Rabu, 30 Desember 2015

MEMORIAN MAHASISWA



Sore tadi sekitar pukul 16.00 wib, aku melihat teman sedang membuka media sosial facebook, ia sedang melihat beranda untuk mencari informasi yang diinginkan. Sampai pada satu momen ia memberi tahuku tentang kawan lama yang mengepost status di facebook tentang masa-masa kelahiran anaknya.

Teman yang posting status itu adalah teman kuliah juga. Sudah sekitar 1 tahun ia berhenti kuliah. Di kelas ia dikenal dengan seorang yang aktif plus kritis. Hampir di setiap diskusi ia selalu melemparkan pertanyaan kepada pemateri dengan pertanyaan yang panjang dan susah untuk dijawab. Di akhir-akhir pertemuan kami, sebelum berhenti kuliah ia pernah bilang, bahwa tujuan pertanyaannya itu hanya sekedar menguji dan membuat suasan kelas agar aktif. Jika itu tujuan ia bertanya pada setiap sesi diskusi, maka aku berhak menggelarnya sebagai inspirator kelas, karena berkat trik itu, para mahasiswa yang lain mau mengeluarkan idenya untuk disampaikan di arena diskusi.

Ada satu hal yang masih kuingat tentang jiwa kritisnya pada saat kuliah. Ia selalu bertanya kepada teman-teman tentang apa pentingnya kuliah?. Orang bilang kuliah bisa membuka wawasan, mengubah cara pandang dan hal lainnya, tapi banyak orang yang tidak kuliah malah yang lebih sukses. Ia seperti socrates yang menghampiri seseorang, bertanya, kemudian orang itu bingung dan socrates pun lari, begitulah kira-kira tingkahnya. Pertanyaan-pertanyaan ini ia tanyakan kepada hampir setiap mahasiswa yang ia temui termasuk aku.

Ada banyak respon dari teman-teman tentang pertanyaanya. Ada yang acuh tak acuh, ada yang malah bertanya balik kepadanya, dan ada juga yang peduli dengan menjawab penuh hikmat. Bahkan ketika pertanyaan itu digilir kepadaku, aku menjawab, namun aku sendiri tidak yakin akan kebenaran jawaban tersebut, karena ia tidak memperlihatkan kepuasan atas jawabanku dengan cara mengerutkan dahinya sambil memandangku dengan pandangan yang merendahkan.

Waktu terus berlalu sampai dia sekarang sudah tidak lagi berada di kampus karena berhenti kuliah. Pertanyaan itu ku maklumi dan sangat wajar ditanyakan karena faktanya memang demikian. Kita tidak perlu sebuah penelitian untuk membuktikan ini, cukup hanya dengan memandang sekelilig kita yang mahasiswa bagaimana pandangan kita tentang mahasiswa sekarang kebanyakan. jika di dunia maya kita bisa melihat sesama teman kita yang mahasiswa, seberapa banyak ia memposting sesuatu yang berkaitan dengan urusan kuliahnya?, tentang pemikiran yang sedang bercokol di otaknya karena sukanya ia dengan mata kuliah filsafat?. Seringkah kita melihat kawan yang kuliah memposting penemuan atau penelitian terkait perkuliahannya?, seringkah kita melihat kawan yang kuliah mengupload kegiatan perkuliahan mereka (bukan sekedar narsis)?, jawabannya mungkin tidak banyak mahasiswa yang seperti itu.

Di media sosial kita akan banyak melihat teman-teman yang sudah bergelar mahasiswa lebih suka pamer hobi yang sangat jauh sekali dari hal akademis. Posting wisata kuliner, posting kegiatan shopping di mall, posting aktivitas pacaran, posting tempat liburan dan rekreasi, posting event-event hiburan, dan paling sering juga selfie dengan dandanan yang menarik perhatian.

Apakah hal itu memperlihatkan mereka sebenarnya?, apakah itu memang benar karakter mereka?, apakah itu memang cerminan dari keseharian mereka?, mungkin saja itu hanya di dunia maya sedangkan di dunia nyata mereka adalah orang yang bertolak belakang dengan fakta yang ada di media sosial mereka. kalau kita menggunakan sebuah penelitian, maka kita gunakan penelitian Mitja D. Back seorang pengajar psikologi di Johannes Gutenberg-University Of Mainz. Penelitiannya menyimpulkan bahwa di media sosial orang akan memperlihatkan diri mereka apa adanya. Dalam artian, itulah mereka sebenarnya, itulah karakter mereka, itulah sikap mereka, itulah watak mereka, walaupun secara fisik mungkin ada hal yang dihias atau diedit agar memperindah postingan. Penjelasan ini bisa dilihat di buku Abu Bakar Fahmi berjudul “mencerna situs jejaring sosial”.

Penelitian itu cukup untuk menyingkat tulisan ini bahwa di dunia nyata, mahasiswa sama seperti apa yang mereka lakukan di dunia maya atau media sosial. Kesimpulannya mahasiswa masih sangat jauh dari yang diharapkan. oleh karena itu, pertanyaan dari teman kuliah itu bisa dimaklumi yaitu “apa pentingnya kuliah?”, apakah kuliah bisa merubah cara pandang?”, apakah kuliah bisa menambah wawasan?”.

Kalaulah cara pandang atau wawasan kita samakan dengan pengetahuan kita tentang 1+1=2, maka di perkuliahan kita sudah menambah banyak cara pandang dan wawasan. Sehingga pertanyaan kawanku itu bisa kita jawab secara bersama-sama, “kuliah sudah memberi kami wawasan dan mengubah cara pandang kami”. Tapi, jika wawasan dan cara pandang adalah lebih dari sekedar 1+1=2, atau pengetahuan sejenisnya, maka jawabannya bisa berbeda.

Wawasan dan cara pandang lebih luas dari sekedar pengetahuan. Wawasan dan cara pandang bukan sekedar ilmu yang didapatkan dari dosen dan belajar di kelas, tetapi wawasan dan cara pandang lebih menuju ke arah yang lebih kompleks, muncul dari permasalahan yang luas dan banyak terjadi, kemudian mencari jawabannya, mengumpulkan alternatif-alternatif jawaban, sehingga mengahsilkan sudut pandang yang baru untuk menilai permasalahan tersebut.

Misalkan dalam dunia pendidikan, seorang mahasiswa punya sesuatu yang mengganjal tentang pelaksanaan ujian nasional, ia mencari tahu apa akar masalahnya dengan menelisik jauh tentang ujian nasional, pelaksanaannya, dampaknya, kenyataan di lapangan, menganalisis dengan beberapa pendapat yang ada dan kemudian menghasilkan cara pandang terhadap ujian nasional tersebut, apakah perlu atau tidak penyelenggaraan ujian nasional?.

Wawasan dan cara pandang tidaklah kegiatan rutin di kelas antara dosen dan mahasiswa, mahasiswa mengerjakan makalah, mempresentasikan kemudian selesai tanpa memperluas pembahasan tersebut di lingkungan masing-masing. Wawasan dan cara pandang juga bukan seperti kegiatan praktik lapangan, mengerjakan sesuai koridor, patuh, buat laporan selesai, tanpa ada sesuatu yang dievaluasi dan kemudian diangkat ke permukaan sehingga dirasakan permasalahannya oleh para akademisi. Jika mahasiswa berusaha mencapai nilai yang baik, selesai cepat, lulus kemudian kerja, maka kampus hanya menjadi tempat pelatihan kerja, bukan untuk mengubah cara pandang. Hal ini terus terjadi berkali-berkali sehingga tidak ada yang berubah dari dulu hingga sekarang, maka bisa disimpulkan, mahasiswa kuliah tidak untuk mengubah cara pandang akan tetapi untuk bisa kerja di instansi perusahaan atau pemerintahan.

Tidak ada yang beda dari mahasiswa dan pekerja, cara pandangnya tetaplah sama, tidak ada rasa kritis, tidak ada jiwa akademis, tidak produktif dalam hal beropini di publik, tidak ada semangat untuk peduli terhadap masalah bangsa dan negara, terbukti dengan status dan postingannya di media sosial yang melulu hanya memamerkan tentang food, fun, and fashion yang sedang di gelutinya.

Di akhir tulisan ini, maka jawaban teman lama saya bisa terjawab bahwa kuliah memang tidak merubah cara pandang mahasiswa, kuliah hanya perantara antara mereka dengan dunia kerja. Setelah kuliah atau pada saat kuliah, mereka menutup mata akan kondisi sekitar dan fokus pada hal-hal yang bersifat karir, karir dan karir. Egois. Selain itu, saya ingin menambahkan atas jawaban saya yang kurang kepada teman lama saya di postingan ini.

Tambahannnya adalah, kondisi mahasiswa sekarang, bisa dibilang wajar, karena kuatnya arus globalisasi masuk ke negara kita lewat internet dan sebagainya. Produk luar negeri yang masuk tidak hanya barang tapi juga budaya, masyarakat kita terutama mahasiswa kalap menghadapi hal seperti ini. apakah ini berbahaya? Sebenarnya tidak berbahaya, karena sah-sah saja pria memakai jeans punyanya orang barat, sah-sah saja remaja kita pakai smartphone dan berselancar di dunia maya, sah-sah saja kita selfie atau groufie dengan kawan-kawan. Tapi hal tersebut bersifat melenakan sehingga tidak sedikit kawan-kawan kita yang mahasiswa lupa apa yang seharusnya mereka lakukan.

Kuliah yang sebenarnya tidak hanya pelatihan kerja menjadi terbatas fungsinya hanya menjadi tempat pelatihan kerja. Padahal jika kita melihat sejarah, para mahasiswa adalah sebuah gerakan yang tidak hanya merubah dirinya pribadi tetapi juga dapat merubah bangsa. Dulu pemuda tidak hanya menjadi tenaga kerja, tetapi mereka berjuang dengan penuh semangat untuk merebut kemerdekaan. Itu semua mereka lakukan berkat pendidikan. mereka sadar betul fungsi pendidikan tidak hanya memberikan mereka pengetahuan tentang pekerjaan tetapi juga membuka pikiran mereka dan wawasan mereka tentang sebuah kemerdekaan.

Apakah hal ini masih relevan? Tentu saja, karena saat ini negara kita masih pesakitan dengan segala macam permasalahan yang dihadapi, sudah saatnya pemuda peduli, sudah saatnya pemuda ambil kendali karena sejarah membuktikan bahwa setiap kemenangan ada usaha pemuda di dalamnya.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar