Apa kabar pendidikan karakter?........
Akhir-akhir ini pendidikan karakter sudah
semakin tidak terdengar lagi, tidak seperti awal-awal diliris dan dipromosikan
dalam dunia pendidikan. Padahal masalah moral dan karakter peserta didik serta
generasi penerus bangsa semakin hari tidak semakin membaik, bahkan kritis. Apakah
mungkin karena pendidikan sudah tidak mampu merubah dan mengobatinya, maka
pendidikan karakter tidak digaungkan seperti dulu lagi.
Ada 18 nilai-nilai karakter yang menjadi
acuan untuk disemaikan dan ditanam dalam peserta didik hari ini, yaitu
Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri,
Demokratis, Rasa ingin tahu, Semangat kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai
prestasi, Bersahabat, Cinta damai, Gemar membaca, Peduli Lingkungan, Peduli
Sosial, dan Tanggung jawab.
Secara teori, tentu saja karakter diatas
bisa dikonsepkan secara mendalam dan luas. Untuk membuat penjelasan mengenai
jujur saja mungkin bisa menjadi satu buku, karena saking luasnya konsep tentang
jujur. Tapi karakter-karakter diatas bukanlah monumen batu yang beku yang hanya
sekedar dilihat kemudian ditinggalkan. Karakter adalah hal praktis bukan
masalah teoritis. Oleh karena itu, untuk menumbuhkannya kita juga perlu manusia
yang dapat mencontohkannya bukan patung atau sebuah buku yang membahas mengenai
karakter tersebut.
Kurikulum 2013 yang digadang-gadang dapat
menumbuhkan karakter diatas sampai saat ini masih belum memberi harapan,
walaupun masih dalam taraf uji coba. Tapi kita bisa melihat di sekolah-sekolah
percobaan yang menerapkan kurikulum 2013 ini masih terlihat tidak ada kemajuan
yang begitu signifikan mengenai penanaman karakter ini. Hal ini terjadi karena
kurikulum 2013 tidak menyentuh begitu mendalam rumusan mengenai karakter yang
tidak cukup sekedar tulisan dan penilaian.
Pendidikan karakter sebenarnya memerlukan
sosok teladan, bukan perubahan kurikulum atau masalah penilaian. Peserta didik
tidak akan bisa menjadi jujur kalau di sekolah dan di lingkungannya ia tidak
menemukan sosok yang benar-benar mempraktikkan kejujuran. Ia tidak akan bisa
disiplin jika sehari-harinya ia sering melihat gurunya masuk terlambat, orang
tuanya menjemput dan mengantarnya tidak tepat waktu, dsb. Peserta didik tidak
akan menjadi orang gemar membaca jika dia saja tidak pernah melihat orang tuanya,
guru, dan kawan-kawannya rajin membaca.
Karena masalah karakter ini tidak hanya
dialami oleh peserta didik, akan tetapi juga dialami oleh kalangan elit
pemerintahan. Betapa banyak kasus korupsi, kejahatan, pencurian, ketidak
adilan, tidak toleransi dan hilangnya sikap religius dalam seluruh lini
kehidupan, sehingga menjadikan peserta didik tidak punya contoh yang jelas
mengenai karakter yang akan mereka praktekkan.
Hal ini tentu menjadi tantangan bagi
calon guru yang sekarang sedang menempuh studi pendidikan keguruan. Anak-anak
bangsa sekarang sedang perlu teladan, bukan seorang yang sekedar pandai
menyampaikan pembelajaran. Ilmu bisa mereka dapat darimana saja, tapi karakter
yang baik yang sedang mereka cari dan yang sedang bangsa ini inginkan. Kita sudah
cukup banyak orang pintar, tapi kita tidak punya stok yang banyak untuk orang
yang berkarakter.
Menjadi teladan dimulai dari diri
sendiri. Anda tidak akan dicontoh oleh peserta didik jika anda sendiri tidak
punya karakter yang patut dicontoh. Menjadi guru bukan soal otak, tapi juga
soal ahlak. Bagaimana anda akan mengajarkan anak didik menjadi pribadi yang religius,
sementara anda sendiri banyak melanggar aturan-aturan agama. Bagaimana anda
akan mecontohkan tentang kedisiplinan sementara anda sendiri sering tidak
displin. Bagaimana anda akan mengajarkan untuk cinta tanah air, jika sekarang
anda sangat mudah terbawa dengan budaya luar. Bagaimana anda akan menyuruh anak
rajin membaca, sementara anda sendiri tidak rajin membaca.
Kita semua berharap bangsa Indonesia bisa
menciptakan suatu peradaban yang besar, bangsa yang kuat dan berkarakter. Semua
ini tentu saja berawal dari pendidikan. Pendidikan adalah motor penggeraknya. Dari
pendidikan inilah akan menghasilkan manusia yang benar-benar manusia. Maka tugas
guru dan calon guru tidaklah mudah. Pendidikan sekarang tidak hanya membutuhkan
guru yang pintar, tapi juga guru yang bisa menjadi teladan. Namun semua harapan
itu hanya menjadi sirna dan sekedar fatamorgana, jika guru dan calon guru yang
menjadi ujung tombak pendidikan tidak semakin membaik.
Pertanyaannya adalah “SUDAHKAH GURU DAN
CALON GURU SEKARANG INI MEMPERSIAPKAN DIRI UNTUK MENJADI GURU YANG BISA MENJADI
TELADAN?”. Karena guru yang sejati bukan hanya guru yang pintar dalam
menyampaikan materi pembelajaran.