Beberapa
hari yang lalu saya membaca sebuah buku yang bagus, yang ditulis oleh Nicholas
Carr mengenai bagaimana internet mendangkalkan cara berpikir kita? Dari bukunya
itu ada satu hal yang cukup melekat di benak saya yaitu ketika Nicholas
mengulas tentang “membaca” dan “menulis”. Nicholas Carr berpendapat bahwa
“membaca dan menulis bukan merupakan bakat alam,” sehingga “untuk bisa membaca
dan menulis, diperlukan pembentukan otak secara sengaja melalui belajar dan
latihan” (2011: 51).
Untuk
menguatkan argumennya, Nicholas Carr mengutip berbagai penjelasan ahli seperti
Feggy Ostrosky-Solis (psikolog Meksiko) dan Maryanne Wolf (psikolog
perkembangan dari Tufts University), serta pengalaman sejarah manusia masa lalu
yang memperlihatkan bahwa membaca dan menulis memerlukan latihan serta kerja
otak yang serius. Nah, kaitannya dengan internet, karena kerja otak bekerja
secara serius pada saat membaca dan menulis, maka Nicholas Carr berkesimpulan
dalam bukunya itu –setelah memaparkan penjelasan yang disertai riset mendalam-
bahwa internet dapat mengacaukan proses latihan kita dalam membaca dan menulis,
atau paling tidak internet dapat mengubah cara kita dalam membaca dan menulis.
Satu premis
yang menjadi fondasi tulisan saya kali ini yaitu “membaca dan menulis” perlu
latihan. Yap, selama beberapa tahun bergelut dengan aktivitas membaca
buku serta sedikit menulis di blog, saya setuju dengan argumen Nicholas Carr
bahwa membaca dan menulis perlu latihan.
sumber gambar: www.edx.org |
Mungkin bagi sebagian orang akan bertanya, “Kok perlu latihan?” “Bukankah saya sudah bisa membaca dan menulis?” “Saya bisa menulis huruf, kemudian menjadikannya sebuah kata, kemudian dari kata itu saya rangkai menjadi kalimat?” “Saya juga bisa membaca.” “Ini Budi.” “Ini bapak Budi,” dan sebagainya.
Ya,
betul, kalau tujuannya adalah membaca kata per kata di dalam buku atau di papan
pengumuman, maka sebagai besar dari kita sudah pantas disebut orang yang bisa
membaca. Begitupula dengan menulis, ketika tujuannya adalah agar kita bisa
menuliskan kembali huruf yang kita lihat ke lembaran kertas atau ke halaman microsoft
word, maka kita sudah layak mendapatkan pengakuan dari orang lain bahwa
kita bisa menulis. Tapi bukan itu yang saya maksudkan dengan membaca dan
menulis di sini. Membaca yang saya maksudkan di sini yaitu membaca tulisan
panjang (makalah, jurnal, buku, dsb) serta paham apa yang kita baca. Sedangkan
menulis yang saya maksudkan adalah menulis apa yang ada di pikiran kita (bukan sekedar
menyalin tulisan yang terindra oleh mata).
Sekali
lagi saya sepakat dengan Nicholas Carr mengenai pernyataannya, karena ada
beberapa keluhan dari teman-teman saya mengenai aktivitas membaca, dan banyak
pengamatan saya hingga saat ini yang memperlihatkan bahwa menulis ternyata
bukanlah perkara yang mudah. Keduanya ternyata perlu latihan.
Mengenai
membaca, teman-teman sering mengatakan seperti ini, “Kok saya nggak paham buku
ini?” “Kok berat ya bukunya?” Ada juga yang tidak menyelesaikan buku bacaannya,
karena frustasi dengan buku yang dibaca. Ada juga yang sudah kuliah tingkat
tinggi (katakanlah sarjana atau pascasarjana), tapi level bacaannya tidak
sesuai dengan tingkat pendidikannya. Di sini saya tidak merendahkan mereka, karena
saya sendiri juga menyadari bahwa bacaan saya masih jauh di bawah standar. Pendapat
saya itu hanya ingin menguatkan argumen awal bahwa membaca itu perlu latihan. Ada
step-step yang harus dilewati. Pembaca pemula pasti mulai dari buku-buku
yang ringan. Maka mereka (termasuk saya) yang saya bilang tadi masih membaca
tidak sesuai pada level pendidikannya adalah orang yang sedang berlatih untuk
membaca. Begitu juga saya, masih merangkak untuk menaikkan level bacaan.
Oleh
karena itu, bagi yang baru mulai membaca buku, karena menganggap membaca buku
itu penting, maka jangan merasa rendah diri walau di awal-awal hanya baca buku
kumpulan quote, misalnya. Jangan pernah putus asa, teruslah membaca, mulai dari
yang ringan. Jika konsisten, maka nanti level bacaanmu akan naik dengan
sendirinya. Kerja otak yang panas karena buku yang kamu baca, kalimat yang
tidak dimengerti, serta rasa frustasi yang menghampiri adalah bumbu-bumbu yang
harus kamu kecap dalam proses dan latihan tersebut.
Ada
beberapa teman yang bilang bahwa saya termasuk yang hebat bisa membaca buku ini
dan buku itu, yang bagi mereka itu cukup berat. Mereka tidak tahu, bahwa
sebenarnya level bacaan saya sendiri masih sangat rendah, seperti yang sudah
saya akui di awal tadi. Bagi orang yang level bacaannya di atas saya tentu akan
tertawa dengan saya yang hingga saat ini tidak paham dengan tulisannya Jean
Baudrillard, Roland Barthes, B. F Skinner, Mircea Eliade, dan seabrek
tokoh-tokoh besar lainnya. Tapi latihan itu terus berlanjut. Saya bisa di
tingkat ini karena ada latihan yang saya jalani. Mereka yang level bacaannya di
atas saya bisa sampai di tingkat sana karena ada proses dan latihan yang mereka
lewati.
Tidak
hanya itu, aktivitas membaca saya juga mengalami evolusi. Dari mulai yang hanya
membaca saja, kemudian membaca dengan mencatat hal penting di gadget,
kemudian berubah lagi jadi membaca dengan cara menggaris kalimat yang penting,
kemudian berubah lagi jadi membaca dengan membuat resume sederhana di
instagram, dan sekarang berusaha untuk mengeksplorasi hasil bacaan dan
mengaitkannya dengan pengalaman sehingga menjadi tulisan yang lebih panjang. Jadi
terus berubah-ubah sepanjang waktu. Rentetan evolusi membaca ini bagi saya
adalah hasil dari latihan.
Selain
membaca, menulis juga perlu latihan. Proses saya dalam membaca yang berubah
dari waktu ke waktu juga terjadi pada kegiatan saya dalam menulis, meskipun
saya juga bukan penulis yang profesional. Saya bisa melihat itu dengan
membandingkan tulisan saya di blog dari waktu ke waktu. Mulai dari diksi yang
dipakai, kalau dulu kata-katanya sangat monoton, sekarang sudah lebih sedikit
kaya (menurut saya). Kemudian temanya, meluas ke banyak hal. Kedewasaannya juga,
walaupun di tengah-tengah saya rajin menulis dengan gaya melow dan alay,
tapi sekarang saya berusaha untuk sedikit lebih dewasa. Ehm... ehm... ya itulah
tadi, semuanya bagi saya adalah hasil dari proses dan latihan.
Latihan
menulis sambilan ini bagi saya sangat berdampak pada kegiatan menulis di luar
dari menulis blog, misalnya ketika mendapatkan tugas menulis makalah. Menulis
makalah jadi lebih enak karena kosa kata di kepala ya lumayan lah, karena
terbiasa menulis di blog itu tadi. Kebiasaan saya menulis di blog dengan cara
menyusun terlebih dahulu ide pokoknya juga saya terapkan ketika menulis
makalah. Jadi lebih mudah kan? Kebiasaan saya mengedit tulisan sebelum posting
di blog mampu meminimalisir typo (salah ketik) dan kata yang tidak
sesuai dengan KBBI di makalah. Latihan yang saya lakukan di blog sangat
berguna, ada manfaatnya.
Jadi
kegiatan membaca dan menulis yang sepertinya sepele bagi banyak orang,
sebenanrnya bagi diri saya pribadi itu begitu bermanfaat, terutama dalam dunia
perkuliahan ya. Kalau dalam dunia pertanian mungkin tidak berdampak. Hehe....
Jadi pesannya bagi mahasiswa-mahasiswi atau siswa-siswi, atau yang punya
perhatian dalam dunia membaca dan menulis, yang kalian hendak memulai kedua
aktivitas itu, teruslah berlatih! Membaca dari yang ringan dulu, kemudian naik
ke level yang lebih berat, terus, terus dan terus. Begitu juga dengan menulis,
manfaatkan blog untuk tulisan yang lebih panjang, tulis apa saja, karena walaupun
anda tidak sedang menjadi penulis profesional atau mendapatkan pembaca yang
banyak, tapi sebenarnya anda sedang mengasah keterampilan menulis yang suatu
saat nanti akan bermanfaat untuk anda.
Perlu
saya jelaskan bahwa tulisan ini tidak memaksa anda untuk menulis dan membaca. Tulisan
ini juga tidak dalam rangka memuliakan orang yang senang membaca dan menulis. Tidak
sama sekali. Tapi tulisan ini hanyalah sepotong semangat dari saya untuk anda
yang sedang memulai aktivitas membaca dan menulis. Ketika suatu saat nanti anda
merasa frustasi karena aktivitas membaca dan menulis anda tidak anda nikmati,
maka ketahuilah bahwa membaca dan menulis perlu latihan, perlu proses, otak dan
pikiran anda perlu tegang.
Dan saya
pun masih berlatih.
Sekian....