Gara-gara
lupa password wifi dan malas nanya lagi ke penjaga kasir apa password
wifinya, saya jadi tidak punya kerjaan sekarang (nongkrong di kafe). Biar kelihatan
sibuk sama orang-orang yang ada di sekitar saya (salah satunya yang lagi
pacaran di dekat meja saya), saya lalu membuka file-file jurnal yang
sempat saya kumpulkan beberapa bulan lalu.
Salah
satu jurnal yang menarik yang saya temukan berjudul, “Internet Addiction in
Students: A Cause of Concern”. Penelitian ini dilakukan oleh Kanwal Nalwa
Ph.D dan Archana Preet Anand, Ph. D. Mereka berdua adalah sepasang teman. Ya
iyalah. Mereka melakukan penelitian terhadap pelajar di India yang berusia
16-18 tahun. Alat ukur yang mereka gunakan untuk mengetahui kecanduan internet
pada pelajar ini adalah The Davis Online Cognition Scale (DOCS). Pengukuran
dengan DOCS itu kemudian menghasilkan dua kelompok, yaitu dependent dan non-dependent.
Sepertinya istilah ini memiliki arti, jomblo dan tidak jomblo. Hahah... nggak
lah ya. Mungkin artinya adalah “yang sangat bergantung” pada internet dan “tidak
terlalu bergantung”. Kayak cinta kamu... digantung.
Selain
The Davis Online Scale, ia juga menggunakan alat ukur The UCLA
Loneliness Scale (alat pengukur kesepian yang kayaknya cocok juga buat
mengukur tingkat kesepian para jomblo). Selain itu, peneliti juga menggunakan
kuesioner semi terstruktur. Pertanyaan yang diajukan seperti “Berapa lamu waktu
yang digunakan untuk internetan? Aplikasi apa yang digunakan? Berapa sering
menunda pekerjaan hanya untuk online? hingga bagusan kartu indosad apa
telkonsel?
Hasil
penelitiannya berupa:
Pertama,
orang akan sering menunda pekerjaan ketika sudah online. Benar nggak? Saya sih
mengakui itu. Saya sering banget kalau udah online lupa dengan apa yang harus
saya kerjakan, seperti tugas dan lain-lain. Bahkan juga lupa kalau saya
masih sendiri. Parahnya lagi, menunda pekerjaan akibat online ini bisa
berjam-jam lamanya. Kan? Kan? Kan?
Kedua,
orang sering kehilangan waktu tidur malam akibat online. Benar nggak ni
man-teman? Kalau menurut saya sih benar banget, saya sendiri sering bergadang
kalau udah online. Entah kenapa, cahaya gawai yang memancar ke mata saya itu
dapat menghilangkan rasa kantuk saya. Efeknya udah sama kayak kopi (yang
terbakar kalau terkena api). Tidur pun jadi susah, karena pengen buka
media sosial lagi, padahal yang chat juga nggak ada. Hadeh....
Ketiga,
ada perasaan bosan kalau nggak buka internet. Apakah ini terjadi pada kalian? Kalau
saya sering terjadi. Makanya dalam satu hari saya bisa online selama
beberapa jam. Bahkan hidup saya mungkin lebih banyak di internet daripada di
jalanan (emang anak jalanan?).
Keempat,
waktu lebih banyak dihabiskan untuk internet. Ya, salah satu indikasi kita
kecanduan internet adalah waktu yang kita habiskan lebih banyak untuk dirinya
(internet). Tapi yang bagaimana lagi, semuanya serba di internet, dari
berpolitik sampai beragama. Hihihi....
Kelima,
kesepian. Karena kebanyakan hidup di ruang maya, ada kalanya kita kesepian lo
gaes. Benar nggak? Kita hidup dalam ruang yang orang-orangnya mulai
menjauh (secara fisik dan emosional). Memang sih kita bisa tertawa cekikian saat menghadap
layar gawai, tapi cobalah alihkan pandangan dari layar gawai anda, dan lihat
sekeliling anda, hampir semuanya sibuk dengan gawainya masing-masing. Sejatinya
kita sedang kesepian. Dekat di mata, jauh di hati. Heuheuheu....
Dari
kesemua gejala yang ada, sepertinya saya sudah termasuk orang-orang yang
kecanduan internet. Bagaimana dengan anda?
sumber gambar: vgalexandra.blogspot.com |
Catatan:
memang ada perbedaan antara yang dependent dan non-dependent
dalam penelitian. Hanya saja, untuk memudahkan penulisan, saya satukan semua gejala,
baik itu yang menimpa kelompok dependent, maupun non-dependent.