Kamis, 09 Februari 2017

LARON MENCARI PASANGAN



 “Aku benci jadi dewasa”, protes Bow. Ia berjalan ke sudut liang yang di lantainya ada kubangan air. Ia menunduk, memandang bayangan wajahnya di kubangan, “Astaga, gemuk sekali diriku,” keluhnya sambil mencubit perutnya yang penuh lemak. Ia kemudian meraba punggungnya, ada sayap pendek halus yang tumbuh begitu cepat. 

Bow adalah seekor Rayap jantan yang sebentar lagi menjadi dewasa. Saat dewasa ia akan menjadi Laron. Di satu sisi ia suka nama itu, karena terdengar garang di telinga. Namun di sisi lain ia kurang suka, karena nama ‘Laron’ tidak sesuai dengan tubuhnya yang gemuk dan rupanya yang buruk. 

Bow kembali bersandar di liangnya. “Aku benci dewasa,” sungutnya lagi. Alasan Bow benci dewasa cukup banyak; Pertama, ia akan menjadi Rayap dewasa alias Laron. Kedua, kalau ia sudah menjadi Laron, maka ia harus kawin. Ketiga, kalau di malam kawin –yang waktunya nanti akan ditentukan oleh sang Raja- ia tidak mendapatkan pasangan, maka ia akan mati. 

Bow sudah memperkirakan bahwa peluang mati dirinya nanti di malam kawin akan lebih besar ketimbang peluang hidup. Alasannya; pertama, karena waktu yang ditentukan tidaklah banyak, hanya satu malam. Jika fajar sudah muncul di arah timur ia tidak juga menemukan pasangan, maka habislah riwayatnya. Kedua, yang paling parah adalah; ia tidak memiliki bentuk tubuh dan rupa yang bagus seperti Rayap-Rayap penjantan lainnya. Padahal ketampanan dan bentuk tubuh yang ideal adalah modal yang paling ampuh untuk memikat para betina.

***

Hari terus berlalu dan sayapnya sudah tumbuh semurna. Hari ini ia sudah resmi menjadi Laron dan nanti malam mereka –para Laron- akan dilepaskan ke luar sarang untuk mencari pasangan. Bow kembali berkaca pada kubangan air di liangnya, “Mengapa bentuk tubuhku tidak berubah, wajahku juga?,” Bow menggerundel dalam hati. 

Masih belum puas Bow dengan bayangan dirinya di kubangan, tiba-tiba suara takzim terdengar dari belakang, “Permisi Laron Bow.”

Bow membalikkan badan, seekor Rayap muda sedang berdiri di lobang liang miliknya. “Ada apa?,” tanya Bow.

“Saya hendak menyampaikan pesan dari sang Raja terkait dengan kegiatan malam kawin yang akan diadakan pada malam ini. Raja menghimbau kepada para Laron agar berkumpul sore nanti di aula kerajaan. Mungkin akan ada sedikit pengarahan dari sang Raja sebelum para Laron dilepas dari kerajaan.” Jelas Rayap muda.

Bow mengangguk. Ada pancaran kesedihan di wajahnya. “Terima kasih,” ucapnya lirih.

Rayap muda itu kembali bertugas, ia masuk ke liang-liang lainnya untuk melaporkan hal serupa kepada Laron-Laron yang ada di kerajaan.

Bow semakin gelisah, yang lebih ia khawatirkan sebenarnya bukanlah karena tidak ada betina yang mau kawin dengannya, melainkan karena kematian yang akan menghampirinya jika ia tidak kawin. Mengapa harus mati, pikirnya. Tidak adakah takdir lain, seperti patah kaki, putus antena, rusak rahang, atau kesakitan-kesakitan lain, asal jangan kematian yang datang. Kepalanya semakin pusing memikirkan kematian, akhirnya ia bersandar di dinding liang dan mencoba menutup mata. Untuk saat ini ia ingin tidur, melupakan segala kesuraman yang akan menantinya, bukankah tidur adalah cara terbaik untuk melupakan kesedihan?.

***

“Ehm....selamat datang rakyat baruku,” kata Raja di atas undakan tanah. Suaranya berat dan berwibawa. “Maksud dari rakyat baru adalah Laron-Laron. Bukankah dulu kalian adalah Rayap?, dan sekarang kalian berubah menjadi Laron. Kalian adalah makhluk pilihan, karena tidak semua Rayap yang akan menjadi Laron. Tapi kalian harus tau, setiap makhluk pilihan akan mengemban tugas pilihan juga, tugas yang tidak akan didapatkan oleh makhluk biasa. Aku rasa kalian sudah tau dengan tugas yang akan kalian dapatkan; yak betul, kalian akan mencari pasangan malam ini. Aku rasa kalian juga sudah tau resiko yang akan kalian hadapi bila kalian tidak bisa menjalankan tugas kalian; yak betul, kalian akan mati jika tidak mendapatkan pasangan. Oleh karena itu, aku menghimbau kepada para rakyatku yang istimewa ini; berusahalah sekuat mungkin untuk berhasil, karena masa depan Rayap ada di tangan kalian. Jika kalian gagal, maka kalian sudah mengecilkan populasi Rayap di dunia ini. Mungkin cukup disini nasehat dariku – Raja Degolan-. Sekarang berkemaslah, bersiap untuk pesta nanti malam!.”

Raja turun dari undakan. Laron-Laron bubar dari barisan, bergegas masuk ke liang masing-masing dan mulai berdandan untuk nanti malam. Namun Bow masih tak menunjukkan keceriaan, malahan ia semakin tampak bersedih karena waktu yang paling ia takutkan akan segera tiba.

Bow kembali ke sarang. Ia tak berdandan, karena percuma juga pikirnya. Sementara Laron-Laron lain sangat bersemangat menghias dan memperbagus diri; merapikan antena, membersihkan maksila dan mandibula, memotong kuku kaki, mengelap sayap agar lebih mengkilat, dan tak lupa menyemprotkan bau khas Laron di sekujur tubuh agar semakin memikat.

Bow ke luar sarang, melihat matahari terbenam. Ini mungkin matahari terakhir yang akan ia lihat. Sinarnya semakin redup seredup kebahagiaan di dalam hatinya.

Bow kembali ke dalam sarang. Para Laron sudah berbaris rapi. Laron-Laron jantan tampak gagah dan tampan, sedangkan yang betina tampak cantik dan menawan. Sementara Bow terlihat gemuk, buruk, kusut dan suram. 

Bow mencari barisan paling belakang, hampir semua pasang mata menjalar di tubuhnya, menyaksikan kelusuhan pada diri Bow. “Calon gagal,” kata Laron jantan dalam hati ketika melihat Bow. “Bukan pilihanku,” kata Betina dalam hati ketika melirik Bow. Bow terus berjalan dengan menunduk, ia tak memperdulikan tatapan dan lirikan yang tak bersahabat itu. Sesampainya di barisan paling belakang, ia memberanikan diri untuk membalas tatapan; ia mengangkat kepalanya, dengan cepat tatapan dan lirikan tak suka itu beralih ke tempat lain. 

Raja naik ke undakan. Ia melemparkan pandangan ke arah Laron-Laron, setelah ia merasa semuanya siap, ia kemudian melepas para Laron ke luar sarang untuk mencari pasangan. 

Ratusan Laron terbang ke luar sarang, berputar-putar memperlihatkan keindahan dan keahlian dalam mengudara. Melebarkan sayap, menebarkan aroma Laron untuk memikat. Ada beberapa Laron yang sudah mendapat pasangan. Mereka jatuh ke tanah, menanggalkan sayap, kawin dan membuat liang baru untuk telur-telur mereka nantinya. Bagi yang belum mendapat pasangan, maka mereka akan terbang lagi semakin jauh dari sarang, meliuk-liuk bagaikan peri dalam cerita dongeng.

Laron-Laron terbang bertebaran menjauhi sarang. Semakin jauh dan semakin bertebaran, maka semakin banyaklah tempat yang bisa mereka dapatkan untuk melanjutkan keturunan. Bahkan ada yang terbang sampai area perkampuangan. Beberapa Laron sempat berkelakukan romantis di dekat lampu penerangan; terbang sambil berpelukan, jatuh ke tanah, melepaskan sayap, kawin dan membuat sarang. 

SUMBER GAMBAR : deliaputrikesuma.blogspot.co.id


Di tengah kegembiraan itu, Bow masih terbang santai. Ia tidak meliuk-liukkan cara terbangnya karena badannya tidak mendukung untuk melakukan itu. Jika ia melakukan apa yang Laron jantan lain lakukan, mungkin ia akan jatuh ke tanah sebelum mendapatkan pasangan; diinjak kaki manusia atau dijadikan mainan oleh anak-anak kecil yang kurang hiburan. 

Malam semakin larut, banyak pasangan yang sudah mendapatkan pasangan dan kawin di dalam sarang kecil di dalam tanah. Sementara itu, Bow masih terbang. Ia tidak mencari pasangan, tapi menunggu pasangan yang tidak mendapatkan pasangan. Pekerjaan menunggu memang beresiko, karena sisa-sisa betina yang belum mendapatkan pasangan akan ketahuan bila waktu sudah hampir shubuh, sehingga waktu yang ia miliki hanya sedikit.

***

Ayam sudah banyak berkokok, lantunan ayat suci sudah mulai terdengar di  beberapa penjuru, para pedagang sayur sudah memulai kesibukan. Bow masih terbang mencari pasangan. Sayangnya, keadaan di atas udara sudah lengang, tak ada lagi Laron-Laron betina yang berkeliaran. Di bawah tanah, sayap-sayap Laron menumpuk seperti pakaian manusia yang dilepaskan ketika naik ke ranjang pelaminan.

Bow merasa harapannya sudah selesai, ajal sudah menunggangi tubuhnya. “Aku tak mau mati di tanah,” ucap Bow dalam hati. Ia mendarat di ventilasi pada sebuah rumah. Dilihatnya ke dalam rumah tersebut, ternyata ia berada di sebuah ventilasi kamar seorang gadis. Ia tahu karena di dalam kamar tersebut ada seorang gadis yang sedang duduk di sebuah kursi dan menyandarkan kepalanya pada meja belajar. 

Bow masuk ke dalam kamar, merayap di dinding dan singgah di atas lemari yang ada di samping meja belajar. Dari tempat tersebut Bow dapat melihat wajah sang gadis. Ia tampak bersedih, matanya bengkak, mungkin tidak tidur semalaman atau karena menangis semalaman. Di sampingnya ada smartphone yang menampilkan percakapan antara si gadis dan si cowok. Mungkin cowok itu adalah pacar sang gadis pikir Bow.

Bow mendekat ke arah layar smartphone. (Seekor Laron tentu saja bisa mengerti bahasa manusia. Manusia saja yang tidak mengerti bahasa Laron). Di layar itu tertulis;

“Dini, aku nggak bisa lagi melanjutkan hubungan ini” (Cowok)

“Maksud kamu?” (Cewek)
 
“Kita putus. Kamu udah beda, nggak kayak dulu lagi” (Cowok)

Hanya percakapan itu yang berhasil dibaca oleh Bow. Ia tak sempat melanjutkan percakapan selanjutnya. Tubuhnya ngilu, kepalanya serasa ditarik, perutnya seperti dikocok, ternyata ajal sudah menjemputnya. Bow melompa tepat di atas layar smartphonenya. Hal itu cukup menarik perhatian si gadis, sehingga ia memandangi Bow. Bow gemetaran, sayapnya tanggal. Sebelum ajal ia berkata lirih kepada si gadis, “Jangan menjadi Laron, yang mati di pagi hari karena tidak mendapatkan pasangan.” Setelah mengucapkan kata itu, Bow tak lagi bernyawa. Tentu saja sang gadis tidak mengetahui apa yang dikatakan oleh Bow. 

Gadis itu memegang tubuh Bow dengan dua jarinya dan membuangnya ke tempat sampah yang ada di bawah meja belajarnya. 

Gadis itu kembali ke meja belajarnya. Ia mencari-cari silet di sorongan meja. Setelah menemukannya, ia membuka bungkus silet tersebut dan menggoreskan benda tajam itu di pergelangan tangannya. Goresan itu mengeluarkan darah yang mengalir deras, merah dan kental. Gadis itu pergi menyusul Bow. 

Hari itu, seekor Laron dan seorang anak manusia merenggang nyawa karena tidak mendapatkan pasangan.





Share:

0 komentar:

Posting Komentar