Minggu, 01 November 2015

refleksi cinta yang fana



Awal november yang penuh berkah,,,diawali dengan turun hujan yang terus turun dari subuh hingga sore hari,,,hawa dinginnya masih terasa hingga malam harinya...hujan ini menjadi pelepas duka setelah beberapa hari belakangan kota ini diselimuti oleh kabut asap yang tiada kunjung menghilang dari udara.

Dinginnya hawa bersambung menjadi dinginnya hati yang sudah sangat lama tidak tersentuh oleh hangatnya sebuah cinta fana. Kurang lebih 7 bulan yang lalu aku berusaha sekuat tenaga untuk melepaskannya. Bukan karena tidak cinta atau buruknya hubungan yang dijalani. Tapi karena hati ini tidak bisa berbohong untuk segenap dosa yang terus berjalan seiring kebersamaanku dengannya.

Aku sadar betul langkah kaki ini berada pada sebuah pijakan yang dapat menjatuhkan ku kepada murkaNya, tapi hasrat juga tidak dapat ditahan ketika hati ini memang perlu seseorang yang bisa lebih dekat untuk bersama. Sebuah keputusan yang sudah dibulatkan akhirnya lepas dengan kata yang terucap yaitu “kita putus”.

Seperti malam ini, saat itu suasana dingin sehabis turun hujan juga menyelinap ke setiap kulit tubuh. tetes air mata di kedinginan malam pun tidak dapat ditahan dari kedua mata gadis itu. Sambil menggenggam tangan untuk keterakhir kalinya ia berusaha untuk tegar dengan keputusan yang kuberikan.

Malam itu menjadi malam terakhir, dan saat itu pula aku harus mengatakan kepada Tuhan bahwa aku sudah menjalankan apa yang diinginkanNya, yaitu tidak menjalani hubungan tanpa persetujuanNya.

Pikiran tentangnya belum hilang semudah aku mengatakan “putus” pada malam itu. Setiap hari selalu saja ada lintasan tentangnya yang membuat aku harus melihat keadaannya. Sekitar 3 bulan setelah itu, temanku mengatakan kalau ia melihat gadis itu sudah berjalan dengan orang lain. Segera kata-kata itu ingin kubuktikan dengan kenyataan yang sebenarnya. Dan ternyata berita itu benar adanya. Dia sudah memilih seseorang untuk menjadi penggantiku.

Sakit hati bertambah berkali-kali lipat dari sebelumnya. Aku tak tau mengapa rasa sakit itu ada dan aku belum bisa merelakannya padahal telah jelas dia tidak memikirkan ku lagi dengan adanya seseorang yang bisa ia terima secepat itu untuk mengisi kekosongan pada dirinya. Tapi ya sudahlah.

7 bulan berlalu, rasa itu sedikit demi sedikit pudar dan hilang bersama kenangan yang tak ingin ku bawa dala hidupku. Saat putus aku sudah sadar dan paham bahwa aku hanya perlu waktu untuk melupakan seseorang. walaupun di awal sedikit lelah dengan keadaan yang ada, tapi di akhir aku bisa berjalan lagi dengan tanpa ada satupun rasa kehilangan dari dirinya.

Tulisan ini bukan untuk mengingatnya, tapi tulisan ini untuk menambah rasa tegarku bahwa saat ini aku sudah lepas dan mampu bangkit walau tentangnya ku tulis di dalam blog ini. keputusanku saat itu tidak ku sesali tapi malah kusyukuri, karena aku tidak memilih seseorang yang dengan semudah itu bisa pindah ke tempat yang lebih baik tanpa rasa sedih atas tempat yang lama. Aku juga menjadi sadar bahwa cinta yang ada pada dirinya hanyalah potongan cinta yang rapuh.

Saat ini, sendiri adalah menjadi pilihan. tidak mudah untuk menggenggam cinta yang baru lagi, walau ada potongan memori lama yang tersimpan dan belum bisa kulupakan walau dengan waktu yang kupunya. Aku rasa ia adalah teman terakhir untuk hidup ini. ketika ia menjaga dirinya, maka seharusnya aku juga menjaga diriku.

Tapi itu hanya sebuah harapan dan prasangka tanpa bukti. Pikiranku tentangnya belum tentu sama dengan pikirannya tentangku. Hidup ini masih bebas, ia bisa pergi dengan siapa saja yang ia mau dan aku tak bisa memaksanya.

Untuk saat inilah aku hanya percaya pada takdir dari yang diatas. karena ku sadar, aku tak mampu berbuat banyak untuk mendapatkannya. Dan aku sadar diri ini bukanlah siapa-siapa yang punya segalanya untuk diberikan. Untuk akhirnya, aku sepedapat dengan pepatah yang mengatakan bahwa “cinta itu bukan tentang menerima melainkan memberi”. Maka aku akan menunggu orang yang punya cinta untuk memberi dan aku pun akan memberi apa yang aku punya, saling memberi bukan saling berharap untuk menerima.
Share: