“Aku benci jadi dewasa”, protes Bow. Ia
berjalan ke sudut liang yang di lantainya ada kubangan air. Ia menunduk,
memandang bayangan wajahnya di kubangan, “Astaga, gemuk sekali diriku,”
keluhnya sambil mencubit perutnya yang penuh lemak. Ia kemudian meraba
punggungnya, ada sayap pendek halus yang tumbuh begitu cepat.
Bow adalah seekor Rayap jantan
yang sebentar lagi menjadi dewasa. Saat dewasa ia akan menjadi Laron. Di satu
sisi ia suka nama itu, karena terdengar garang di telinga. Namun di sisi lain
ia kurang suka, karena nama ‘Laron’ tidak sesuai dengan tubuhnya yang gemuk dan
rupanya yang buruk.
Bow kembali bersandar di
liangnya. “Aku benci dewasa,” sungutnya lagi. Alasan Bow benci dewasa cukup
banyak; Pertama, ia akan menjadi Rayap dewasa alias Laron. Kedua, kalau ia sudah
menjadi Laron, maka ia harus kawin. Ketiga, kalau di malam kawin –yang waktunya
nanti akan ditentukan oleh sang Raja- ia tidak mendapatkan pasangan, maka ia
akan mati.
Bow sudah memperkirakan
bahwa peluang mati dirinya nanti di malam kawin akan lebih besar ketimbang
peluang hidup. Alasannya; pertama, karena waktu yang ditentukan tidaklah
banyak, hanya satu malam. Jika fajar sudah muncul di arah timur ia tidak juga
menemukan pasangan, maka habislah riwayatnya. Kedua, yang paling parah adalah; ia
tidak memiliki bentuk tubuh dan rupa yang bagus seperti Rayap-Rayap penjantan
lainnya. Padahal ketampanan dan bentuk tubuh yang ideal adalah modal yang
paling ampuh untuk memikat para betina.
***
Hari terus berlalu dan sayapnya
sudah tumbuh semurna. Hari ini ia sudah resmi menjadi Laron dan nanti malam
mereka –para Laron- akan dilepaskan ke luar sarang untuk mencari pasangan. Bow
kembali berkaca pada kubangan air di liangnya, “Mengapa bentuk tubuhku tidak
berubah, wajahku juga?,” Bow menggerundel dalam hati.
Masih belum puas Bow dengan
bayangan dirinya di kubangan, tiba-tiba suara takzim terdengar dari belakang,
“Permisi Laron Bow.”
Bow membalikkan badan,
seekor Rayap muda sedang berdiri di lobang liang miliknya. “Ada apa?,” tanya Bow.
“Saya hendak menyampaikan
pesan dari sang Raja terkait dengan kegiatan malam kawin yang akan diadakan
pada malam ini. Raja menghimbau kepada para Laron agar berkumpul sore nanti di
aula kerajaan. Mungkin akan ada sedikit pengarahan dari sang Raja sebelum para Laron
dilepas dari kerajaan.” Jelas Rayap muda.
Bow mengangguk. Ada pancaran
kesedihan di wajahnya. “Terima kasih,” ucapnya lirih.
Rayap muda itu kembali
bertugas, ia masuk ke liang-liang lainnya untuk melaporkan hal serupa kepada Laron-Laron
yang ada di kerajaan.
Bow semakin gelisah, yang
lebih ia khawatirkan sebenarnya bukanlah karena tidak ada betina yang mau kawin
dengannya, melainkan karena kematian yang akan menghampirinya jika ia tidak
kawin. Mengapa harus mati, pikirnya. Tidak adakah takdir lain, seperti patah
kaki, putus antena, rusak rahang, atau kesakitan-kesakitan lain, asal jangan
kematian yang datang. Kepalanya semakin pusing memikirkan kematian, akhirnya ia
bersandar di dinding liang dan mencoba menutup mata. Untuk saat ini ia ingin
tidur, melupakan segala kesuraman yang akan menantinya, bukankah tidur adalah
cara terbaik untuk melupakan kesedihan?.
***
“Ehm....selamat datang
rakyat baruku,” kata Raja di atas undakan tanah. Suaranya berat dan berwibawa. “Maksud
dari rakyat baru adalah Laron-Laron. Bukankah dulu kalian adalah Rayap?, dan
sekarang kalian berubah menjadi Laron. Kalian adalah makhluk pilihan, karena
tidak semua Rayap yang akan menjadi Laron. Tapi kalian harus tau, setiap
makhluk pilihan akan mengemban tugas pilihan juga, tugas yang tidak akan
didapatkan oleh makhluk biasa. Aku rasa kalian sudah tau dengan tugas yang akan
kalian dapatkan; yak betul, kalian akan mencari pasangan malam ini. Aku rasa
kalian juga sudah tau resiko yang akan kalian hadapi bila kalian tidak bisa
menjalankan tugas kalian; yak betul, kalian akan mati jika tidak mendapatkan
pasangan. Oleh karena itu, aku menghimbau kepada para rakyatku yang istimewa
ini; berusahalah sekuat mungkin untuk berhasil, karena masa depan Rayap ada di
tangan kalian. Jika kalian gagal, maka kalian sudah mengecilkan populasi Rayap
di dunia ini. Mungkin cukup disini nasehat dariku – Raja Degolan-. Sekarang
berkemaslah, bersiap untuk pesta nanti malam!.”
Raja turun dari undakan. Laron-Laron
bubar dari barisan, bergegas masuk ke liang masing-masing dan mulai berdandan
untuk nanti malam. Namun Bow masih tak menunjukkan keceriaan, malahan ia
semakin tampak bersedih karena waktu yang paling ia takutkan akan segera tiba.
Bow kembali ke sarang. Ia tak
berdandan, karena percuma juga pikirnya. Sementara Laron-Laron lain sangat bersemangat
menghias dan memperbagus diri; merapikan antena, membersihkan maksila dan
mandibula, memotong kuku kaki, mengelap sayap agar lebih mengkilat, dan tak
lupa menyemprotkan bau khas Laron di sekujur tubuh agar semakin memikat.
Bow ke luar sarang, melihat
matahari terbenam. Ini mungkin matahari terakhir yang akan ia lihat. Sinarnya
semakin redup seredup kebahagiaan di dalam hatinya.
Bow kembali ke dalam sarang.
Para Laron sudah berbaris rapi. Laron-Laron jantan tampak gagah dan tampan,
sedangkan yang betina tampak cantik dan menawan. Sementara Bow terlihat gemuk,
buruk, kusut dan suram.
Bow mencari barisan paling
belakang, hampir semua pasang mata menjalar di tubuhnya, menyaksikan kelusuhan
pada diri Bow. “Calon gagal,” kata Laron jantan dalam hati ketika melihat Bow. “Bukan
pilihanku,” kata Betina dalam hati ketika melirik Bow. Bow terus berjalan dengan
menunduk, ia tak memperdulikan tatapan dan lirikan yang tak bersahabat itu. Sesampainya
di barisan paling belakang, ia memberanikan diri untuk membalas tatapan; ia
mengangkat kepalanya, dengan cepat tatapan dan lirikan tak suka itu beralih ke
tempat lain.
Raja naik ke undakan. Ia melemparkan
pandangan ke arah Laron-Laron, setelah ia merasa semuanya siap, ia kemudian
melepas para Laron ke luar sarang untuk mencari pasangan.
Ratusan Laron terbang ke
luar sarang, berputar-putar memperlihatkan keindahan dan keahlian dalam
mengudara. Melebarkan sayap, menebarkan aroma Laron untuk memikat. Ada beberapa
Laron yang sudah mendapat pasangan. Mereka jatuh ke tanah, menanggalkan sayap,
kawin dan membuat liang baru untuk telur-telur mereka nantinya. Bagi yang belum
mendapat pasangan, maka mereka akan terbang lagi semakin jauh dari sarang,
meliuk-liuk bagaikan peri dalam cerita dongeng.
Laron-Laron terbang
bertebaran menjauhi sarang. Semakin jauh dan semakin bertebaran, maka semakin
banyaklah tempat yang bisa mereka dapatkan untuk melanjutkan keturunan. Bahkan ada
yang terbang sampai area perkampuangan. Beberapa Laron sempat berkelakukan
romantis di dekat lampu penerangan; terbang sambil berpelukan, jatuh ke tanah, melepaskan
sayap, kawin dan membuat sarang.
SUMBER GAMBAR : deliaputrikesuma.blogspot.co.id |
Di tengah kegembiraan itu,
Bow masih terbang santai. Ia tidak meliuk-liukkan cara terbangnya karena
badannya tidak mendukung untuk melakukan itu. Jika ia melakukan apa yang Laron
jantan lain lakukan, mungkin ia akan jatuh ke tanah sebelum mendapatkan
pasangan; diinjak kaki manusia atau dijadikan mainan oleh anak-anak kecil yang
kurang hiburan.
Malam semakin larut, banyak
pasangan yang sudah mendapatkan pasangan dan kawin di dalam sarang kecil di
dalam tanah. Sementara itu, Bow masih terbang. Ia tidak mencari pasangan, tapi
menunggu pasangan yang tidak mendapatkan pasangan. Pekerjaan menunggu memang
beresiko, karena sisa-sisa betina yang belum mendapatkan pasangan akan ketahuan
bila waktu sudah hampir shubuh, sehingga waktu yang ia miliki hanya sedikit.
***
Ayam sudah banyak berkokok,
lantunan ayat suci sudah mulai terdengar di
beberapa penjuru, para pedagang sayur sudah memulai kesibukan. Bow masih
terbang mencari pasangan. Sayangnya, keadaan di atas udara sudah lengang, tak
ada lagi Laron-Laron betina yang berkeliaran. Di bawah tanah, sayap-sayap Laron
menumpuk seperti pakaian manusia yang dilepaskan ketika naik ke ranjang pelaminan.
Bow merasa harapannya sudah
selesai, ajal sudah menunggangi tubuhnya. “Aku tak mau mati di tanah,” ucap Bow
dalam hati. Ia mendarat di ventilasi pada sebuah rumah. Dilihatnya ke dalam
rumah tersebut, ternyata ia berada di sebuah ventilasi kamar seorang gadis. Ia tahu
karena di dalam kamar tersebut ada seorang gadis yang sedang duduk di sebuah
kursi dan menyandarkan kepalanya pada meja belajar.
Bow masuk ke dalam kamar, merayap
di dinding dan singgah di atas lemari yang ada di samping meja belajar. Dari tempat
tersebut Bow dapat melihat wajah sang gadis. Ia tampak bersedih, matanya
bengkak, mungkin tidak tidur semalaman atau karena menangis semalaman. Di sampingnya
ada smartphone yang menampilkan
percakapan antara si gadis dan si cowok. Mungkin cowok itu adalah pacar sang
gadis pikir Bow.
Bow mendekat ke arah layar
smartphone. (Seekor Laron tentu saja bisa mengerti bahasa manusia. Manusia saja
yang tidak mengerti bahasa Laron). Di layar itu tertulis;
“Dini, aku nggak bisa lagi
melanjutkan hubungan ini” (Cowok)
“Maksud kamu?” (Cewek)
“Kita putus. Kamu udah beda,
nggak kayak dulu lagi” (Cowok)
Hanya percakapan itu yang
berhasil dibaca oleh Bow. Ia tak sempat melanjutkan percakapan selanjutnya. Tubuhnya
ngilu, kepalanya serasa ditarik, perutnya seperti dikocok, ternyata ajal sudah
menjemputnya. Bow melompa tepat di atas layar smartphonenya. Hal itu cukup menarik perhatian si gadis, sehingga ia
memandangi Bow. Bow gemetaran, sayapnya tanggal. Sebelum ajal ia berkata lirih
kepada si gadis, “Jangan menjadi Laron, yang mati di pagi hari karena tidak mendapatkan
pasangan.” Setelah mengucapkan kata itu, Bow tak lagi bernyawa. Tentu saja sang
gadis tidak mengetahui apa yang dikatakan oleh Bow.
Gadis itu memegang tubuh Bow
dengan dua jarinya dan membuangnya ke tempat sampah yang ada di bawah meja
belajarnya.
Gadis itu kembali ke meja
belajarnya. Ia mencari-cari silet di sorongan meja. Setelah menemukannya, ia
membuka bungkus silet tersebut dan menggoreskan benda tajam itu di pergelangan
tangannya. Goresan itu mengeluarkan darah yang mengalir deras, merah dan
kental. Gadis itu pergi menyusul Bow.
Hari itu, seekor Laron dan seorang
anak manusia merenggang nyawa karena tidak mendapatkan pasangan.
0 komentar:
Posting Komentar