Memahami Istilah Pacaran
Sebelum menulis judul ini, saya sempat ngasi
kode terlebih dahulu di media sosial bahwa saya akan menulis mengenai pacaran positif.
Ada beberapa teman yang langsung berkomentar bahwa “pacaran itu tidak ada yang
positif”, “pacaran itu jelas haram”, “pacaran positif itu hanya modus saja” dan
sebagainya.
Its
ok.
Nggak apa-apa. Semua orang berhak untuk berkomentar. Tapi izinkan saya untuk
menyampaikan argumen saya mengenai pacara positif.
Setelah saya mendapatkan dan membandingkan
beberapa informasi mengenai pacaran, untuk saat ini saya berkesimpulan bahwa
istilah pacaran masih bersifat netral, wajar dan manusiawi. Karena istilah awal
yang netral inilah, pacaran bisa menjadi positif, bisa juga negatif.
Nggak percaya?. Mari kita bahas!.
Di dalam Wikipedia, “Pacaran merupakan proses
berkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangakaian tahap
pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan
pernikahan.” (id.wikipedia.org/wiki/pacaran. Diakses 7 Juli 2017).
Dari pengertian diatas, kita ambil kata
kuncinya, yaitu: MENGENAL (melihat kecocokan) dan MENIKAH. Atau MENGENAL untuk
MENIKAH. Jadi pacaran itu adalah proses yang dilewati oleh seseorang untuk
mengenal calon pasangannya sebelum masuk jenjang pernikahan.
Oke, sampai disini sudah ada bayangan?.
Belum?.
Baiklah kita lanjut pada definisi berikutnya.
Untuk sedikit memperjelas, kita akan melihat
definisi pacaran dari para Tokoh. Karena berhubung saya belum punya buku yang
membahas definisi pacaran dari para Tokoh, maka saya mengutip definisi pacaran
oleh para Tokoh dari sebuah website bernama psychologymania.com. Menurut saya,
website psycholgymania.com udah lumayan kuat dan serius dalam keilmuan, hal itu
terlihat dari laman website mereka yang menyediakan ebook dan jurnal mengenai dunia psikologi.
Di dalam website tersebut:
Menurut DeGenova & Rice (2005), “Pacaran adalah menjalankan suatu hubungan
dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat
saling mengenal satu sama lain.”
Menurut Bowman (1978), “Pacaran adalah
kegiatan bersenang-senang antara pria dan wanita yang belum menikah, dimana hal
ini akan menjadi dasar utama yang dapat memberikan pengaruh timbal balik untuk
hubungan selanjutnya sebelum pernikahan di Amerika.”
Menurut Benokraitis (1996), “Pacaran adalah
proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial
yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut
untuk dijadikan pasangan hidup.”
Lagi-lagi, ketiga definisi dari para tokoh di
atas kurang lebih sama dengan definsi dari Wikipedia sebelumnya. Kata kuncinya:
MENGENAL dan MENIKAH. Atau MENGENAL untuk MENIKAH.
Salahkah orang mengenal untuk menikah?. Tentu
saja tidak. Itu wajar, normal, dan manusiawi. Malah akan berbahaya jika orang
ingin menikah tapi tidak mengenal dan mengetahui pasangannya.
sumber gambar: http://www.sygmadayainsani.co.id |
Pacaran Berawal dari Istilah
Syar’i
Oke, mungkin diantara kalian masih ada yang
belum puas dengan definisi pacaran dari Wikipedia dan Tokoh Barat di atas.
Untuk itu, mari kita tambahkan argumennya.
Agar argumen “pacaran positif” saya lebih
kokoh, maka saya akan mengutip pernyataan seorang Ustadz kondang yang video
kajiannya udah tersebar dan disukai banyak orang. Beliau adalah Ustadz Adi
Hidayat Lc, MA. Bagi yang belum tahu, silahkan googling dan cek di Youtube.
Dalam sebuah akun Youtube bernama Pintu Surga
terdapat sebuah video berdurasi 2 menit 34 detik yang dipublikasikan pada
tanggal 10 Januari 2017. Video tersebut berisi koreksi dari Ustadz Adi Hidayat
Lc, MA terhadap istilah pacaran.
Menurut beliau, istilah pacaran asalnya
adalah istilah yang syar’i. Kok bisa?. Untuk
lebih jelasnya, saya akan tuliskan pernyataan beliau dalam video tersebut di
bawah ini:
“Asal pacaran, asalnya istilah syar’i itu. Sekarang
bergeser maknanya. Dulu di penghujung Melayu, kisaran Medan ke sebalah sana,
400 kilometer dari kota Medan. Itu dulu, kalau orang suka terhadap calon pasangannya,
ada ketertarikan dia ingin berta’aruf,
maka dia akan mulai mendatangi rumahnya malam hari untuk menghadap Bapaknya. Di
luar dia katakan keinginannya, Bapaknya akan keluar.dan mengatakan ‘Apakah kamu
serius?’, dia tangkap itu. Saat ditangkap itulah kemudian ketika menyatakan
serius, maka akan ditandai pada calon istrinya. Calon istrinya akan ditandai
dengan daun pacar, kemudian menunggulah untuk menikah selama 40 hari. Calon
istrinya akan belajar kepada ibunya bagaimana menjadi istri yang baik, calon
suaminya akan belajar selama 40 hari, termasuk mencari nafkah. Nah masa
menunggu ini disebut dengan PACARAN, dipacari maksudnya diberi daun pacar. Jadi
pacaran bukan jalan-jalan, muda-mudi, MasyaAllah,
belum sah tiba-tiba jalan berduaan”. (Adi Hidayat, Lc, MA).
Di dalam pernyataan beliau tersebut, ia
mengatakan bahwa definisi pacaran itu awalnya syar’i. Yang membuat istilah
pacaran itu menjadi buruk adalah karena ulah anak zaman sekarang yang gaya
pacarannya tidak lagi mematuhi aturan agama, budaya dan negara.
Pacaran: Bisa Negatif, Bisa
Positif.
Nah dari tiga sumber di atas; Wikipedia, Tokoh
Barat dan Ustadz Adi Hidayat, saya menyimpulkan bahwa definisi pacaran yang
berarti “mengenal calon pasangan sebelum menikah” adalah masih bersifat netral, wajar, alamiah dan
manusiawi. Semua orang pasti melakukan
hal tersebut sebelum menikah. Nggak ada orang yang mau nikah tanpa mengetahui
siapa orang yang akan dinikahinya. Pasti dia mencari tahu terlebih dahulu,
mengenal, melihat kecocokan, dan jika sudah terasa cocok, barulah menikah. Dan
proses inilah yang dikenal dengan pacaran.
Jadi istilah pacaran awalnya bersifat netral
dan wajar. Dia baru akan berubah menjadi positif atau negatif ketika dilakukan
dengan cara tertentu. Eksekusi pacaran itu nantinya yang akan membuat dia
menjadi positif atau negatif.
Layaknya internet, internet itu sifat awalnya
netral. Kita nggak bisa langsung menuduh internet haram, buruk dan sebagainya.
Tapi kita juga tidak langsung bilang dia baik dan bermanfaat. Semua itu
tergantung dari bagaimana kita memperlakukan internet. Kalau kita menggunakan
internet dengan standar norma yang berlaku dalam suatu negara dan juga agama,
maka internetan kita akan bersifat positif. Tapi jika kita menggunakan internet
tidak mengindahkan dua aturan itu, maka kegiatan internetan kita bisa menjadi
negatif.
Begitu juga pacaran. Dia akan menjadi positif
bila orang yang berpacaran adalah orang yang siap menikah dan ketika pacaran;
ia mematuhi aturan agama dan negara. Dan pacaran akan bersifat negatif jika
orang yang berpacaran adalah orang yang belum siap menikah dan saat berpacaran tidak
mematuhi rambu-rambu yang sudah diatur dalam agama dan negara.
Kesimpulannya:
Jadi pacaran adalah suatu yang wajar, netral,
normal. Karena definisinya adalah untuk mengenal calon pasangan sebelum
menikah. Cara menjalankan pacarannya itulah yang akan membawanya pada makna
negatif dan positif. Pacaran positif: nikahnya siap, pakai aturan agama dan
negara. Pacaran negatif: belum siap nikah, tidak pakai aturan agama dan negara.
Gimana, sudah paham?.
Dokumen Ahmad Yazid |
Pacaran Negatif Merugikan
Cewek.
Oke, sekarang kita bahas kerugian dari pacaran
negatif (belum siap nikah dan tidak pakai aturan agama dan negara) dari sisi
cewek.
***
Saya heran, mengapa ada cewek yang mau
menjalani pacaran negatif sama seorang cowok yang belum jelas kapan nikahnya
dan ketika pacaran tidak mematuhi aturan agama dan negara?.
Karena menurut saya, cewek yang menjalani
pacaran negatif akan menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan pasangan yang
lebih baik dan lebih siap untuk menikah.
Agar lebih mudah dipahami, saya akan menjelaskannya
lewat perumpamaan di bawah ini.
Dokumen Ahmad Yazid |
Keterangan : Nita adalah seorang cewek yang
menjalin pacaran negatif dengan seorang cowok bernama Yazid. Mengapa hubungan mereka
disebut pacaran negatif?. Karena dalam hubungan tersebut, Yazid belum
memastikan kapan akan menikahi Nita. Semuanya serba ngambang kayak jamban.
Dalam hubungan itu juga, mereka tidak mengindahkan aturan agama; sering jalan
berduaan, bertemu tanpa mahram, bahkan mungkin udah melakukan sesuatu yang
dilarang agama, maklum, Yazid ini orangnya agak nafsuan dikit. Jiah,,, ini kok jadi ngejelekin diri
saya sendiri?.
Nah, Nita yang kerudungan dan tampak cantik
jelita ini ternyata diincar juga oleh lelaki lain yang tentunya lebih siap menikah
daripada Yazid. Keempat lelaki itu adalah Rasyid (Ustadz), Beni (Karyawan
Bank), Rian (Dokter), dan Feri (Pilot). Tapi ketika empat lelaki siap menikah
ini bertanya pada orang terdekat Nita atau stalking
media sosialnya Nita, mereka mendapatkan informasi bahwa Nita sudah berpacaran
(negatif) dengan Yazid. Secara otomatis empat orang lelaki yang siap menikah ini
mundur seketika dan mencari wanita lain.
Rugi kan?.
Padahal seandainya saja Nita nggak pacaran
(negatif) sama Yazid, maka peluang Nita untuk mendapatkan salah satu dari empat
lelaki bisa terwujud. Nikahnya pasti lagi, tidak kayak Yazid yang belum tau
kapan mau nikah. Dan tentunya mereka harus ta’aruf
(pacaran positif) dulu untuk mengenal satu sama lain. Tapi karena Nita keburu
udah punya pacar, jadi gagal deh dapat kesempatan. Itu perhitungan kerugian
versi saya.
Dan menurut saya, ini sekali lagi menurut
saya lo ya, cowok yang pacaran (negatif) itu cemen dan nggak mau saingan secara
fair (adil).
Begini, wanita cantik dan baik itu saya
umpamakan dengan sebuah hadiah. Untuk mendapatkannya, seorang cowok harus berkompetisi
dulu secara fair.
Cowok cemen nggak mau pakai cara fair, dia maunya pakai cara ngetag (nandai) dulu si cewek dengan menjalin
hubungan (pacaran negatif). Masalah bisa nikah atau nggak?, itu urusan
belakangan. Yang penting cewek cantik dan baik yang dia sukai udah dia tawan terlebih
dulu agar tidak diambil orang.
Ibarat lomba lari, belum juga lari sampai finish, eh... si cowok yang curang udah ngambil pialanya duluan untuk dibawa
pulang. Tapi saya lebih heran lagi dengan ceweknya, kok mau ditandai (pacaran) tanpa ada jaminan yang pasti untuk
menikah?.
Pacaran Negatif Merugikan
Cowok.
Sebenarnya tidak hanya cewek saja yang rugi
ketika menjalani pacaran negatif. Cowok juga bisa rugi. Kenapa rugi?. Karena
posisi cowok terancam dalam pacaran negatif. Mengapa terancam?. Karena cowok
nggak punya jaminan untuk memastikan kapan nikah. Prinsipnya: “jalanin aja dulu”.
Masalah nikahnya kapan itu urusan belakangan.
Ketika ia tidak bisa memastikan kepada
ceweknya (pacar) kapan nikah, maka besar kemungkinan si cewek akan meninggalkan
si cowok untuk mencari lelaki lain yang lebih siap.
Dokumen Ahmad Yazid |
Apakah ada kasus seperti itu, kasus cewek
meninggalkan cowoknya karena nggak siap nikah?.
Ada..... banyak.
Beda dengan pacaran positif. Posisi cowok
dalam pacaran positif sangat kuat karena dia tinggal memilih dan menentukan
untuk melanjutkan pada hubungan yang kuat, bukan mempertahankan hubungan yang
rapuh seperti dalam pacaran negatif. Kalau srek
dengan ceweknya setelah ta’aruf, ya
nikah. Kalau nggak cocok ya cari lagi yang lain.
Sementara dalam pacaran negatif, posisi cowok
masih ngambang dan rentan untuk ditinggalkan. Nikah segan, putus tak mau. Akan
sangat rugi lagi bila si cowok udah banyak berkorban, baik korban biaya, waktu
dan tenaga, tapi endingnya malah
ditinggalkan begitu saja oleh sang pacar. Tapi salah siapa juga nikahnya
kelamaan. Cewek kan permintaannya cuma satu: “Nikahi adek Bang!”. Euyyyyy....
Sama-Sama Rugi.
Terakhir, dalam pacaran negatif, cowok dan cewek
punya kerugian yang sama, yaitu rugi waktu, biaya dan tenaga. Karena landasan
pacaran negatif adalah “jalanin dulu aja” (nikahnya nggak tau kapan), maka
waktu yang terbuang untuk menunggu bisa sangat lama. Bahkan bisa sampai
bertahun-tahun. Dalam rentang waktu bertahun-tahun itu tentu saja menghabiskan banyak
waktu, biaya dan tenaga. Habis-habis di jalan. Apanya yang habis-habis di jalan
Bang?, ya itu,,, pokoknya itulah dia, yang pacaran bertahun-tahun pasti tahu. Uhukkk...
Dokumen Ahmad Yazid |
Mengapa waktu, tenaga dan biaya yang terbuang
akibat sesuatu yang tidak pasti itu tidak kita alihkan saja pada hal yang lebih
pasti dan produktif, seperti berkarya, bekerja, berwirausaha dan sebagainya.
Kan lebih tokcer...
Sekian...
0 komentar:
Posting Komentar