Setelah
putus asa nguntit mantan di Instagram, saya mencoba menghibur diri dengan mantengin
instagramnya Buk Retno Hening. Meminjam istilah psikoanalisis, tindakan saya di
atas memperlihatkan bahwa saya sedang ber“sublimasi”, yang dalam KBBI disebut
sebagai “usaha pengalihan hasrat yang bersifat primitif ke tingah laku yang
dapat diterima oleh masyarakat”. Ya, menguntit mantan memang merupakan sebuah
tindakan purba yang sudah tidak relevan lagi di masa posmodern seperti saat
ini. Hufhhh... sebuah pembukaan yang meaningless.
Oke.
Kembali ke judul yang akan kita bahas.
Sudah
sekitar satu tahun saya mengikuti instagramnya Ibuk Retno Hening, yang hampir
setiap postingannya menampilkan sesosok anak perempuan yang imut bernama
Kirana. Saya rasa pembaca yang budiman nan melek instagram sudah tau
siapa Kirana, jadi saya tidak perlu lagi menjelaskannya kepada kalian. Nah, dalam
perjalanan satu tahun melihat perilaku Kirana, saya berkesimpulan bahwa Kirana
adalah salah satu anak yang memiliki kecerdasan emosi yang cukup tinggi.
Apa
buktinya?
Baiklah,
mari kita kupas satu persatu mulai dari penjelasan tentang kecerdasan emosi
beserta ciri-cirinya. Kemudian kita lakukan analisis sederhana pada perilaku
Kirana dalam beberapa videonya. Setelah itu barulah kita mencari tahu resep dalam
membentuk kecerdasan emosi pada anak. Semuanya akan kita kupas setajam pisau
mainan (dengan santai maksudnya), nggak perlu tegang kayak baca jurnal
internasional.
Kecerdasan Emosi Kirana
Menurut
Salovey (setelah dia mengutak-atik kecerdasan pribadi yang disampaikan
Gardner), kecerdasan emosi memiliki kemampuan dalam lima hal, yaitu 1) mampu
mengenali emosi diri. 2) mampu mengelola emosi. 3) mampu memotivasi diri
sendiri. 4) mampu mengenali emosi orang lain. 5) mampu membina hubungan sosial
(Goleman, 2017: 55-57). Secara spesifik, mampu survive dengan kejombloan
tidak termasuk.
Dari lima
kemampuan emosi di atas, saya tidak men“dewi”kan Kirana sebagai anak yang telah
menguasai lima elemen dasar kecerdasan emosi, tidak. Tapi saya melihat ada satu
kekuatan dari lima kecerdasan emosi yang begitu tampak pada Kirana, yaitu
kemampuan dia dalam mengenali emosi orang lain (bereempati).
Goleman
(2017: 132), menjelaskan bahwa, “Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri;
semakin terbuka kita kepada emosi diri sendiri, semakin terampil kita membaca
perasaan”. Goleman (2017: 133), juga mengatakan bahwa, “Kunci untuk memahami
perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan nonverbal: nada bicara,
gerak-gerik, ekspresi wajah, dan sebagainya”. Perlu kita ketahui bersama, 90
persen pesan emosional bersifat nonverbal. Artinya, pesan emosional lebih
sering terlihat dari gerak-gerik, nada bicara dan ekspresi wajah, bukan kalimat
secara verbal yang keluar dari mulut. Camkan itu, wahai para jomblo. Apaan.....
Nah, menurut
saya, Kirana punya kemampuan dalam memahami perasaan orang lain, baik yang
verbal maupun nonverbal. Contohnya akan saya sampaikan pada bagian analisis (ecek-ecek)
video nanti, nggayamu.... mblooo, mblooo.
Selain
itu, ada kecerdasan emosi lainnya yang dimiliki oleh Kirana. Jika kita membaca
bukunya Yee-Jin Shin (Psikiater terkemuka di Korea) yang berjudul “Mendidik
Anak di Era Digital”, maka kita akan menemukan sebuah istilah yang ia sebut
“matang semu”, yaitu “anak yang fisiknya berkembang sangat baik, tetapi jiwanya
tidak” (Shin, 2014: 28). Sepanjang pengamatan saya sampai saat ini mengenai
Kirana, ia adalah seorang anak yang tidak mengidap penyakit “matang semu”
tersebut.
Gimana
cara mengetahui anak mengidap “matang semu” atau tidak?
Menurut
Yee-Jin Shin (2014, 45), cara yang paling mudah adalah dengan melihat raut
wajah anak. Dia akan memperlihatkan rasa senang, sedih, terkejut, marah dan
perasaan lainnya sesuai dengan kondisi yang terjadi pada saat itu. Jika ia
merasa senang, maka ia akan mengekspresikan kesenangannya. Jika sedih, maka ia
akan mengekpresikan kesedihannya. Sementara anak “matang semu” mengalami
kesulitan dalam memperlihatkan perubahan pada raut wajahnya. Kuncinya adalah
pada raut wajah.
Jika kita
melirik perilaku Kirana dalam videonya, maka kita bisa melihat raut wajah yang
ia tampilkan begitu totalitas dalam memperlihatkan perasaan yang hinggap dalam
dirinya. Contohnya bisa kalian simak dalam beberapa videonya.
Jadi ada
dua kemampuan yang ia miliki dalam kecerdasan emosi, yaitu mampu
memahami perasaan orang lain dan mampu mengekspresikan perasaannya dengan baik
(lewat raut wajah).
Contoh Perilaku Empati Kirana
Untuk
lebih jelasnya, mari kita lihat beberapa video yang memperlihatkan rasa empati
Kirana di akun Instagram milik Ibuknya. Saya tidak akan mengupload
videonya di blog ini, karena kalian bisa lihat sendiri di akun instagramnya.
Yang saya lakukan hanya mendeskripsikan kejadiannya serta mencantumkan tanggal
unggahan video tersebut untuk memudahkan kalian melakukan pencarian.
Pertama,
pada video yang diunggah pada tanggal 16 Desember 2017, memperlihatkan Kirana
kecil yang berusaha menghibur temannya (Rayyan) yang sedang menangis dengan
cara memberikan balon berwarna kuning. Meskipun akhirnya usaha Kirana tetap gagal dalam
meredam tangisan si Rayyan.
Kedua,
video yang diunggah pada tanggal 5 Oktober 2017. Video tersebut memperlihatkan
salah satu teman Kirana yang bernama Lila tengah menangis. Kirana yang berada
di samping Lila berusaha menghibur temannya tersebut dan mengatakan, “Lila
perlu stop nangis,” sambil puk-puk pundak Lila. Sementara itu si
Rayyan yang berada di samping Lila tidak berbuat apa-apa. Rayyan....Rayyan.... -_-
Ketiga,
video yang diunggah kembali pada tanggal 16 Agustus 2017. Video tersebut menampilkan
kesedihan Kirana saat menonton film “Finding Nemo” ketika terjadi adegan si
Nemo berpisah dengan ayahnya. Ia mampu merasakan kesedihan yang terjadi bahkan
dalam film sekalipun.
Keempat, rasa
empatinya tidak hanya ditujukan pada manusia dan peristiwa di film saja,
melainkan juga pada makhluk remeh seperti seekor lalat. Kejadian ini terdapat
pada video yang diunggah kembali pada tanggal 11 Agustus 2017. Terlihat pada
video tersebut, Kirana menunjukkan rasa berduka yang begitu mendalam ketika melihat seekor lalat
yang tewas akibat tepukan sang Ibuk.
Sementara
video yang memperlihatkan kemampuan Kirana dalam mengekspresikan perasaannya (happy,
sedih, terkejut, kesel) bisa kita lihat hampir di setiap video yang ada.
Kunci Membangun Kecerdasan Emosi Anak
Serangkaian
studi yang dilakukan oleh Marian Radke-Yarrow dan Carolyn Zahn-Waxler pada National
Institute of Mental Health memperlihatkan bahwa empati anak tumbuh dari
penerapan disiplin pada anak serta memberi perhatian secara sungguh-sungguh
atas kemalangan yang disebabkan oleh mereka. (Goleman, 2017: 136). Ketika anak
melakukan kesalahan yang mengakibatkan orang lain mendapatkan kemalangan, maka
orang tua akan memperlihatkan kepada anak bahwa kenakalannya berakibat pada
orang lain, bukan malah mengabaikan orang tersebut. Misalnya, Kirana melempar
sebatang krayon dan tidak sengaja mengenai kepala si Rayyan sehingga
menyebabkan Rayyan menangis. Maka si Ibuk menegur Kirana dengan mengatakan
dengan lembut, “Lihat, Kirana membuat Rayyan menangis”. Dalam perkataan
tersebut, terlihat bahwa penekanannya ada pada dampak yang dirasakan oleh orang
lain. Sehingga dengan cara tersebut, anak akan terlatih kepekaannya pada apa
yang dirasakan oleh orang lain.
Jadi
kunci yang pertama adalah: orang tua harus selalu mengajarkan anak untuk peka
terhadap perasaan orang-orang di sekitarnya, baik itu lewat ucapan dan
tindakan. Orang tua juga harus serajin mungkin memperlihatkan perilaku
empatinya kepada orang lain agar ditiru oleh sang anak.
Tips
kedua saya ambil dari perkataannya Yee-Jin Shin (2014: 42), yang mengatakan, “pada
usia empat tahun, anak membutuhkan lingkungan pengasuhan yang baik, perhatian
yang cukup, dan stimulasi yang sesuai dengan tumbuh-kembangnya agar tumbuh
secara wajar”.
Yang
perlu digarisbawahi dari perkataan Yee-Jin Shin adalah: orang tua harus memberi
perhatian kepada anak. Salah satu bentuk perhatian orang tua kepada anak adalah
sering mengajak anaknya berkomunikasi. Dari komunikasi itulah orang tua bisa dengan
leluasa menanam bibit-bibit empati pada jiwa anak.
Dari dua
kunci tersebut, bisa kita lihat bagaimana kegiatan mendidik anak yang dilakukan
oleh Ibuk Retno Hening kepada Kirana sudah terpenuhi. Ia sering mengajak Kirana
berkomuikasi dan mengajarkannya untuk peka terhadap perasaan orang lain. Kecerdasan
emosi Kirana juga terlihat dalam banyak videonya yang lain, terutama ketika ia
mampu mengatakan “Sorry” kepada orang lain. Perlu diketahui, kata “Sorry” itu
tidak muncul begitu saja, akan tetapi merupakan hasil dari didikan orang
tuanya.
Terima Kasih.
Sumber Buku:
Daniel Goleman. Kecerdasan Emosional (Jakarta: Gramedia, 2017)
Yee-Jin Shin. Mendidik Anak di Era Digital (Jakarta: Noura Books, 2014).
Sumber Buku:
Daniel Goleman. Kecerdasan Emosional (Jakarta: Gramedia, 2017)
Yee-Jin Shin. Mendidik Anak di Era Digital (Jakarta: Noura Books, 2014).
0 komentar:
Posting Komentar