Sore tadi sekitar pukul 16.00 wib, aku
melihat teman sedang membuka media sosial facebook, ia sedang melihat beranda
untuk mencari informasi yang diinginkan. Sampai pada satu momen ia memberi
tahuku tentang kawan lama yang mengepost status di facebook tentang masa-masa
kelahiran anaknya.
Teman yang posting status itu adalah
teman kuliah juga. Sudah sekitar 1 tahun ia berhenti kuliah. Di kelas ia
dikenal dengan seorang yang aktif plus kritis. Hampir di setiap diskusi ia
selalu melemparkan pertanyaan kepada pemateri dengan pertanyaan yang panjang
dan susah untuk dijawab. Di akhir-akhir pertemuan kami, sebelum berhenti kuliah
ia pernah bilang, bahwa tujuan pertanyaannya itu hanya sekedar menguji dan
membuat suasan kelas agar aktif. Jika itu tujuan ia bertanya pada setiap sesi
diskusi, maka aku berhak menggelarnya sebagai inspirator kelas, karena berkat
trik itu, para mahasiswa yang lain mau mengeluarkan idenya untuk disampaikan di
arena diskusi.
Ada satu hal yang masih kuingat tentang
jiwa kritisnya pada saat kuliah. Ia selalu bertanya kepada teman-teman tentang
apa pentingnya kuliah?. Orang bilang kuliah bisa membuka wawasan, mengubah cara
pandang dan hal lainnya, tapi banyak orang yang tidak kuliah malah yang lebih
sukses. Ia seperti socrates yang menghampiri seseorang, bertanya, kemudian orang
itu bingung dan socrates pun lari, begitulah kira-kira tingkahnya.
Pertanyaan-pertanyaan ini ia tanyakan kepada hampir setiap mahasiswa yang ia
temui termasuk aku.
Ada banyak respon dari teman-teman
tentang pertanyaanya. Ada yang acuh tak acuh, ada yang malah bertanya balik
kepadanya, dan ada juga yang peduli dengan menjawab penuh hikmat. Bahkan ketika
pertanyaan itu digilir kepadaku, aku menjawab, namun aku sendiri tidak yakin
akan kebenaran jawaban tersebut, karena ia tidak memperlihatkan kepuasan atas jawabanku
dengan cara mengerutkan dahinya sambil memandangku dengan pandangan yang
merendahkan.
Waktu terus berlalu sampai dia sekarang
sudah tidak lagi berada di kampus karena berhenti kuliah. Pertanyaan itu ku
maklumi dan sangat wajar ditanyakan karena faktanya memang demikian. Kita tidak
perlu sebuah penelitian untuk membuktikan ini, cukup hanya dengan memandang
sekelilig kita yang mahasiswa bagaimana pandangan kita tentang mahasiswa
sekarang kebanyakan. jika di dunia maya kita bisa melihat sesama teman kita
yang mahasiswa, seberapa banyak ia memposting sesuatu yang berkaitan dengan
urusan kuliahnya?, tentang pemikiran yang sedang bercokol di otaknya karena
sukanya ia dengan mata kuliah filsafat?. Seringkah kita melihat kawan yang
kuliah memposting penemuan atau penelitian terkait perkuliahannya?, seringkah
kita melihat kawan yang kuliah mengupload kegiatan perkuliahan mereka (bukan
sekedar narsis)?, jawabannya mungkin tidak banyak mahasiswa yang seperti itu.
Di media sosial kita akan banyak melihat
teman-teman yang sudah bergelar mahasiswa lebih suka pamer hobi yang sangat
jauh sekali dari hal akademis. Posting wisata kuliner, posting kegiatan
shopping di mall, posting aktivitas pacaran, posting tempat liburan dan
rekreasi, posting event-event hiburan, dan paling sering juga selfie dengan
dandanan yang menarik perhatian.
Apakah hal itu memperlihatkan mereka
sebenarnya?, apakah itu memang benar karakter mereka?, apakah itu memang
cerminan dari keseharian mereka?, mungkin saja itu hanya di dunia maya
sedangkan di dunia nyata mereka adalah orang yang bertolak belakang dengan
fakta yang ada di media sosial mereka. kalau kita menggunakan sebuah
penelitian, maka kita gunakan penelitian Mitja D. Back seorang pengajar
psikologi di Johannes Gutenberg-University Of Mainz. Penelitiannya menyimpulkan
bahwa di media sosial orang akan memperlihatkan diri mereka apa adanya. Dalam
artian, itulah mereka sebenarnya, itulah karakter mereka, itulah sikap mereka,
itulah watak mereka, walaupun secara fisik mungkin ada hal yang dihias atau
diedit agar memperindah postingan. Penjelasan ini bisa dilihat di buku Abu
Bakar Fahmi berjudul “mencerna situs jejaring sosial”.
Penelitian itu cukup untuk menyingkat
tulisan ini bahwa di dunia nyata, mahasiswa sama seperti apa yang mereka
lakukan di dunia maya atau media sosial. Kesimpulannya mahasiswa masih sangat
jauh dari yang diharapkan. oleh karena itu, pertanyaan dari teman kuliah itu
bisa dimaklumi yaitu “apa pentingnya kuliah?”, apakah kuliah bisa merubah
cara pandang?”, apakah kuliah bisa menambah wawasan?”.
