagai penulis. Penulis ini juga bermacam-macam, ada yang baru dan ada yang sudah senior, ada yang biasa-biasa aja, ada juga yang hebat luar biasa.

Untuk pemula, gue saranin untuk membaca dulu buku-buku yang ditulis oleh penulis hebat. Mengapa?, karena di awal ini kita sedang menumbuhkan minat membaca, bukan ngelamar kerja. Kita perlu mengkondisikan diri kita sekuat mungkin untuk tidak berhenti membaca. Oleh karena itu, buku yang kita pilih haruslah buku yang bagus. Buku yang bagus tentu saja lahir dari penulis yang hebat. Untuk mencari siapa-siapa saja penulis hebat, kalian bisa searching di google atau minta saran kepada teman kalian yang udah banyak membaca.

TIPS 4: Carilah buku yang bahasanya ringan tapi isinya berbobot!.

Mencari buku yang bahasanya ringan tapi isinya berbobot memang gak mudah, karena setiap isu berat memerlukan bahasa yang berat dan kompleks dalam menyampaikannya. Tapi jangan khawatir, para penulis tentu saja memahami kondisi pembacanya yang gak suka dengan buku-buku yang berat, sehingga mereka berlomba-lomba untuk menghadirkan buku yang bahasanya ringan tapi kontennya tidak seringan bahasanya. 

Salah satu contoh buku yang kontennya berat tapi disampaikan dengan bahasa yang ringan, bahasa sederhana, bahasa sehari-hari adalah bukunya Hisanori Kato yang berjudul Islam di mata orang Jepang. Bukunya berisikan tentang aliran-aliran Islam di Indonesia yang terwakili oleh masing-masing tokoh sentral dalam aliran tersebut. Seharusnya buku ini disampaikan dengan bahasa ilmiah dilengkapi analisis-analisis yang njelimet seperti karya ilmiah kebanyakan. Tapi tidak, Hisanori Kato malah menceritakan hasil penelitiannya dengan bahasa sehari-hari, pokoknya seperti bercerita, padahal masalah yang disampaikan adalah masalah ideologi, berat sebenarnya.

Nah, bagi kalian yang masih pemula, carilah buku-buku yang ringan saja bahasanya tapi isu yang dibahas di dalamnya adalah isu yang aktual, populer dan sedang ramai diperbincangkan.

TIPS 5: Hindari buku terjemahan!.

Untuk pemula, gue sarankan untuk menghindari buku terjemahan. Kenapa?. Pertama, bahasa dalam buku terjemahan biasanya agak rumit, wajar karena terjemahan. Kedua, ada banyak perbedaan, seperti tempat, budaya, perilaku sosial dan yang tentunya permasalahan yang dibawa di dalam buku tersebut. Ketiga, karena kalian masih dalam tahap menumbuhkan minat baca. Jangan sampai setelah membaca buku terjemahan yang agak rumit bahasanya dan gak cocok sama kehidupan kalian, kalian jadi trauma dan gak mau lagi membaca buku. Ingat, kalian masih dalam tahap pemula.

TIPS 6: Seleksi dulu sebelum membeli dan membaca buku!.

Buku itu seperti makanan, kita perlu seleksi dulu sebelum membeli dan mengkonsumsinya. Lihat dulu!, kira-kira cocok gak dengan keinginan kita?. Kita cek dulu!, kira-kira ringan gak bahasanya?. Kita pikir-pikir dulu, kira-kira kalau membaca atau membeli buku ini nanti kita bakalan nyesal atau enggak?. Bila perlu kita timbang-timbang dulu, kira-kira kalau kita selesai baca buku tersebut berat badan kita bisa turun atau nggak?. 

Kalau gue biasanya sebelum membeli atau membaca buku, gue liat dulu resensi buku tersebut di internet. Kalau tanggapan para pembaca pada positif, gue beli dan baca. Tapi kalau tanggapan pembaca banyak yang kecewa, maka gue gak mau ambil resiko, gue tinggalin dulu buku tersebut dan cari buku yang lain.

TIPS 7: Jangan Pacaran!.

Mengapa?

Jelas, pacaran dapat menghabiskan waktu, membuat konsentrasi kita berkurang terhadap sesuatu dan yang pastinya menghabiskan uang. Gimana mau beli buku?, uang aja gak punya, habis buat traktir pacar.

***

Oke, itu tujuh tips sederhana dari gue untuk kalian para pemula yang pengen menumbuhkan minat membaca. Mulailah dari sekarang dan mari kita tingkatkan budaya membaca di Indonesia ini, agar posisi kita tidak lagi di peringkat 60 tapi 100. 100 kan tinggi?......plakkkk, dipelasah menteri pendidikan.
Share: