Selasa, 07 Januari 2014

UNTUNGNYA KAU TIDAK ABADI

Kota, orang bilang ini kota. Kota memang kejam dengan berbagai kekejamannya pada manusia. Sikap sosial memang berkurang ketika suatu tempat diberi gelar menjadi kota. Sikap berkendaraan manusia menghilangkan budaya tegur sapa, semua orang sibuk, semua orang egois, memikirkan dirinya sendiri.
jalanan seolah menjadi tempat aksi drama yang menyedihkan, menampilkan kesusahan-kesusahan hidup seseorang, mulai dari penjual koran yang menjajakan korannya, orang-orang yang pasang terik mukanya karena kesibukan, pemulung-pemulung yang menyeret gerobak kecil sambil menggendong anaknya, bahkan sampai orang cacat yang terseok-seok menyebrangi jalan. Kejamnya kawan, tak ada satupun yang mau beranjak dari kendaraanya untuk mengulurkan tangan membantu orang-orang itu.
Sempat terpikir dalam benakku, bagaimana kalau aku menjadi mereka yang berjuang mencari sesuap nasi di teriknya matahari dan mencucurkan keringat?. Bagaimana kalau aku menjadi si pendorong gerobak yang sudah berkeluarga namun masih tetap bekerja dengan cara yang demikian?. Dan bagaimana jika aku menjadi cacat yang berusaha menyebrangi jalan dengan dua tanganku ini, bukan dengan kaki yang sempurna?. Sungguh tak bisa kubayangkan...
Di sisi lain ku saksikan orang yang bersandar pada kursi mewah di dalam kendaraannya, tanpa kepanasan, tanpa kesusahan, tanpa perhatian. jangankan untuk berbagi pada sesama, melayangkan pandagannya pada orang-orang yang ada di sekitarnya pun tak sempat. Ia nyaman dengan mobil megahnya, ber AC, full musik dan siap menuju pada tempat yang menghasilkan uang yang tentu lebih banyak daripada penjual koran, pemulung, dan si cacat tadi.
Sepertinya inilah dunia kawan, tak pernah kau lihat kesempurnaan di dalamnya. Selalu ada yang kekurangan, dan selalu ada yang berlebihan. Untungnya dunia ini dijadikan sesaat untuk kita, untungnya dunia hanya senda gurau belaka, untung saja kematian selalu mendekati kita, sehingga dunia ini akan lepas semuanya. Andaikan dunia ini abadi maka rugilah si penjual koran tadi, andai dunia ini abadi maka kasihanlah si pemulung tadi, andai dunia ini abadi maka tak ada sekelumit pun kesenangan pada si cacat tadi.
Untungnya Allah punya hari yang abadi yang tak memandang orang dari kayanya, miskinnya, cacatnya, tuanya, mudanya, gantengnya, jeleknya. Dan Allah pandang amal dan hati seseorang. Yang lebih syukurnya lagi untuk beramal, manusia masing-masing punya koridor masing-masing, yang miskin, kaya, perempuan, laki-laki punya porsinya. Sehingga tak akan ada yang merasa rugi atau dirugikan dalam melakukan amal.

Jadi, masih ada harapan bagi mereka untuk macapai kebahagiaan abadi, masih ada senyum kecil untuk mereka yang bisa kita berikan ketika mereka mau taat pada Ilahi.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar