Minggu, 26 Januari 2014

aku masih bangga dengan kebaikan dan islam

aku baru keluar dari sebuah mini market dan kemudian menghampiri kendaraanku. Ku bayar biaya parkir dengan pria berseragam oranye. Seketika aku menghidupkan starter, ku melihat di seberang jalan dalam keramian dan lalu lalang pengguna jalan, duduk di atas trotoar seorang kakek tua bercelana pendek, berbaju kemeja putih yang tak dikancingnya, begitu lusuh dengan wajah memelas. Kulitanya yang kendor, terlihat panas dihantam terik matahari. 
Tak jauh dari dirinya ada ibu-ibu berjilbab bergegas menuju kakek yang sedang duduk itu. Ia mengahadap dan mengadakan dialog dengan si kakek. Aku paham betul bahwa ibu itu menyuruh si kakek untuk berteduh dari teriknya matahari yang begitu menyengat siang itu, karena jari si ibu menunjuk-nunjuk ke bangunan besar nan teduh di dekat si kakek. Segera kakek itu ia rangkul dan berjalan pelan menyeimbangkan kemampuan berjalan kakek yang begitu lambat dan tertatih-tatih karena sudah tua renta.
Sikap ibu itu bukanlah suatu yang biasa. Sungguh luar biasa menurutku, karena ada ratusan kepala manusia di sekitar kakek tua, tapi tak satupun tergerak untuk memberi perhatian kepadanya. Bagiku itu suatu pemandangan yang langka, apalagi di perkotaan seperti ini, yang kebanyakan dihuni oleh manusia apatis.
Aku merinding sekaligus kagum hari ini, aku bangga dan haru. Aku merasa besar hati dan senang bahwa masih ada seorang yang punya sikap perhatian seperti itu. Dan satu hal yang begitu berkesan, bahwa ibu itu seorang muslimah. Bayanganku tentang teror bom dan kekearasan yang dibuat umat islam ekstrem seakan sirna dihapus oleh kebaikan si ibu tadi. Sikap ibu itu memberi obat penenang sekelas heroin kepada pikiranku yang ruwet terhadap bayangan umat islam saat ini.
Sikap ibu itu mesti kusimpan dalam catatan ku hari ini, bahkan ku usahakan untuk menirunya. Sikap langka dan mulia...........



Share:

Sabtu, 25 Januari 2014

aku dan kau - dulu kini dan nanti

aku pernah punya angan dan bayangan tentang keberasamaan hidupku denganmu. Dalam bayangan tergambarkan bahwa kita sudah punya kesuksesan besar dalam menjalani bahtera kehidupan yang penuh ombak dan kerasnya terpaan badai. Kau bagaikan pendamping terhangat yang selalu memberi arah buat kapal besar yang sedang kita tumpangi ini, dan aku nahkodanya.
Aku masih mengingat masa itu, masa dimana bayangan-bayangan nakal dan gila itu mengitari dan menjalar di seluruh saraf pikiranku. Senyummu benar-benar maykinkanku bahwa bayanganku itu pasti terjadi dan mampu ku genggam untuk hari yang cerah nanti. Masa itu adalah masa dimana kau masih berada dekat di sampingku dan kedua mataku pun masih bisa mengawasimu.
Tapi, sekarang kau jauh, jauh dari yang kubayangnkan. Lukisan dirimu tak lagi memberi aura positif untuk bayangan yang masih ku simpan. Sekarang kau begitu jauh dari bayangan dan menghilangkan harapan masa kecilku. Aku tak melihat lagi dirimu yang dulu, kau begitu berubah.
Tak ada jalan lain, tak ada cara lain selain mengubur masa laluku itu. Menghapus dengan amplas ukiran indah tentang mimpi untuk bisa berlayar denganmu. Aku jauh sekarang, dan kaupun jauh. Sekarang kita berada di dua cabang jalan. Pilihlah jalanmu itu dan biar kupilih jalanku yang ini. tak usah ikuti aku dan aku akan coba untuk tidak mengikutimu.