Kalaulah cara pandang atau wawasan kita
samakan dengan pengetahuan kita tentang 1+1=2, maka di perkuliahan kita sudah
menambah banyak cara pandang dan wawasan. Sehingga pertanyaan kawanku itu bisa
kita jawab secara bersama-sama, “kuliah sudah memberi kami wawasan dan
mengubah cara pandang kami”. Tapi, jika wawasan dan cara pandang adalah
lebih dari sekedar 1+1=2, atau pengetahuan sejenisnya, maka jawabannya bisa
berbeda.
Wawasan dan cara pandang lebih luas dari
sekedar pengetahuan. Wawasan dan cara pandang bukan sekedar ilmu yang
didapatkan dari dosen dan belajar di kelas, tetapi wawasan dan cara pandang
lebih menuju ke arah yang lebih kompleks, muncul dari permasalahan yang luas
dan banyak terjadi, kemudian mencari jawabannya, mengumpulkan
alternatif-alternatif jawaban, sehingga mengahsilkan sudut pandang yang baru
untuk menilai permasalahan tersebut.
Misalkan dalam dunia pendidikan, seorang
mahasiswa punya sesuatu yang mengganjal tentang pelaksanaan ujian nasional, ia
mencari tahu apa akar masalahnya dengan menelisik jauh tentang ujian nasional,
pelaksanaannya, dampaknya, kenyataan di lapangan, menganalisis dengan beberapa
pendapat yang ada dan kemudian menghasilkan cara pandang terhadap ujian
nasional tersebut, apakah perlu atau tidak penyelenggaraan ujian nasional?.
Wawasan dan cara pandang tidaklah
kegiatan rutin di kelas antara dosen dan mahasiswa, mahasiswa mengerjakan
makalah, mempresentasikan kemudian selesai tanpa memperluas pembahasan tersebut
di lingkungan masing-masing. Wawasan dan cara pandang juga bukan seperti
kegiatan praktik lapangan, mengerjakan sesuai koridor, patuh, buat laporan
selesai, tanpa ada sesuatu yang dievaluasi dan kemudian diangkat ke permukaan
sehingga dirasakan permasalahannya oleh para akademisi. Jika mahasiswa berusaha
mencapai nilai yang baik, selesai cepat, lulus kemudian kerja, maka kampus
hanya menjadi tempat pelatihan kerja, bukan untuk mengubah cara pandang. Hal
ini terus terjadi berkali-berkali sehingga tidak ada yang berubah dari dulu
hingga sekarang, maka bisa disimpulkan, mahasiswa kuliah tidak untuk mengubah
cara pandang akan tetapi untuk bisa kerja di instansi perusahaan atau
pemerintahan.
Tidak ada yang beda dari mahasiswa dan
pekerja, cara pandangnya tetaplah sama, tidak ada rasa kritis, tidak ada jiwa
akademis, tidak produktif dalam hal beropini di publik, tidak ada semangat
untuk peduli terhadap masalah bangsa dan negara, terbukti dengan status dan
postingannya di media sosial yang melulu hanya memamerkan tentang food, fun,
and fashion yang sedang di gelutinya.
Di akhir tulisan ini, maka jawaban teman
lama saya bisa terjawab bahwa kuliah memang tidak merubah cara pandang
mahasiswa, kuliah hanya perantara antara mereka dengan dunia kerja. Setelah
kuliah atau pada saat kuliah, mereka menutup mata akan kondisi sekitar dan
fokus pada hal-hal yang bersifat karir, karir dan karir. Egois. Selain itu,
saya ingin menambahkan atas jawaban saya yang kurang kepada teman lama saya di
postingan ini.
Tambahannnya adalah, kondisi mahasiswa
sekarang, bisa dibilang wajar, karena kuatnya arus globalisasi masuk ke negara
kita lewat internet dan sebagainya. Produk luar negeri yang masuk tidak hanya
barang tapi juga budaya, masyarakat kita terutama mahasiswa kalap menghadapi
hal seperti ini. apakah ini berbahaya? Sebenarnya tidak berbahaya, karena
sah-sah saja pria memakai jeans punyanya orang barat, sah-sah saja remaja kita
pakai smartphone dan berselancar di dunia maya, sah-sah saja kita selfie atau
groufie dengan kawan-kawan. Tapi hal tersebut bersifat melenakan sehingga tidak
sedikit kawan-kawan kita yang mahasiswa lupa apa yang seharusnya mereka
lakukan.
Kuliah yang sebenarnya tidak hanya
pelatihan kerja menjadi terbatas fungsinya hanya menjadi tempat pelatihan
kerja. Padahal jika kita melihat sejarah, para mahasiswa adalah sebuah gerakan
yang tidak hanya merubah dirinya pribadi tetapi juga dapat merubah bangsa. Dulu
pemuda tidak hanya menjadi tenaga kerja, tetapi mereka berjuang dengan penuh
semangat untuk merebut kemerdekaan. Itu semua mereka lakukan berkat pendidikan.
mereka sadar betul fungsi pendidikan tidak hanya memberikan mereka pengetahuan tentang
pekerjaan tetapi juga membuka pikiran mereka dan wawasan mereka tentang sebuah
kemerdekaan.
Apakah hal ini masih relevan? Tentu saja,
karena saat ini negara kita masih pesakitan dengan segala macam permasalahan
yang dihadapi, sudah saatnya pemuda peduli, sudah saatnya pemuda ambil kendali
karena sejarah membuktikan bahwa setiap kemenangan ada usaha pemuda di
dalamnya.