Selasa, 16 Januari 2018

MELIRIK KECERDASAN EMOSI ‘KIRANA’




Setelah putus asa nguntit mantan di Instagram, saya mencoba menghibur diri dengan mantengin instagramnya Buk Retno Hening. Meminjam istilah psikoanalisis, tindakan saya di atas memperlihatkan bahwa saya sedang ber“sublimasi”, yang dalam KBBI disebut sebagai “usaha pengalihan hasrat yang bersifat primitif ke tingah laku yang dapat diterima oleh masyarakat”. Ya, menguntit mantan memang merupakan sebuah tindakan purba yang sudah tidak relevan lagi di masa posmodern seperti saat ini. Hufhhh... sebuah pembukaan yang meaningless.
Oke. Kembali ke judul yang akan kita bahas.
Sudah sekitar satu tahun saya mengikuti instagramnya Ibuk Retno Hening, yang hampir setiap postingannya menampilkan sesosok anak perempuan yang imut bernama Kirana. Saya rasa pembaca yang budiman nan melek instagram sudah tau siapa Kirana, jadi saya tidak perlu lagi menjelaskannya kepada kalian. Nah, dalam perjalanan satu tahun melihat perilaku Kirana, saya berkesimpulan bahwa Kirana adalah salah satu anak yang memiliki kecerdasan emosi yang cukup tinggi.
Apa buktinya?
Baiklah, mari kita kupas satu persatu mulai dari penjelasan tentang kecerdasan emosi beserta ciri-cirinya. Kemudian kita lakukan analisis sederhana pada perilaku Kirana dalam beberapa videonya. Setelah itu barulah kita mencari tahu resep dalam membentuk kecerdasan emosi pada anak. Semuanya akan kita kupas setajam pisau mainan (dengan santai maksudnya), nggak perlu tegang kayak baca jurnal internasional.
Kecerdasan Emosi Kirana
Menurut Salovey (setelah dia mengutak-atik kecerdasan pribadi yang disampaikan Gardner), kecerdasan emosi memiliki kemampuan dalam lima hal, yaitu 1) mampu mengenali emosi diri. 2) mampu mengelola emosi. 3) mampu memotivasi diri sendiri. 4) mampu mengenali emosi orang lain. 5) mampu membina hubungan sosial (Goleman, 2017: 55-57). Secara spesifik, mampu survive dengan kejombloan tidak termasuk.
Dari lima kemampuan emosi di atas, saya tidak men“dewi”kan Kirana sebagai anak yang telah menguasai lima elemen dasar kecerdasan emosi, tidak. Tapi saya melihat ada satu kekuatan dari lima kecerdasan emosi yang begitu tampak pada Kirana, yaitu kemampuan dia dalam mengenali emosi orang lain (bereempati).
Goleman (2017: 132), menjelaskan bahwa, “Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri; semakin terbuka kita kepada emosi diri sendiri, semakin terampil kita membaca perasaan”. Goleman (2017: 133), juga mengatakan bahwa, “Kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan nonverbal: nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah, dan sebagainya”. Perlu kita ketahui bersama, 90 persen pesan emosional bersifat nonverbal. Artinya, pesan emosional lebih sering terlihat dari gerak-gerik, nada bicara dan ekspresi wajah, bukan kalimat secara verbal yang keluar dari mulut. Camkan itu, wahai para jomblo. Apaan.....
Nah, menurut saya, Kirana punya kemampuan dalam memahami perasaan orang lain, baik yang verbal maupun nonverbal. Contohnya akan saya sampaikan pada bagian analisis (ecek-ecek) video nanti, nggayamu.... mblooo, mblooo.
Selain itu, ada kecerdasan emosi lainnya yang dimiliki oleh Kirana. Jika kita membaca bukunya Yee-Jin Shin (Psikiater terkemuka di Korea) yang berjudul “Mendidik Anak di Era Digital”, maka kita akan menemukan sebuah istilah yang ia sebut “matang semu”, yaitu “anak yang fisiknya berkembang sangat baik, tetapi jiwanya tidak” (Shin, 2014: 28). Sepanjang pengamatan saya sampai saat ini mengenai Kirana, ia adalah seorang anak yang tidak mengidap penyakit “matang semu” tersebut.
Gimana cara mengetahui anak mengidap “matang semu” atau tidak?
Menurut Yee-Jin Shin (2014, 45), cara yang paling mudah adalah dengan melihat raut wajah anak. Dia akan memperlihatkan rasa senang, sedih, terkejut, marah dan perasaan lainnya sesuai dengan kondisi yang terjadi pada saat itu. Jika ia merasa senang, maka ia akan mengekspresikan kesenangannya. Jika sedih, maka ia akan mengekpresikan kesedihannya. Sementara anak “matang semu” mengalami kesulitan dalam memperlihatkan perubahan pada raut wajahnya. Kuncinya adalah pada raut wajah.
Jika kita melirik perilaku Kirana dalam videonya, maka kita bisa melihat raut wajah yang ia tampilkan begitu totalitas dalam memperlihatkan perasaan yang hinggap dalam dirinya. Contohnya bisa kalian simak dalam beberapa videonya.
Jadi ada dua kemampuan yang ia miliki dalam kecerdasan emosi, yaitu mampu memahami perasaan orang lain dan mampu mengekspresikan perasaannya dengan baik (lewat raut wajah).
Contoh Perilaku Empati Kirana
Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat beberapa video yang memperlihatkan rasa empati Kirana di akun Instagram milik Ibuknya. Saya tidak akan mengupload videonya di blog ini, karena kalian bisa lihat sendiri di akun instagramnya. Yang saya lakukan hanya mendeskripsikan kejadiannya serta mencantumkan tanggal unggahan video tersebut untuk memudahkan kalian melakukan pencarian.
Pertama, pada video yang diunggah pada tanggal 16 Desember 2017, memperlihatkan Kirana kecil yang berusaha menghibur temannya (Rayyan) yang sedang menangis dengan cara memberikan balon berwarna kuning. Meskipun akhirnya usaha Kirana tetap gagal dalam meredam tangisan si Rayyan.
Kedua, video yang diunggah pada tanggal 5 Oktober 2017. Video tersebut memperlihatkan salah satu teman Kirana yang bernama Lila tengah menangis. Kirana yang berada di samping Lila berusaha menghibur temannya tersebut dan mengatakan, “Lila perlu stop nangis,” sambil puk-puk pundak Lila. Sementara itu si Rayyan yang berada di samping Lila tidak berbuat apa-apa. Rayyan....Rayyan.... -_-
Ketiga, video yang diunggah kembali pada tanggal 16 Agustus 2017. Video tersebut menampilkan kesedihan Kirana saat menonton film “Finding Nemo” ketika terjadi adegan si Nemo berpisah dengan ayahnya. Ia mampu merasakan kesedihan yang terjadi bahkan dalam film sekalipun.
Keempat, rasa empatinya tidak hanya ditujukan pada manusia dan peristiwa di film saja, melainkan juga pada makhluk remeh seperti seekor lalat. Kejadian ini terdapat pada video yang diunggah kembali pada tanggal 11 Agustus 2017. Terlihat pada video tersebut, Kirana menunjukkan rasa berduka yang begitu mendalam ketika melihat seekor lalat yang tewas akibat tepukan sang Ibuk.
Sementara video yang memperlihatkan kemampuan Kirana dalam mengekspresikan perasaannya (happy, sedih, terkejut, kesel) bisa kita lihat hampir di setiap video yang ada.
Kunci Membangun Kecerdasan Emosi Anak
Serangkaian studi yang dilakukan oleh Marian Radke-Yarrow dan Carolyn Zahn-Waxler pada National Institute of Mental Health memperlihatkan bahwa empati anak tumbuh dari penerapan disiplin pada anak serta memberi perhatian secara sungguh-sungguh atas kemalangan yang disebabkan oleh mereka. (Goleman, 2017: 136). Ketika anak melakukan kesalahan yang mengakibatkan orang lain mendapatkan kemalangan, maka orang tua akan memperlihatkan kepada anak bahwa kenakalannya berakibat pada orang lain, bukan malah mengabaikan orang tersebut. Misalnya, Kirana melempar sebatang krayon dan tidak sengaja mengenai kepala si Rayyan sehingga menyebabkan Rayyan menangis. Maka si Ibuk menegur Kirana dengan mengatakan dengan lembut, “Lihat, Kirana membuat Rayyan menangis”. Dalam perkataan tersebut, terlihat bahwa penekanannya ada pada dampak yang dirasakan oleh orang lain. Sehingga dengan cara tersebut, anak akan terlatih kepekaannya pada apa yang dirasakan oleh orang lain.
Jadi kunci yang pertama adalah: orang tua harus selalu mengajarkan anak untuk peka terhadap perasaan orang-orang di sekitarnya, baik itu lewat ucapan dan tindakan. Orang tua juga harus serajin mungkin memperlihatkan perilaku empatinya kepada orang lain agar ditiru oleh sang anak.
Tips kedua saya ambil dari perkataannya Yee-Jin Shin (2014: 42), yang mengatakan, “pada usia empat tahun, anak membutuhkan lingkungan pengasuhan yang baik, perhatian yang cukup, dan stimulasi yang sesuai dengan tumbuh-kembangnya agar tumbuh secara wajar”.
Yang perlu digarisbawahi dari perkataan Yee-Jin Shin adalah: orang tua harus memberi perhatian kepada anak. Salah satu bentuk perhatian orang tua kepada anak adalah sering mengajak anaknya berkomunikasi. Dari komunikasi itulah orang tua bisa dengan leluasa menanam bibit-bibit empati pada jiwa anak.
Dari dua kunci tersebut, bisa kita lihat bagaimana kegiatan mendidik anak yang dilakukan oleh Ibuk Retno Hening kepada Kirana sudah terpenuhi. Ia sering mengajak Kirana berkomuikasi dan mengajarkannya untuk peka terhadap perasaan orang lain. Kecerdasan emosi Kirana juga terlihat dalam banyak videonya yang lain, terutama ketika ia mampu mengatakan “Sorry” kepada orang lain. Perlu diketahui, kata “Sorry” itu tidak muncul begitu saja, akan tetapi merupakan hasil dari didikan orang tuanya.
Terima Kasih.

Sumber Buku:

Daniel Goleman. Kecerdasan Emosional (Jakarta: Gramedia, 2017)

Yee-Jin Shin. Mendidik Anak di Era Digital (Jakarta: Noura Books, 2014).
Share:

0 komentar:

Posting Komentar