Walaupun begitu, sebenarnya aku berharap di depan sana nanti kau temukan cabang jalan yang bisa menuju jalanku...........
Share:

Minggu, 19 Januari 2014

SOSOK SEDERHANA

Kulihat waktu masih terus berjalan, disaat aku telah terasa jauh dari rombongan di belakang sana. Aku mencoba berhenti sejenak menghilangkan rasa letih dan memandang ke arah tujuan yang masih jauh di depan sana yang terselubung oleh fatamorgana dihiasi panasnya cuaca siang.
Di belakang sana terpampang kenangan yang begitu indah dan sulit bisa kulupakan. Ada sosok sederhana yang telah menemani perjalanan panjang ini namun kami berbeda arah. Sosok itu begitu indah dalam kesederhanaannya, dan begitu jelita karena ia memang seorang wanita. Sosok itu memang memotivasiku untuk terus berjalan jauh menempuh perjalanan ini karena memang itulah nilai dia di dalam hatiku. Aku tak tau dengan apa nilai ku di dalam hatinya. Hilang begitu sajakah atau masih ia simpan rapat dalam kotak khususnya?.
Namun, dari berita burung yang selalu ku pelihara dan menemani perjalanan sepiku ini, bahwa dia tak mengingat perjalanan yang telah aku dan dia lewati bersama. Aku memang tak pernah berharap besar dari sosok sederhana itu karena aku menyadari betul betapa lumpuhnya aku menuju arah tujuanku. Aku tak bisa menentukan nasib masa depan perjalananku yang akan kulanjutkan nanti apakah sampai atau tidak.
Itulah sebabnya mengapa aku tak meyakinkannya ketika kami berada di persimpangan jalan. Aku tak pernah memaksakan dirinya untuk ikut dalam perjalananku. Kurelakan kepergiannya dengan rombongan lain karena aku lebih percaya pada rombongan itu bisa menjaganya daripada percaya dengan diriku sendiri apakah akau mampu menjaganya?,
Kini biarlah, dia pergi tenang bersama rombongan itu. Menikmati perjalanan dengan mereka, dengan penuh suka cita. Aku tak mampu bebuat apa-apa untuk menjemputnya kembali, karena aku sadar dia telah jauh dan aku tak tau apakah aku bisa bertemu lagi dengannya atau tidak.
Yang kutau saat ini, aku punya perjalanan sendiri menuju sebuah istana yang berharap aku menjadi pengganti dari raja istana itu. Aku berusaha melawan kerasnya tantangan ekstrim padang pasir. Perjalananku masih panjang. Aku berjanji, jika aku menjadi raja nanti, aku akan mencari sosok sederhana itu, namun itu bila aku berhasil menjadi raja. Namun jika aku mati diterkam singa padang pasir, aku hanya bisa pasrahkan semuanya pada yang di atas sana.


Share:

Jumat, 10 Januari 2014

KITA MESTI SADAR!

Kesadaran akan kehidupan adalah suatu yang sangat penting, manusia perlu tau apa yang mesti ia lakukan dan apa yang mesti ia tinggalkan. Manusia mesti tahu diri alias nyadar diri, dari mana ia diciptakan, untuk apa ia diciptakan dan akan kembali ke mana ia setelah itu. Tak pantaslah bagi seorang manusia menyombongkan diri dengan segala apa yang ia rasa milik dia, padahal hanya titipan. Bagaimanapun, manusia hanyalah makhluk hina yang selayaknya ia merendahkan diri bukan malah meninggikan dirinya. Apa yang ada pada dirnya hanyalah titipan Allah swt yang menjadi modal untuk melaksankan sebuah kewajiban dan perintah dari Allah swt bukan malah menjadi modal untuk ingkar kepada Allah swt.
Di banyak ayat dalam Al-Qur’an Allah telah menyampaikan bahwa asal manusia tak lebih dari air yang hina. Terutama dalam surah al-kahfi ayat 37 yang menyatakan “Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata”. Tidak dipungkiri lagi ayat ini, bahwa banyak manusia yang kemudian menjadi pembantah dalam kehidupannya. Sebabnya mungkin adalah tak sadarnya manusia akan penciptaannya yang diawali dari air yang hina itu.
Ketika manusia tak sadar akan awal dari penciptaanya ini, seketika ia tumbuh menjadi makhluk yang sempurna ia mulai menyombongkan diri. Ketika rambut sudah menghitam lebat, hidung sudah nampak mancung, wajah sudah terlihat cantik dan ganteng, badan sudah tegap dan kuat, pikiran sudah matang dan pandai beranalisis, di saat itulah manusia lupa akan kejadian asalnya dan mulai pamer badan dan menyombongkan diri.
Tidak hanya sombong saja, amanah yang diberikan oleh Allah kepadanya lewat rupa yang menawan itu ia gunakan dalam hal kemaksiatan. Bagi wanita, Kecantikan yang ada pada dirinya ia jual dengan harga yang begitu rendah, tak mengindahkan perintah Allah untuk menjaga dan menutupi diri. Ia pamerkan kemolekan tubuh yang menawan, ia sebarkan ke mana-mana dengan tujuan menggoda lelaki sehingga mau mampir untuk menyicipi keindahan fisiknya. Hal serupa bukan sesuatu yang langka dalam kehidupan kita sekarang, wanita-wanita yang menampakkan tubuh yang mesti ia tutup, sangat sering kita temukan dalam kehidupan baik di dunia nyata atau di dunia maya.
Ternyata kabar dari Rasulullah saw yang sudah ribuan tahun di belakang sana benar-benar terjadi di masa sekarang. Rasulullah saw bersabda “ada dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu kaum yang membawa cambuk bagaikan ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul manusia. Dan para wanita yang berpakaian namun telanjang, berjalan melenggak-lenggok sambil menggoyangkan kepalanya seperti pundak unta yang miring. Mereka tidak akan memasuki surga dan bahkan tidak akan dapat mencium baunya. Padahal bau surga itu dapat dirasakan dari jarak sekian dan sekian.” (HR MUSLIM no:2128)
Sayangnya, hanya sedikit wanita-wanita muda penerus bangsa dan agama ini yang menyadari hal tersebut. mereka yang sadar, kemudian mantaati, tak mau menyia-nyiakan amanah yang telah Allah swt berikan. Dan bagi yang tak menyadari hal ini, pamer aurat adalah salah satu senjata buat memikat hati para pasangannya. Mereka tak mengerti hijab secara mendalam, bagi mereka hijab hanya menutup tubuh, atau bahkan lebih parah lagi, hijab hanya untuk aktivitas formal seperti di sekolah atau hanya di kampus, sesudahnya lepas semua. Hal inilah yang mesti diketahui oleh para wanita secara mendalam yang awalnya mereka mesti sadar dulu akan dirinya, bahwa dirinya diciptakan bukan buat pamer badan, bukan buat menyombongkan diri dan bermaksiat, tetapi untuk beribadah kepada Allah swt.
Tak hanya wanita, sikap tak sadarkan diri juga banyak terjadi pada lelaki yang kasusnya kurang lebih dengan wanita. Jika wanita pamer kecantikan, maka lelaki pamer dan  unjuk kebolehan serta kekuatan yang ujung-ujungnya hanya buat menyombongkan diri dan pamer. Para lelaki mencoba berusaha sekuat tenaga buat melakuin hal-hal yang menuju pada arah melanggar syari’at buat nampakin bahwa dirinya layak digelar dengan lelaki tangguh. Sehingga budaya barat yang menyajikan hal seperti itu direspon positif oleh mereka dan dijadikan ideologi buat naklukin kaum wanita.
Ada peryataan bahwa “nggak merokok nggak laki”, yang pernyataan ini diresapi oleh para lelaki mulai dari anak Sekolah Dasar sampai seterusnya. Untuk menunjukkan kelelakian mereka, merokok adalah caranya. Sehingga tak jarang kita lihat remaja-remaja sekarang menyematkan sebatang racun itu di kedua bibirnya. Parahnya hal itu juga dilakukan oleh lelaki yang belum masanya seperti anak SD,SMP, dan SMA. Tujuannya tak lain, supaya dianggap lelaki oleh para wanita.
Hal diatas hanya contoh kecil dan ringan, masih banyak hal lainnya yang terjadi seperti narkoba, pergaulan bebas, balap liar, dan hal-hal ekstrim tak bermanfaat lainnya yang mereka kerjakan buat nunjukkin dirinya hebat yang ujung-ujungnya hanya memunculkan sifat sombong, angkuh dan tujuannya yang gak baik.
Berbagai hal diatas sebenarnya adalah perwujudan manusia yang tak menyadari secara utuh akan dirinya, tak pernah merenung, introspeksi, memikirkan akan apa yang udah terjadi di masa sebelumnya dan memikirkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Sebagai orang yang beriman dan islam tentunya awal dari diri kita ini adalah hanya air yang hina yang kemudian Allah swt sempurnakan. Ketika kita tahu diri ini adalah berasal dari air yang hina, maka sepatutnya tidak ada rasa ingin menyombongkan diri sedikitpun dari diri kita. Haruslah muncul dalam diri kita sikap tawadhu’ dalam kehidupan dan menyadari akan tugas kita yang sebenarnya di dunia.
Ketika kita telah menyadari asal diri ini, maka sepatutnya kita merenungi pula tempat kembali kita yang hanyalah berukuran 2 kali 1 meter di dalam tanah, tak lebih. Tak ada gunanya apa yang telah kita usahakan di dunia ketika kenikmatan diputuskan pada hari itu. Manusia mesti sadar akan hal ini, manusia mesti tahu.
Tak ada kata terlambat buat bertaubat dan memulai islam yang kaffah. Tak ada kata terlambat buat mengkaji kembali islam yang benar, tak ada kata terlambat untuk semua itu. Karena rahmat dan ampunan Allah swt selalu terbuka bagi hambanya yang ingin kembali pada jalanNya.


Share:

Selasa, 07 Januari 2014

UNTUNGNYA KAU TIDAK ABADI

Kota, orang bilang ini kota. Kota memang kejam dengan berbagai kekejamannya pada manusia. Sikap sosial memang berkurang ketika suatu tempat diberi gelar menjadi kota. Sikap berkendaraan manusia menghilangkan budaya tegur sapa, semua orang sibuk, semua orang egois, memikirkan dirinya sendiri.
jalanan seolah menjadi tempat aksi drama yang menyedihkan, menampilkan kesusahan-kesusahan hidup seseorang, mulai dari penjual koran yang menjajakan korannya, orang-orang yang pasang terik mukanya karena kesibukan, pemulung-pemulung yang menyeret gerobak kecil sambil menggendong anaknya, bahkan sampai orang cacat yang terseok-seok menyebrangi jalan. Kejamnya kawan, tak ada satupun yang mau beranjak dari kendaraanya untuk mengulurkan tangan membantu orang-orang itu.
Sempat terpikir dalam benakku, bagaimana kalau aku menjadi mereka yang berjuang mencari sesuap nasi di teriknya matahari dan mencucurkan keringat?. Bagaimana kalau aku menjadi si pendorong gerobak yang sudah berkeluarga namun masih tetap bekerja dengan cara yang demikian?. Dan bagaimana jika aku menjadi cacat yang berusaha menyebrangi jalan dengan dua tanganku ini, bukan dengan kaki yang sempurna?. Sungguh tak bisa kubayangkan...
Di sisi lain ku saksikan orang yang bersandar pada kursi mewah di dalam kendaraannya, tanpa kepanasan, tanpa kesusahan, tanpa perhatian. jangankan untuk berbagi pada sesama, melayangkan pandagannya pada orang-orang yang ada di sekitarnya pun tak sempat. Ia nyaman dengan mobil megahnya, ber AC, full musik dan siap menuju pada tempat yang menghasilkan uang yang tentu lebih banyak daripada penjual koran, pemulung, dan si cacat tadi.
Sepertinya inilah dunia kawan, tak pernah kau lihat kesempurnaan di dalamnya. Selalu ada yang kekurangan, dan selalu ada yang berlebihan. Untungnya dunia ini dijadikan sesaat untuk kita, untungnya dunia hanya senda gurau belaka, untung saja kematian selalu mendekati kita, sehingga dunia ini akan lepas semuanya. Andaikan dunia ini abadi maka rugilah si penjual koran tadi, andai dunia ini abadi maka kasihanlah si pemulung tadi, andai dunia ini abadi maka tak ada sekelumit pun kesenangan pada si cacat tadi.
Untungnya Allah punya hari yang abadi yang tak memandang orang dari kayanya, miskinnya, cacatnya, tuanya, mudanya, gantengnya, jeleknya. Dan Allah pandang amal dan hati seseorang. Yang lebih syukurnya lagi untuk beramal, manusia masing-masing punya koridor masing-masing, yang miskin, kaya, perempuan, laki-laki punya porsinya. Sehingga tak akan ada yang merasa rugi atau dirugikan dalam melakukan amal.

Jadi, masih ada harapan bagi mereka untuk macapai kebahagiaan abadi, masih ada senyum kecil untuk mereka yang bisa kita berikan ketika mereka mau taat pada Ilahi.
Share: